DISKUSI PENALARAN DENGAN PARA HAKIM TINGGI DI DKI JAKARTA
Pada tanggal 25-27 September 2019, Kementerian Dalam Negeri, Konrad Adenauer Stiftung, Jimly School of Law and Government, dan Komisi Yudisial menyelenggarakan Workshop Implementasi Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Pada tanggal 26 September 2019, Shidarta sebagai dosen Jurusan Hukum Bisnis (Business Law) BINUS diundang untuk menjadi narasumber dalam membawakan topik tentang Penalaran Hukum dalam Putusan Hakim. Topik ini disadari berada agak di luar tema besar workshop, namun topik tersebut memiliki keterkaitan langsung dengan upaya para hakim dalam meningkatkan profesionalisme para hakim. Profesionalisme adalah isu yang disinggung di dalam Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
Workshop ini adalah program kali ketiga yang diadakan tahun ini dengan tema yang sama. Shidarta sebelumnya pernah diminta membawakan topik serupa pada kegiatan kedua di Medan, Sumatera Utara (3-5 Juli 2019). Pada acara tanggal 25-27 September 2019 tersebut, terdapat 20 hakim tinggi yang hadir dalam workshop yang berlangsung di Hotel Millineum Jakarta tersebut, berasal dari Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tinggi Agama, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, dan Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta. Ada dua hakim yang menjabat Ketua Pengadilan Agama di Jakarta Barat dan Jakarta Selatan.
Dalam sesi tentang penalaran hukum ini, Shidarta mendiskusikan hal-hal mendasar dalam penalaran hukum, khususnya aspek fundamental sesuai teori-teori argumentasi hukum dan praktik yang lazim dilakukan. Beliau antara lain menyinggung logika penstrukturan fakta dan norma, lalu dialektika antara kedua struktur tersebut untuk dapat dibawa kepada konklusi guna menjawab permasalahan hukum yang tengah ditangani. Ada banyak permasalahan yang diangkat dalam diskusi tersebut, seperti penggunaan asas-asas hukum, penerapan nilai keadilan dalam putusan, dan langkah-langkah penemuan hukum. Ternyata topik penalaran hukum dalam putusan hakim ini menarik untuk didiskusikan oleh para peserta workshop, yang sayangnya karena keterbatasan waktu belum sempat terelaborasi secara mendalam. Shidarta berharap, jika ada waktu yang cukup, akan sangat menarik jika di lain waktu dapat dilanjutkan dengan paparan tentang keterkaitan penalaran hukum dan perbedaannya dengan penalaran etis, serta kecenderungan penggunaan aliran-aliran pemikiran hukum. (***)
Published at :