PERAN BPJPH DAN MUI DALAM PENYELENGGARAN JAMINAN PRODUK HALAL
Oleh: ABDUL RASYID (Agustus 2019)
Saat ini badan yang berwenang untuk menyelenggarakan jaminan produk halal di Indonesia adalah Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Badan ini dibentuk oleh Pemerintah sesuai dengan amanat UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU-JPH) yang kemudian diperkuat dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 tahun 2019 tentang Pelaksanaan atas UU Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). BPJPH berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Menteri Agama. Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam hal ini Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), lembaga yang selama ini berwenang melakukan sertifkasi halal tidak lagi memiliki kewenangan.
Berdasarkan realita di atas lalu timbul pertanyaan, apakah dengan adanya BPJPH menghilangkan peran MUI sebagai penyelenggara jaminan produk halal di Indonesia? Jawabannya tidak. MUI masih tetap memiliki peran penting. Menurut Pasal 10 UU JPH, BPJPH dalam melaksanakan kewenangannya akan bekerjasama dengan MUI dalam bentuk 1. Sertifikasi Auditor Halal, 2. Penetapan kehalalan Produk dan, 3. Akreditasi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Kerjasama tersebut di atas berkaitan dengan kesesuaian syariah berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh MUI dan dijelaskan secara eksplisit dalam PP Nomor 31 tahun 2019 tentang Pelaksanaan atas UU-JPH.
Terkait dengan Sertifikasi Auditor Halal, menurut Pasal 22 PP No. 31 kerjasama BPJPH dengan MUI mengenai Sertifikasi Auditor Halal meliputi pendidikan, pelatihan dan uji kompetensi. Dalam penyelenggaraan Pendidikan dan pelatihan, selain bekerjasama dengan MUI, PP No. 31 juga memberikan peluang kepada BPJPH untuk menyelenggarakannya dengan lembaga pendidikan dan pelatihan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan terkait dengan uji kompetensi sertifikasi Auditor Halal dilaksanakan oleh MUI.
Selanjutnya, Pasal 23 PP No. 31 mengatur kerjasama BPJPH dengan MUI mengenai penetapan kehalalan produk. Kerjasama penetapan kehalalan produk dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: (1) Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) menyerahkan hasil pemerikasaan dan/atau pengujian kehalalan produk kepada BPJPH disertai dengan dokumen produk dan bahan yang digunakan, proses produk halal (PPH), hasil analisis dan/atau spesifikasi, berita acara pemeriksaan dan rekomendasi. Kemudian BPJPH akan melakukan verifikasi atas dokumen yang disampaikan LPH dan menyampaikan hasil verifikasi tersebut kepada MUI.
MUI lalu mengkaji hasil verifikasi BPJPH melalui sidang fatwa halal dengan mengikutsertakan pakar, unsur kementerian, lembaga dan institusi terkait. Proses dan pemberitahuan hasil penetapan kehalalan atau ketidakhalalan produk kepada BPJPH akan dilakukan oleh MUI selama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak menerima hasil verifikasi dari BPJPH. Keputusan penetapan kehalalan produk oleh MUI tersebut menjadi dasar bagi BPJPH dalam menerbitkan sertifikat halal.
Kerjasama BPJPH dan MUI yang terakhir adalah terkait dengan akreditasi LPH. Pasal 24 PP No. 31 mengatur bahwa kerjasama akreditasi LPH tersebut berupa pelaksanaan penilaian kesesuaian syariah oleh MUI yang difasilitasi oleh BPJPH. Akreditasi LPH ini nantinya akan dilaksanakan berkoordinasi dengan lembaga nonstruktural yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang akreditasi. Adapun tata cara mengenai penilaian kesesuaian syariah oleh MUI akan diatur lebih lanjut oleh Peraturan Menteri. Peraturan Menteri ini harus segera dikeluarkan mengingat akan berlaku efektifnya UU JPH pada bulan Oktober 2019 nanti yang mewajibkan semua produk harus tersertifikasi halal sehingga diperlukan jumlah LPH yang cukup banyak di samping yang sudah ada.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dipahami bahwa BPJPH dan MUI mempunyai peran penting dalam penyelenggaraan jaminan produk halal di Indonesia. Peran BPJPH saat ini lebih fokus pada aspek pengaturan, operasional, administrasi keuangan, kerjasama dan edukasi. Sedangkan MUI lebih berperan kepada penetapan kehalalan dan atau ketidakhalalan suatu produk serta aspek syariah lainnya sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. ***
Published at :
SOCIAL MEDIA
Let’s relentlessly connected and get caught up each other.
Looking for tweets ...