PENGATURAN BERITA BOHONG BAGI INSAN PERS
Oleh VIDYA PRAHASSACITTA (Agustus 2019)
Di Indonesia larangan penyebaran berita bohong diatur dalam berbagai undang-undang. Pengaturan penyebaran berita bohong tersebut diklasifikasikan berdasarkan subjek yang menyebarkan. Khusus bagi insan pers terdapat pengaturan tersendiri.
Dalam kontek jurnalistik, penyebaran berita bohong diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU No. 40 Tahun 1999) dan Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU No. 32 Tahun 2002). Khusus penyebaran berita bohong yang dilakukan oleh lembaga pers diatur dalam Pasal 6 huruf c UU No. 40 Tahun 1999. Dalam pasal tersebut diatur peran pers nasional dalam melaksanakan peran dalam mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar. Akan tetapi pelanggaran berupa penyebaran berita bohong merupakan bentuk pelanggaran terhadap Pasal 4 Kode Etik Jurnalistik.[1] Dalam penjelasan pasal tersebut, berita bohong diartikan sebagai berita sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi. Penyelesaian mengenai pelanggaran kode etik tersebut dilakukan melalui Dewan Pers yang berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya Kode Etik Jurnalistik. Dengan demikian penyebaran berita bohong oleh lembaga pers bukanlah suatu tindak pidana.
Sedangkan khusus penyebaran berita bohong yang dilakukan oleh lembaga penyiaran diatur dalam Pasal 36 ayat (5) UU No. 32 Tahun 2002 yang melarang lembaga penyiaran untuk menyiarakan berita yang mengandung kebohongan. Bagi lembaga penyiaran radio dan televisi yang menyiarkan siaran yang mengandung kebohongan dikenakan pidana.[2] Akan tetapi disisi lain Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia No. 02/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program Siaran mengatur bahwa Lembaga penyiaran juga mengikuti standart kode etik jurnalisme yang melarang insan penyiaran untuk membuat berita atau siaran yang mengandung kebohongan dan bagi yang melanggar akan dikenakan sanksi administratif. (***)
REFERENSI:
[1] Peraturan Dewan Pers No. 6/Peraturan-DP/V/2008 tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers No. 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik sebagai Peraturna Dewan Pers.
[2] Indonesia, Undang-Undang tentang Penyiaran, UU No. 32 Tahun 2002 ,TLN No. 4252, Psl. 57.