TINJAUAN UMUM KERJASAMA BPJS KETENAGAKERJAAN DENGAN KEJAKSAAN AGUNG DAN KEJAKSAAN NEGERI
Oleh: IRON SARIRA (Juli 2019)
Berdasarkan UU No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dan Perpres No. 38 tahun 2010 tentang Organisasi dan tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia, pada tatanan pelaksanaan teknis lapangan yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri khususnya di DKI Jakarta, dimaksudkan untuk memberikan bantuan hukum kepada BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana tercantum pada Bab II mengenai Ruang Lingkup dalam pasal 3 dalam MoU antara Kejaksaan Agung dengan BPJS Ketenagakerjaan.[1]Atas kerjasama tersebut BPJS Ketenagakerjaan telah mendapatkan komitmen dari seluruh Kasudin Ketenagakerjaan Jakarta, bahwa BPJS Ketenagakerjaan telah melakukan sosialisasi, edukasi, somasi dan meminta kejaksaan sebagai jaksa pengacara negara untuk menegur perusahaan yang belum mendaftarkan baik karyawannya maupun upahnya.[2]Memorandum of Understanding (MoU) pertama kali dilakukan sebagai wujud kerja sama atas inisiatif masing-masing cabang BPJS Ketenagakerjaan dengan Kejaksaan Negeri berdasarkan wilayah kerja cabangnya dalam misi yang sama yaitu meningkatkan jumlah kepesertaan Program BPJS Ketenagakerjaan. Tujuan diadakannya MoU (Kesepakatan Bersama) ini sebagaimana disebutkan dalam pasal 2 adalah untuk meningkatkan efektifitas penanganan masalah hukum dalam Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara baik di dalam maupun di luar pengadilan. KeberadaanMoU secara filosofis pada hal berbeda tersebut sebenarnya memberikan efek jera terhadap panggilan/somasi yang dilayangkan oleh Kejaksaan Negeri setempat kepada Perusahaan yang belum mengikutsertakan karyawannya berupa perlindungan sosial yang ada dalam program BPJS Ketenagakerjaan. Sebagaimana isi yang disesuaikan dari MoUtersebut, maka aspek penegakan hukum yang saat ini berjalan yang berhasil dihimpun terbagi menjadi 3 (tiga) ruang lingkup, sebagai berikut:
- Pemberian Bantuan Hukum (PBH), sebagai bentuk kewenangan pendelegasian kepada Kejaksaan melalui pembuatan Surat Kuasa Khusus.Dalam hal ini didahului oleh MoUantara BPJS Ketenagakerjaan Pusat dengan Kejaksaan Agung dan diikuti dengan Surat Kuasa Khusus sebagai bentuk suatu perintah kerja kepada Lembaga Kejaksaan. Selanjutnya, dilakukan suatu perjanjian antara BPJS Cabang dengan Kejaksaan Negeri di masing-masing wilayah dengan pemberian surat kuasa khusus kepada Kejaksaan Negeri untuk melakukan tindakan somasi/surat panggilan resmi kepada perusahaan yang belum mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan.
- Pemberian Pertimbangan Hukum (PPH) memiliki tujuan untuk memberikan pendapat hukum (Legal Opinion) atau pendampingan di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara atas dasar permintaan dari Lembaga Negara, instansi pemerintah di pusat/daerah, BUMN/BUMD. Mekanisme pendelegasian ini melalui Surat Perintah (Sprint) yang diberikan kepada Kejaksaan.
- Tindakan Hukum Lain bertujuan dengan diberikannya kepada Jaksa untuk bertindak sebagai mediator atau fasilitator dalam hal terjadi sengketa atau perselisihan antar lembaga negara, instansi pemerintah dll di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara. Pendelegasian ini diberikan kepada Kejaksaan dengan mekanisme Surat Perintah (Sprint).
Kerjasama yang dilakukan khususnya dalam pemberian bantuan hukum (PBH) merupakan sebuah bentuk delegasi yang diberikan oleh BPJS Ketenagakerjaan kepada institusi Kejaksaan melalui Surat Kuasa Khusus.[3]Pendelegasian perlu dibedakan dengan pemberian mandat, yang mana penjelasannya dapat disampaikan sebagaimana tabel 1 di bawah ini:[4]
Tabel 1
Perbedaan Delegasi dan Mandat
NO | Delegasi | Mandat |
1 | Pelimpahan Wewenang | Perintah Untuk Melaksanakan |
2 | Kewenangan tidak dapat dijalankan secara incidental oleh organ yang memiliki wewenang asli | Kewenangan dapat dilaksanakan sewaktu-waktu oleh penerima mandat |
3 | Terjadi peralihan tanggung jawab | Tidak terjadi peralihan tanggung jawab |
4 | Harus berdasarkan Undang-Undang | Tidak harus berdasarkan Undang-Undang |
5 | Harus Tertulis | Dapat tertulis dan juga lisan |
Hal tersebut di atas sesuai kriteria sebuah delegasi yaitu berdasarkan undang-undang dan harus tertulis yaitu melalui surat kuasa khusus. Apabila dikaji lebih dalam maka delegasi tersebut juga ternyata diamanatkan dalam UU No. 24 tahun 2011 tentang BPJS bahwa pendelegasian pengenaan sanksi disebutkan pada pasal 17 ayat 5 yaitu:
“Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dengan Peraturan Pemerintah”.
Pasal tersebut dapat dimaknai sebagai bentuk “pendelegasian” kepada lembaga lain untuk mengambil tindakan atas perintah Undang-undang atau peraturan perundangan tersebut. Kemudian dengan dikeluarkannya PP No. 85 tahun 2013 dan PP No. 86 tahun 2013 sesuai amanat pasal tersebut diharapkan bahwa maksud dari Undang-undang maupun peraturan pemerintah tersebut dapat terealisasi dan diimplementasikan dengan baik. Teknis pendelegasian menyebutkan bahwa pengenaan sanksi administratif diatur dalam pasal 17 ayat (2) huruf c UU BPJS salah satunya disebutkan “tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu”. Kemudian dalam pasal 17 ayat (4) bahwa “pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan oleh pemerintah atau pemerintah daerah atas permintaan BPJS”.
Memorandum of Understanding(MoU– nonbinding agreement) yang dibuat antara BPJS Ketenagakerjaan danKejaksaan Agung didalamnya tidak berbentuk sebuah perjanjian yang biasanya dalam perjanjian tersebut terdapat ikatan hak dan kewajiban. Adapun maksud diadakan MoUini adalah untuk dapat memudahkan mekanisme dan kesepahaman antara beberapa pihak Lembaga Negara atau pemerintah untuk menjalankan program BPJS Ketenagakerjaan agar sejalan dengan semangat pemberian Jaminan Sosial kepada masyarakat dengan cara mengumpulkan iuran sesuai amanah UU SJSN dan UU BPJS. Atas dasar penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa mengenai kekuatan hukum dari MoUdapat mengikat para pihak, apabila content/isi dari MoUtersebut telah memenuhi unsur perjanjian sebagaimana telah diuraikan di atas, dan merupakan pendahuluan untuk kesepahaman sebelum membuat perjanjian, sebagaimana maksud pembuatan MoUsebenarnya.
BAHAN BACAAN
[1] Wawancara dengan Ibu Annisa, Jaksa fungsional Pengacara Negara di Kejagung RI, tanggal 24 September 2016.
[2] www.antaranews.com/berita/455238/penegakan-hukum-efektif-tingkatkan-kepesertaan-jamsos-pekerja,diakses 10 September 2016.
[3] Wawancara dengan Bpk. Bagus, Kepala Sub Bagian Penyusunan Program dan Laporan pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara, Kejaksaan Agung RI, tanggal 28 Agustus 2016.
[4] Diambil dari penulisan tesis Arly Faizal, Master Ilmu Hukum dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2016-2018.
Published at :