PENYUSUNAN TERMINOLOGI EKSPLOITASI ANAK
Dalam rangka menguatkan praktik perlindungan anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA), Deputi Bidang Perlindungan Anak, Nahar, S.H., M.Si. KPPA menyusun buku terminologi dan penjelasan tentang eksploitasi seksual anak yang bertujuan agar dapat digunakan untuk penegakan hukum. Terminologi yang dibuat oleh KPPA bisa dijadikan acuan, sehingga tidak terjadi kebingungan dalam penerapan hukum dalam melindungi anak.
Untuk menyempurnakan penyusunan terminologi perlindungan anak, dua dosen Jurusan Hukum Bisnis BINUS Ahmad Sofian dan Bambang Pratama diminta pandangan mereka untuk dapat memberikan masukan atas terminologi yang dibuat. Acara berbentuk FGD tersebut, dilakukan pada tanggal 2 Juli 2019 di Hotel Mercure Jakarta membahas antara lain tentang terminologi Sexting, grooming, penayangan tontonan seksualitas anak, eksploitasi anak secara ekonomi, dalam pekerjaan, dan kekerasan anak. Ahmad Sofian memberikan pandangannya terkait bentuk dan contoh materi yang menampilkan eksploitasi seksual pada anak (Child Sexual Exploitation Material; CSEM), dan materi yang menampilkan kekerasan seksual pada anak (Child Sexual Abuse Material; CSAM).
Masukan yang diberikan oleh Bambang Pratama dalam perpektif hukum siber, adalah dalam kaitannya pengaturan di Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU-ITE), antara lain: pornografi anak, pengancaman dan pemerasan pada anak dalam bentuk terbuka dan dalam bentuk tertutup, membuka informasi pribadi anak, menyiapkan sistem atau sarana untuk eksploitasi seksual anak, dan pemalsuan identitas anak untuk eksploitasi seksual. Selain dari BINUS, Kementerian PPA juga mengundang para penggiat perlindungan anak, dan beberapa Universitas lainnya. Acara diskusi juga melibatkan dua orang mahasiswa hukum BINUS yang saat ini sedang menyusun skripsi tentang eksploitasi seksual anak, sehingga diharapkan skripsi yang sedang disusun oleh mahasiswa dapat melihat secara nyata permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam praktik. Semoga dengan adanya masukan dari para pakar, penyusunan terminologi eksploitasi seksual anak bisa dijadikan rujukan dalam rangka penegakkan hukum yang lebih baik dan efektif (***).