BUKAN PR NEGARA UNTUK MEMBERANTAS PERDAGANGAN ORANG
Oleh REZA ZAKI (Juni 2019)
Perdagangan orang (human trafficking) pada umumnya adalah perekrutan, penculikan atau penipuan yang dilakukan dengan kekerasan terhadap seseorang untuk mendapatkan keuntungan. Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 21 tahun 2007 Pasal 1 ayat (1) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang menyatakan “Perdagangan Orang adalah Tindakan perekrutan, pengangkutan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam Negara maupun antar Negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.”
Korban human trafficking biasanya Perempuan, Anak-anak dan Masyarakat dengan ekonomi kebawah. Pendapatan yang dihasilkan sangatlah menggiurkan sepadan dengan resiko yang harus dijalankan. Berdasarkan hasil laporan Trafficking in Persons Report (TIP) 2018, Indonesia berada diposisi tier 2 semenjak 2010 hingga sekarang. Kategori tier 1 atau tingkatan pertama merupakan kategori negara yang memiliki upaya terbaik untuk menghapuskan perdagangan manusia. Sedangkan tier 3 merupakan yang terburuk. Trafficking in Persons Report atau Laporan Perdagangan Orang (TIP) adalah alat diplomatik utama Pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk melibatkan pemerintah asing dalam perdagangan manusia. UU nomor 21 tahun 2007 merupakan perwujudan dari penerapan hukum bagi pelaku tindak pidana perdagangan orang, jika Pasal 1 ayat (1) kita uraikan maka penetapan tindak pidana perdagangan orang memiliki tiga hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu; adanya proses, cara, dan ekploitasi, bila semua hal terpenuhi maka dapat dikatakan adanya tindak pidana perdagangan orang. Selain itu Indonesia juga masuk sebagai anggota International Organization for Migration (IOM) dalam pemberantasan human trafficking secara international.
IOM Indonesia telah menjadi salah satu aktor dan mitra kunci pemerintahan Indonesia dalam pemberantasan human trafficking yang telah beroperasi di Indonesia semenjak tahun 1979. Sebagai bagian dari program bantuan bagi korban, IOM Indonesia juga menyediakan bantuan pemulangan, pemulihan dan reintegrasi bagi korban dari Indonesia dan asing melalui program Dana Bantuan Korban. Bantuan Reintegrasi termasuk program perawatan kesehatan fisik dan mental, tempat penampungan sementara, konseling keluarga, bantuan pendidikan, bantuan penghidupan dan bantuan hukum. Bantuan diberikan melalui mekanisme rujukan bekerjasama dengan lebih dari 80 aktor negara dan non-negara. Antara 2005 hingga 2013, IOM Indonesia membantu lebih dari 6,432 korban perdagangan orang bersama dengan mitra-mitranya.
Database IOM telah digunakan untuk merekam data bantuan IOM sejak tahun 2005. Database tersebut merupakan sumber informasi yang penting bagi para pembuat kebijakan, penyedia jasa layanan, akademisi dan pemangku kepentingan lainnya dalam rangka memahami penyebab, proses, trend dan akibat dari perdagangan orang di Indonesia. Human trafficking bukanlah persoalan negara saja namun persoalan bagi kita juga. Keaktifan kita sebagai masyarakat juga diperlukan dalam pemberantasan human trafficking, bayangkan bila salah satu anggota keluarga kita menjadi korban human trafficking. Berbicara tentang pemberantasan, tidak hanya melalui organisasi atau UU yang dibuat. Indonesia perlu tindakan preventif seperti sosialisasi bagi masyarakat ekonomi kebawah agar tidak mudah terbujuk rayuan penghasilan yang besar, sosialisasi resiko sebagai TKI ilegal dan lainnya. (***)