BIJAK DALAM MEDSOS UNTUK PERDAGANGAN INTERNASIONAL HINGGA UJARAN KEBENCIAN
Oleh REZA ZAKI (Juni 2019)
Di era serba teknologi ini, semua kegiatan dapat dikerjakan via gadget, dimulai dari bangun tidur dengan penggunaan alarm untuk aktivitas bangun pagi, kegiatan ibadah, komunikasi hingga transaksi seperti melakukan pesanan kendaraan daring (online) dan sebagainya. Tiada batas antar-negara dan jarak semakin sempit melalui teknologi (interconnection networking). Hal ini membuat dunia usaha secara nyata beralih menggunakan teknologi informasi untuk melanjutkan dan melebarkan usahanya. Perdagangan sekarang sudah beralih dalam standard operating procedure (SOP) dimana distributor konvesional sekarang modern (tidak diperlukan gudang penyimpanan), cukup dengan skema jual beli dan portal online yang mana barang yang dipesan bisa sampai ke pembeli dengan bantuan pihak ke-3 (tiga) melalui media sosial semuanya, sebagai contoh adalah LAZADA, SHOPEE, BLIBLI, TOKOPEDIA, KASKUS, dan sebagai contoh jasa penghubung dibidang antar jemput (transportasi) melalui internet seperti GOJEK (banyak fitur), GRAB, Traveloka, Tiket.com dll.
Beberapa waktu lalu hasil studi Polling Indonesia yang bekerja sama dengan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia ( APJII), jumlah pengguna internet di Indonesia tumbuh 10,12 persen. Menurut Sekjen APJII, Henri Kasyfi, survei ini melibatkan 5.900 sampel dengan margin of error 1,28 persen. Data lapangan ini diambil selama periode Maret hingga 14 April 2019. Hasilnya, menurut Henri, dari total populasi sebanyak 264 juta jiwa penduduk Indonesia, ada sebanyak 171,17 juta jiwa atau sekitar 64,8 persen yang sudah terhubung ke internet, hal ini membuat peluang besar melakukan kegiatan bersosialisasi, berdagang , belajar — mengajar, hiburan dan permainan dilakukan via internet. Pertumbuhan perdagangan melalui media sosial pun mengalami kemajuan, selama kurun waktu 4 tahun terakhir, e-commerce di Indonesia mengalami peningkatan hingga 500 persen.
Riset terbaru Google dan Temasuk dalam laporan e-Conomy SEA 2018 menunjukkan bahwa ekonomi digital Indonesia tahun ini mencapai US$27 miliar atau sekitar Rp391 triliun. Angka tersebut menjadikan transaksi ekonomi digital Indonesia berada di peringkat pertama untuk kawasan Asia Tenggara dengan kontribusi sebesar 49 persen. Melalui data — data tersebut diperlukan kebijakan atau kewaspadaan dalam penggunaannya. Beberapa tahun yang lalu sekitar September 2013 hingga Januari 2014, dimana Departemen Kehakiman AS melakukan tuntutan kepada perusahaan ecommerce yang menggunakan Amazon Marketplace, tuduhan yang diberikan adalah pengaturan harga poster yang dijual secara online. David Topkins selaku dari pihak perusahaan ecommerce dituduh telah berkonspirasi dengan para penjual poster lain untuk mengatur harga jual poster di Amazon Marketplace milik Amazon.com Inc., dengan menggunakan algoritma. Lewat algoritma ini Topkins menyusun kode komputer yang mengkoordinasikan adanya perubahan harga dan kemudian membagi informasi tentang harga dan penjualan poster. Departemen Kehakiman AS menyebutkan, aktivitas ini melanggar Sherman Act, hukum persaingan usaha federal. Pelanggaran terjadi karena poster yang dijual pada harga non kompetitif. Hal ini menjadi contoh perdagangan melalui media sosial atau marketplace online harus mengikuti aturan main yang berlaku di Negara tersebut.
Pendapat Amnesty Internasional Indonesia, media sosial memiliki dua sisi dalam “melahirkan” pemimpin. Hal itu terlihat dalam beberapa tahun ke belakang. “Ada sisi terang, ada sisi gelap,” ujar Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid, Jakarta, Kamis (22/2/2018). Di Amerika Serikat (AS), pada 2008 seluruh dunia memuji media sosial lantaran dinilai telah melahirkan pemimpin AS Barack Obama yang pro penegakan hak asasi manusia. Namun, kondisi berbeda terjadi pada 2016 saat Donald Trump terpilih sebagai Presiden AS. Media sosial justru banyak dikecam lantaran digunakan untuk penyebaran kebencian, yang berdampak terpilihnya Trump. Beberapa hari lalu Selasa (2/7) Kementerian Kehakiman Jerman mengumumkan telah mengenakan sanksi denda senilai 2 juta euro kepada Facebook. Perusahaan media sosial terbesar dunia itu dianggap kurang transparan soal pengaduan ujaran kebencian di platformnya.
Facebook dinilai tidak transparan sesuai dengan aturan kewajiban melaporkan pengaduan sesuai dengan UU Penanggulangan Ujaran Kebencian yang dalam bahasa Jerman disebut Netzwerkdurchsetzungsgesetz (NetzDG) dan mulai diberlakukan awal 2018. Ini merupakan contoh kasus penyalahgunaan kebebasan dalam penggunaan media sosial. Kementerian Komunikasi dan Informatika memberikan pendampingan literasi digital kepada pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) melalui program Pandu Digital. Salah satu upaya literasi digital yang difasilitasi adalah menggelar UMKM Go Online yang bertujuan membantu pedagang pasar terdaftar di marketplace. Menurut Kasubdit Pengembangan Ekonomi Digital Pariwisata, Transportasi dan Perdagangan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Sumarno, sudah banyak dikeluhkan bahwa kasus-kasus penipuan banyak menimpa penjual dan pembeli dijualbelikan digital lewat media sosial. “Transfer bodong, barang tidak terkirim, barang yang dikirim tidak sesuai, bahkan banyak pembeli kecewa lantaran barang yang dijual rusak tanpa ada fasilitas refundable,” tegasnya. Target Kementerian Komunikasi dan Informatika ini adalah Bukan saja meminimalisasi kasus penipuan, berjualan online melalui marketplace, kata Sumarno, memiliki kelebihan lain perihal administrasi.
Operator marketplace telah membuat sistem sedemikian rupa hingga semua transaksi tercatat dengan. Pemilik toko online tak perlu lagi direpotkan soal pembukuan. Rumusan kegiatan transaksional (e- commerce) yang dilakukan di dunia maya tersebut harus mengedepankan prinsip the right to obtain information, yaitu konsumen berhak untuk memperoleh suatu informasi yang sebenar- benarnya dari pelaku usaha mengenai hal yang ditawarkan kepada konsumen. Sebailknya, pelaku usaha berkewajiban untuk menyampaikan hal tersebut kepada konsumen., semua hal ini tertuang dalam UU ITE No. 11 tahun 2008 dan PP No. 82 Tahun 2012. Menurut Undang-Undang No 11 Tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, terdapat 12 kelompok konten yang dikategorikan sebagai konten negatif. Kategori konten negatif itu antara lain: pornografi/pornografi anak; perjudian; pemerasan; penipuan; kekerasan/kekerasan anak; fitnah/pencemaran nama baik; pelanggaran kekayaan intelektual; produk dengan aturan khusus; provokasi sara; berita bohong; terorisme/radikalisme; serta informasi/dokumen elektronik melanggar undang-undang lainnya. Sampai dengan akhir tahun 2018, penanganan konten negatif total sebanyak 984.441 konten. Angka itu termasuk yang dilaporkan dalam bentuk website. Berdasarkan kategori konten tiga terbanyak konten yang paling banyak ditangani adalah pornografi, perjudian dan penipuan. Untuk itu “Bijak dalam Media Sosial untuk perdagangan internasional hingga Ujaran Kebencian” beberapa hal yang dapat dijadikan pijakan antara lain:
Apabila menggunakan Medsos untuk sarana perdagangan internasional untuk memahami aturan hukum dari negara buyer. Apabila menggunakan Medsos untuk sarana sosialisasi atas produk ataupun program — program dari organisasi usaha menggunakan bahasa internasional hukum dimana tidak mengandung makna yang ambigu Setiap negara memiliki aturan perdagangan internasional maupun perihal penggunan dalam bersosial ada baiknya jangan terbawa penggunaan bahasa yang tidak memahami secara nyata situasi dan kondisi yang terjadi seperti kejadian di Jerman. (***)