People Innovation Excellence

RUMUSAN KETENTUAN BERITA BOHONG DALAM HUKUM PIDANA DI INDONESIA 

Oleh VIDYA PRAHASSACITTA (Mei 2019)

Hukum pidana Indonesia telah mengatur mengenai larangan penyebaran berita bohong yang menyebabkan keributan dalam masyarakat. Larangan tersebut diatur dalam Pasal XIV dan Pasal XV Undang-Undang tentang Peraturan Hukum Pidana (UU No. 1 Tahun 1946) dengan rumusan sebagai berikut:

Pasal XIV: (1) Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun (2) Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.

Pasal XV: Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun.

Pasal XIV dan Pasal XV UU No. 1 Tahun 1946 merupakan pencabutan dan penambahan atas ketentuan dalam Pasal 171 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan bagian dari bab V mengenai ketertiban umum dalam buku II KUHP mengenai kejahatan. Pada mulanya hanya terdapat satu ayat dalam Pasal 171 KUHP yang berbunyi “Barang siapa yang menyiarkan kabar bohong, dengan sengaja meneribitkan keonaran di kalangan rakyat diancam dengan pidana penjara setinggi-tinginya satu tahun dan denda paling banyak Rp. 300,-“ Rumusan ini masih dipertahankan namun dengan perubahan ancaman pidana saja. Sedangkan ayat (2) Pasal XIV UU No. 1 Tahun 1946 berasal dari rumusan dari Verdodening Militair Gezag yang diberlakukan pada tanggal 21 Mei 1940 dengan perubahan beberapa redaksi dan unsur. Rumusan Verdodening Militair Gezag tersebut “Barang siapa dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan yang sesat dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan  rakyat diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.” Sedangkan rumusan Pasal XV UU No. 1 Tahun 1946 merupakan rumusan baru.[1]

Tujuan dari Pasal 171 KUHP adalah untuk menghapuskan kegelisahan dalam masyarakat yang mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan. Yang menarik bahwa pasal tersebut hanya diberlakukan khusus di Hindia Belanda saja. Dalam Memorie van Toelichting dijelaskan bahwa rakyat masih sangat mudah dipengaruhi dan sangat percaya suatu termasuk berita yang tidak benar maka penyiaran berita yang bagaimana mustahilnya sekalipun dapat menimbulkan kegelisalah an yang mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan.[2] Keberadaan pasal tersebut merupakan bagian dari upaya pemerintah kolonial Hindia Belanda untuk mempertahankan ketertiban umum dari berita yang dipandang bohong termasuk juga berita yang dihembuskan oleh pihak yang menginginkan kemerdekaan.

Dalam Rancangan KUHP, kriminalisasi terhadap penyiaran berita bohong diatur dalam bab mengenai tindak pidana terhadap ketertiban umum. Terdapat tiga rumusan tindak pidana penyebaran berita bohong dalam bab Keteriban Umum dan ketiga rumusan dalam Pasal 309 ayat (1) dan (2) dan Pasal 310 Rancangan KUHP tersebut sama dengan rumusan yang ada dalam Pasal XIV ayat (1) dan (2) dan Pasal XV UU No. 1 Tahun 1946. Adapun rumusan Pasal 309 ayat (1) dan (2) dan Pasal 310 Rancangan KUHP sebagai berikut:

Pasal 309: (1) Setiap orang yang menyiarkan berita bohong atau pemberitahuan bohong yang mengakibatkan timbulnya keonaran atau kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori III. (2) Setiap orang yang menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat mengakibatkan timbulnya keonaran atau kerusuhan dalam masyarakat, padahal diketahui atau patut diduga bahwa berita atau pemberitahuan tersebut adalah bohong, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II.

Pasal 310:  Setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berita yang berlebihan, atau berita yang tidak lengkap yang mengakibatkan timbulnya keonaran dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II

Rumusan Pasal XIV ayat (1) dan (2) dan Pasal XV UU No. 1 Tahun 1946 mensyaratkan adanya tiga unsur. Ketiga unsur tersebut adalah unsur menyiarkan atau menyebarkan, unsur kedua berita bohong atau kabar angin atau kabar yang disiarkan dengan tambahan atau dikurangan, dan unsur ketiga adalah keonaran.

Pertama unsur menyiarkan. Dalam penjelasan Pasal XIV diartikan sama dengan verspreiden yang dalam bahasa Indonesia disepadankan dengan kata menyebarkan. Kata menyiarkan dimaknai memberitahukan kepada khalayak umum artinya berita atau kabar bohong atau yang patut diduga bohong tersebut harus disiarkan atau disebarkan kepada khalayak umum. Dengan demikian tindak pidana penyebaran berita bohong dalam Pasal XIV dan Pasal XV UU No. 1 Tahun 1946 diklasifikasikan sebagai delik pers karena adanya syarat utama berupa unsur publikasi meskipun dalam Pasal XIV dan Pasal XV UU No. 1 Tahun 1946 tidak menyebutkan mengenai sarana atau media yang dipergunakan untuk menyebarkan berita bohong atau kabar angin atau kabar yang disiarkan dengan tambahan atau dikurangan tersebut, apakah melalui lisan atau tulisan. Unsur menyiarkan ini berkaitan dengan publitas yang hatus disampaikan kepada umum. Yang menjadi permasalahan media sosial tidak hanya menghubungkan individu dengan individu tetapi dengan komunitas, suatu konten yang hanya disampakan kepada beberapa individu dapat dibaca dan dilihat oleh pihak lain serta dapat dengan cepat menyebar kepada komunitas dan masyarakat umum. Tentu hal ini akan membawa pergeseran mengenai batasan antara ruang privat dengan ruang publik. Selain itu unsur menyiarkan terkait dengan bagaimana cara dalam menyampaikan berita bohong atau kabar angin atau kabar yang disiarkan dengan tambahan atau dikurangan tersebut. Dalam hal ini berkaitan dengan motif dari disebarkannya suatu berita atau kabar tersebut dan cara menyampaikan berita tersebut.

Unsur yang kedua adalah berita bohong atau yang patut diduga bohong dan kabar angin atau kabar yang disiarkan dengan tambahan atau dikurangi. Baik Pasal XIV dan Pasal XV UU No. 1 Tahun 1946 mensyaratkan suatu berita atau kabar yang tidak benar atau kabar yang disiarkan secara tidak utuh.  Hal ini dipertegas dengan Penjelasan Pasal XV UU No. 1 Tahun 1946 yang menyatakan bahwa bagi yang menyiarkan berita atau kabar benar secara benar tidaklah dipidana. Bahwa sesuatu kebenaran (truth) dari suatu berita atau kabar tersebut menjadi hal yang pokok yang harus dibuktikan. Unsur kebenaran (truth) menjadi penting, seperti halnya dalam libel dan slander yang merupakan bagian dari defamation statement[3] dimana kebenaran (truth) dibangun sebagai pertahanan absolut.[4] Akan tetapi kebenaran menurut siapa yang dimaksud. Terutama di era sosial media ketika alogaritma dalam media sosial membuat makna kebenaran (truth) seolah dikesampingkan oleh post truth karena masyarakat lebih menerima suatu berita atau informasi menjadi suatu kebenaran berdasarkan kepercayaan dan emosi terlepas dari fakta-fakta yang ada.

Unsur ketiga adalah keonaran. Unsur ini merupakan bahaya atau kerugian (harm) yang merupakan akibat yang ditimbulkan dari penyiaran berita bohong atau kabar angin atau kabar yang disiarkan dengan ditambahkan atau dikurangkan tersebut. Penjelasan Pasal XIV UU No. 1 Tahun 1946 memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud dengan keonaran adalah bukan hanya kegelisahan dan menggoncangkan hati penduduk yang tidak sedikit jumlahnya tetapi lebih dari itu berupa kekacauan. Suatu berita bohong menjadi bahaya tergantung dari keadaan dan dampak yang ditimbulkan.[5] Harus benar-benar dapat dibuktikan kausalitas antara berita bohong atau kabar angin atau kabar yang disiarkan dengan tambahan atau dikurangan tersebut dengan keadaan dalam masyarakat dan keonaran yang benar-benar disyaratkan dalam setiap rumusan pasal tersebut.[6] Oleh karenanya kausalitas menjadi penting.

Perumusan bahaya (harm) tersebut dirumuskan tidak seragam. Rumusan Pasal XIV ayat (1) disyaratkan benar-benar terjadi keonaran sedangkan pada Pasal XIV ayat (2) dan Pasal XV UU No. 1 Tahun 1946 cukup berpotensi menerbitkan keonaran. Rumusan ini menunjukan bahwa undang-undang berupaya untuk mencegah agar seseorang tidak pidana sebelum adanya bahaya yang timbul atau resiko yang berbahaya. [7] Resiko tersebut haruslah nyata. Akan tetapi di era media sosial ini rIsiko bahaya suatu pernyataan baik itu pernyataan yang benar atau pernyataan yang tidak benar terletak pada saat orang lain memviralkan yang menjadi post truth dan menjadi keyakinan yang berbahaya di masyarakat. Oleh karenanya perbuatan tersebut tidak menimbulkan rIsiko berbahaya saat ini tetapi dapat membahayakan di kemudian hari. (***)


REFERENSI:

[1] Moeljatno, Kejahatan-Kejahatan terhadap Ketertiban Umum (Open Bare Orde), (Jakarta: Bina Aksara, 1984). hlm. 132.

[2] Ibid.

[3]  Indriyanto Seno Adji, Hukum dan Kebebasan Pers, (Jakarta: Diadit Media, 2008), hlm. 60.

[4]  David Pritchard, “Rethinking Criminal Libel : An Empirical Study” Journal Communication Law and Policy Vol.14, No. 3 (2009). hlm. 306

[5] Watney, “The legal position of social media intermediaries in addressing fake news.”

[6] Moeljatno, Op. Cit.

[7] Peter Westen, The Ontological Problem Of “Risk” And “Endangerment” In Criminal Law dalam Philosophical Foundations Of Criminal Law (New York : Oxford University Press Inc.,  2011). hlm. 306-307.

 



Published at :
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close