MEMILIH, ANTARA CAPRES DAN CALEG
Oleh AGUS RIYANTO (April 2019)
Hari bersejarah itu telah dilalui pada tanggal 17 April 2019. Dengan berbondong-
bondong seluruh warga negara Indonesia mendatangi sekitar 810 ribu tempat
pemungutan suara (TPS) untuk memberikan suaranya sebagai bukti kecintaan
kepada negaranya. Namun, di balik semua itu ketika tiba di TPS banyak warga yang
bertanya-tanya untuk menjatuhkan pilihannya untuk calon legislatif (caleg).
Keraguan, kebingungan, tidak mengenal dengan yang akan dipilihnya adalah
rentetan ungkapan kecil yang ada di antara mereka. Berbeda hal dengan pilihan
calon presiden (capres). Ekspresi dan raut wajah meski tidak menyebut siapa yang
dipilihnya dengan jelas terlihat optimisme. Terlebih-lebih di pintu masuk TPS
terdapat papan pengumuman visi dan misi calon presiden dapat dibaca dengan jelas
dan tegas untuk pengingat pemilih adalah kejelasan bagaimana dan siapakah yang
dipilihnya. Yang disamping itu pemberitaan dan perdebatan telah menghiasi media
cetak dan internet di keseharian kita sehingga tidak keraguan untuk memilihnya.
Dalam memilih caleg terdapat sekitar 300 ribu yang hendak memperebutkan 575
kursi DPR RI, 136 kursi DPD RI, 2.207 kursi DPRD provinsi, serta 17.610 kursi
DPRD kabupaten/kota. Dengan jumlah demikian banyak masyarakat tidak mudah
memilihnya. Dikatakan demikian karena dibandingkan dengan pilpres, maka pileg
lebihlah rumit atau turut menyita waktu untuk memilihnya. Hal ini karena, pertama,
tidak mengenal caleg dalam arti kualitas dan kapasitasnya yang jelas. Nama-nama
caleg itu selalu muncul tiba-tiba mendekati hari pemilihannya. Selama ini kemana
ya. Yang jelas banyak caleg yang memperkenalkan diri melalui alat-alat peraga
kampanye di jalan raya, jalan tol dan di pohon-pohon, tembok dan lain-lain medium,
termasuk di media sosial internet. Namun semuanya itu perkenalan sepihak dari
caleg untuk memperkenalakan dirinya. Seiring melihatnya di sepanjang jalan dengan
bertanya-tanya siapakah mereka itu ? Mengapa muncul di waktu-waktu lima tahun
sekali ? Terkesan membutuhkan masyarakat hanya pada waktu para caleg hendak
menduduki singgah sana dewan yang terhormat. Kedua, sebagai masyarakat umum
tidak mengetahui rekam jejak caleg-caleg itu. Hal itu dapat dilihat dari kilas baliknya
yang tidak diketahui sebelumnya. Sebelumnya disini adalah selama empat tahun
sebelumnya masyarakat tidak memiliki dan mengetahui prestasinya apa. Yang jelas
dalam di alat-alat peraga kampanye tertera kata-kata yang pada intinya memohon
dukunganya. Tumbuh tanda tanya bukankah sebaiknya suara itu diberikaan apabila
yang akan memberikannya mengetahui segala halnya tentang caleg itu. Di dalam
hal prestasinya ada dan terbukti telah berbuat banyak kepada masyarakat, maka
tidak harus dengan alat peraga kampanye juga masyarakat akan memilihnya.
Ketiga, dengan pemilu serentak dengan pilpres konsekuensinya pileg menjadi
tenggelam informasinya sehingga banyak masyarakat yang kebingungan pada
waktu hendak memilihnya. Lembar yang besar dipilihnya ada empat dan masing-
masing partai yang banyak sekali menjadi tidak mudah memilihnya. Berbeda halnya
dengan pilpres yang hanya dua, maka mudah untuk mencoblosnya. Dibutuhkan
waktu yang cukup untuk mengenalnya dan tidaklah mudah jika mendadak
sebagaimana yang terjadi selama ini.
Untuk memecahkan masalah tersebut di atas sudah waktunya untuk dicarikan jalan
baru dalam sistem pemilihan caleg, terutama soal bagaimana masyarakat menjadi
banyak tahu tentang kepribadian kualitas dan kuantitasnya. Khusus untuk caleg
perlu sosialiasi kepada masyarakat yang akan memilihnya. Sosialisasi bukanlah
mendadak seperti selama ini menjelang dan mendekati masa kampanye dalam
rangka masyarakat memilihnya, tetapi jauh-jauh hari sebelum itu masyarakat telah
mengetahuinya caleg yang akan dipilih pada hari pencoblosan nanti di lima tahun
yang akan datang. Untuk itulah menjadi pekerjaan rumah untuk partai
mempersiapkan kadernya dengan perancanan ke depan dalam pemilu yang akan
datang. Tidak pada tempatnya caleg yang dicalonkan mendadak dan tidak jelas
rekam jejaknya. Melalui cara demikian para caleg itu akan memperkenalkan dirinya
jauh hari dan bersosialisasi dari pint uke pintu di daerah perwakilannya. Buatlah
program yang akan mendekatkan diri secara alami dengan tidak harus memberikan
sesuatu material, tetapi darma baktinya dalam soal sampah, kebersihan, membantu
masyarakat kekuarngan dan lain-lain yang sifatnya menunjukkan jiwa sosial kepada
masyarakat yang akan dan sedang diwakilinya adalah bukti keterlibatan langsung
dengan lingkungannya.
Dengan rekam jejak yang terukur dan jelas, maka memilih caleg tidak seperti beli
kucing dalam karung yang tidak ketahuan kesungguhan dan keseriusan menjadi
caleg. Menjadi caleg adalah forum untuk pengabdian kepada masyarakat di
lingkungan yang diwakili dan tidak dalam rangka menumpuk kekayaan melalui
jabatannya itu, tetapi keinginan tulus dari caleg itu sendiri dalam memperjuangkan
masyarakat yang diwakilinya itu. Untuk itu dibutuhkan jiwa dan hati sosialnya untuk
keperluan apa dari masyarakat banyak yang memang diperlukan dan perlu dibantu
untuk menyelesaikannya. Artinya, menjadi caleg itu terdapat proses pentahapannya
dengan jangka waktu pengabdian ke partai yang tidak sebentar sehingga daerah
wilayah yang diwakilinya diketahuinya dengan jelas apa yang menjadi masalah,
kebutuhannya apa dan bagaimana menyelesaikannya. Seluruh kegiatan caleg itu
juga dapat diketahui melalui internet dengan mencantumkan program dan apa-apa
saja yang akan dan telah dilakukanya sebelum penetapan daftar calegnya yang
akan dipublikasikan oleh partai. Melalui web site dan emailnya masyarakat dapat
berinteraksi secara langsung dalam periode yang cukup untuk mengukur dan
menilainya kualitas dari caleg tersebut. Cara demikian juga adalah untuk dapat
menekan maraknya politik uang mendekati hari pemungutan suara. Sebab
semuanya sudah terekam dengan baik dalam alam pikiran masyarakat yang
diwakilinya. Dapat di duga bahwa politik uang itu adalah jalan pintas yang tidak sah
untuk memilih para caleg yang tidak terpuji.
Dengan serangkaian usaha-usaha untuk merubah pola dan cara menjadi caleg
selama ini banyak tidak diketahuinya, maka perubahan adalah pilihan yang harus
diterima. Hal ini dalam rangka mendapatkan caleg yang berkualitas dan mumpuni di
dalam menjalankan tugas-tugasnya nanti di lembaga legislatif, sekaligus juga untuk
memudahkan pemilihnya menilainya. Siapakah caleg yang memang mewakili
masyarakat yang diwakili dengan tolok ukur dan kinerja yang jelas adalah pilihan
yang haruslah dijadikan panduan dalam memilih caleg dalam hari pemilihannya
nanti. Untuk maksud itu dibutuhkan waktu yang cukup dalam menjalani dan memilih
caleg tersebut. Lakukan sosialisasi dan mendekatlah kepada masyarakat dengan
cukup waktu dan jelaskan visi dan misinya serta apa saja yang akan dilakukan
setelah nanti terpilih. Semoga dengan itu semuanya tidaklah ada lagi atau
setidaknya mulai berkurang nada skeptis yang sering terdengar bahwa suara
masyarakat dibutuhkan, tetapi setelah semuanya di dapatkannya dan duduk di kursi
dewan yang kita hormati itu seringkali masyarakat dilupakan. Untuk bertemu dan
berkeluh kesah masalah keseharian saja tidak mudah untuk tersampaikan apalagi
diselesaikan. Diharapkan hal itu tidak terjadi, namun mulailah untuk berani
merubahnya karena sesungguhnya jabatan itu ada karena masyarakat yang telah
memberikan kepecayaan kepadanya sehingga adalah lebih baik kembalikan kembali
semuanya untuk dan demi kepentingan masyarakat yang memberikan rasa percaya
itu kepadanya para wakil-wakil rakyat. Selamat bekerja para caleg yang terpilih di
tahun ini dengan semangat mengabdi untuk kesejahteraan rakyat yang diwakilinya
itu. Tidak untuk yang lainnya.