PERBUDAKAN DIGITAL DALAM ERA BIG DATA
Dosen Jurusan Hukum Bisnis (Business Law) BINUS Dr. Bambang Pratama, S.H., M.H., didaulat untuk ikut memberikan paparannya dalam “Seminar on Personal Data Protection in the Big Data Era” yang berlangsung di Hotel Mulia Jakarta, 30 Januari 2019.
Dalam paparannya, beliau mengangkat topik tentang “digital slavery” dan tantangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Menurut doktor hukum telematika dan hukum siber ini, data pribadi adalah personifikasi pribadi seseorang yang mana personifikasi adalah prinsip dari hukum benda degna asasnya droid de suite. Oleh sebab itu, apabila suatu data pribadi diperjualbelikan, maka praktik demikian sama saja dengan memperjualbelikan personifikasi manusia. Jual-beli manusia dalam konsep hukum modern dikenal dengan sebutan eksploitasi, sedangkan dalam konsep klasik dikenal dengen istilah perbudakan. Dengan demikian, Bambang Pratama menyebutnya dengen istilah penyebutan perbudakan di era digital.
Selanjutnya, beliau memberi catatan terkait keberadaan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, seperti jangka waktu perlindungan, bentuk perlindungan bagi public figures dan non-public figures, keberadaan Komisi Perlindungan Data Pribadi, data privacy officer, dan right to be forgotten. Beberapa catatan di atas menjadi penting untuk bisa diakomodasikan dalam RUU Perlindungan Data Pribadi yang saat ini sedang digodok oleh pemerintah.
Pada seminar yang diadakan oleh Kemenkominfo dan Institut Pandya Astagina ini, Bambang Pratama juga menyinggung tentang dua kiblat pengaturan perlindungan data pribadi di dunia, yaitu Uni Eropa dan Amerika Serikat. “Indonesia perlu hati-hati untuk mengambil sikap pada kedua kubu ini,” ujar dosen BINUS yang pada tahun 2018 ini sempat menggarap penelitian tersendiri untuk “right to be forgotten” bersama dengan dosen lain di Jurusan Hukum Bisnis BINUS. (***)