MELIHAT KEBIJAKAN PERTANIAN DOMESTIK DI INDONESIA
Oleh REZA ZAKI (Desember 2018)
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar yang ada di dunia dengan luas wilayah Indonesia sebesar 1,9 juta kilometer persegi. Indonesia didominasi wilayah perairan dan belasan ribu pulau dengan 5 pulau besar yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Pada tahun 2016, jumlah penduduk Indonesia mencapai 261,11 juta jiwa sehingga menjadikan Indonesia sebagai negara ke 4 terbanyak populasinya di dunia.
Data world bank menyatakan bahwa pada tahun 2016, Indonesia memiliki GDP sebesar $932,25 miliar atau 1,25% dari GDP dunia secara keseluruhan. Untuk sketor pertanian menyumbangkan sebesar 13,9% dari GDP Indonesia secara keseluruhan. Indonesia memiliki kondisi yang hampir sama dengan tiga negara sebelumnya, dimana mayoritas penduduk Indonesia juga bekerja di sketor pertanian. meskipun dengan tren yang terus menurun akan tetapi pada tahun 2016 jumlah penduduk Indonesia yang bekerja pada sektor pertanian masih menjadi mayoritas dengan persentase sebesar 31,9%. Pertanian sendiri juga merupakan sektor penting bagi Indonesia, selain karena fakta bahwa mayoritas penduduk Indonesia bekerja disektor ini, jumlah penduduk Indonesia yang terhitung banyak membuat Indonesia memiliki tantangan yang sama seperti 3 negara sebelumnya yaitu untuk menjaga ketahaanan pangan nasional.
Kebijakan terkait dengan pertanian Indonesia terbagi menjadi tiga fase besar.[1]Pertama: periode setelah merdeka hingga pertengahan tahun 1960an. Pada periode pertama, Indonesia fokus pada pemenuhan kebutuhan pangan penduduknya, selain itu periode ini juga dianggap sebagai masa persiapan Indonesia menuju revolusi hijau yang akan terlaksana diperiode selanjutnya. Bentuk bantuan yang diberikan oleh pemerintah adalah pembangunan infrastruktur pendukung pertanian seperti irigasi yang mulai banyak dibangun. Selain itu pada periode ini ada kebijakan Kasimo plan, dimana kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dengan memberikan edukasi melalui Balai Pendidikan Masyarakat Desa (BPMD) dan penerapan teknologi terbaru dalam prtanian Indonesia salah satunya lewat bibit unggul.
Pada periode kedua terjadi semasa pemerintahan orde baru, Indonesia benar-benar sudah menjalankan program revolusi hijau. Berbagai aspek yang terkait dengan usaha-usaha peningkatan produksi pertanian ditingkatkan seperti program subsidi pupuk, subsidi benih, dan pembanunan irigasi. Selain itu pada periode ini pemerintah juga aktif memberikan bantuan dan kontrol harga pada produk-produk pertanian lewat Badan Urusan Logistik (Bulog). Puncaknya, periode ini berhasil mengantarkan Indonesia mencapai swasembada pangan pada tahun 1984. Periode ini berakhir setelah pemerintahan orde baru juga berakhir yang bersamaan dengan krisis sosial dan ekonomi pada tahun 1998.
Setelah Indonesia memasuki masa reformasi, kebijakan pertanian Indonesia juga banyak berubah. Salah satu penyebabnya adalah adanya desentralisasi, pemerintah pusat tidak lagi memegang penuh kendali atas daerah. Sebelumnya, pada tahun 1996 Indonesia juga ikut dalam perjanjian pertanian (agreement on agriculture) yang dicetuskan oleh WTO sehingga kebijakan pertanian Indonesia mulai mencoba searah jalan dengan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian tersebut salah satunya adalah terkait dengan pengurangan domestic supportuntuk pertanian. Imbas dari krisis yang terjadi pada tahun 1998 juga membuat Indonesia mengurangi berbagai bentuk subsidi terhadap sektor pertanian, kebijakan ini bertahan hingga pertengahan dekade awal tahun 2000an.
Saat ini isu ketahanana pangan kembali menjadi isu yang terus diperbincangkan, pemerintah hampir setiap tahun mencanangkan untuk kembali bisa mencapai swasembada pangan. Oleh karena itu, berbagai bentuk bantuan kembali giat ditingkatkan salah satunya adalah subsdi untuk input pertaian seperti pupuk, benih, dan alsintan (alat mesin pertanian). Selain itu, pemerintah melalui Bulog juga aktif menjaga harga dengan kebijakan harga pembelian pemerintah (HPP) dimana program ini dimaksudkan untuk melindungi petani ketika harga jatuh di pasaran.
Berdasarkan data OECD menunjukan bahwa setelah tahun 2000 data producer support estimated (PSE) Indonesia terus naik. Meskipun sempat turun pada tahun 2008, akan tetapi turunnya ini disebabkan karena adanya krisis finasial dunia dan kenaikan harga BBM yang tinggi sehingga bantuan terhadap sektor pertanian menjadi terganggu. Pada tahun 2000 PSE Indonesia sebesar $1,7 miliar, kemudian pada tahun 2015 menjadi $35,96 miliar atau naik hampir 20 kali lipat. Kenaikan paling stabil terjadi dalam periode 2011 – 2015, dimana pada periode ini nilai PSE Indonesia naik rata-rata 17% per tahun. Kenaikan ini juga terlihat dari naiknya anggaran untuk subsidi input pertanian seperti pupuk dan benih setiap tahun. Dengan adanya program penguatan pangan, maka ke depannya diharapkan produksi pertanian di Indonesia dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri menuju swasembada pangan secara utuh.
[1]Effendi Pasandaran, Haryono Tri Pranadji, Reformasi Kebijakan dalam Perspektif Sejarah Politik Pertanian Indonesia. (Bogor, Badan Penelitian danPengembangan Pertanian Kementerian Pertanian, 2014), hlm 22-24.
Published at :