PAJAK (KAS NEGARA) SEBAGAI KREDITUR DENGAN HAK ISTIMEWA
Oleh ERNI HERAWATI(Desember 2018)
Pada tulisan sebelumnya telah dibahas tentang kreditur preferen dalam ketentuan umum KUH Perdata, Undang-Undang tentang Perbankan dan Undang-Undang Perasuransian. Namun demikian, membahas tentang kreditur preferen tidak akan pernah bisa dilepaskan dengan ketentuan mengenai perpajakan. Pada tulisan sebelumnya telah diuraikan bahwa ketentuan mengenai kreditur preferen atau kreditur dengan hak istimewa secara umum dapat dibaca pada Pasal 1132-1135, Pasal 1137, Pasal 1139 dan Pasal 1149 KUH Perdata. Pasal 1137 paragraf 1, menyebutkan yaitu “Hak dari Kas Negara, Kantor Lelang dan lain-lain Badan Umum yang dibentuk oleh Pemerintah, untuk didahulukan, tertibnya melaksanakan hak itu, dan jangka waktu belangsungnya hak tersebut, diatur dalam berbagai undang-undang khusus yang mengenai hal-hal itu”. Dengan demikian secara umum ditentukan bahwa hak dari kas negara berada pada urutan yang pertama dari ketentuan hak istimewa kreditur.
Undang-Undang tentang Perbankan mengatur bahwa gaji karyawan disebutkan pertama kali untuk dibayar apabila terjadi likuidasi. Undang-Undang tentang Perasuransian mengatur bahwa Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta merupakan pihak yang harus mendapatkan pembayaran terlebih dahulu dibanding kreditur lainnya apabila terjadi likuidasi terhadap Perusahaan Asuransi. Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaanreasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah. Berbeda dengan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, penegasan secara khusus terhadap hak mendahului atas harta debitur diatur dalam undang-undang No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pasal 21 menentukan bahwa:
(1) Negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang milik Penanggung Pajak.
(2) Ketentuan tentang hak mendahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pokok pajak, sanksi administrasi berupa bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak.
(3) Hak mendahulu untuk utang pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap:
- biaya perkara yang hanya disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barangbergerak dan/atau barang tidak bergerak;
- biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud; dan/atau
- biaya perkara, yang hanya disebabkanoleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.
(3a) Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, bubar, atau dilikuidasi maka kurator, likuidator, atau orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan dilarangmembagikan harta Wajib Pajak dalam pailit, pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau kreditur lainnya sebelum menggunakan harta tersebut untuk membayar utang pajak Wajib Pajak tersebut.
Dengan demikian, maka saat debitur dalam keadaan pailit, bubar, atau likuidasi jelas diatur bahwa harta debitur dilarang untuk dibagikan sebelum harta tersebut digunakan untuk membayar utang pajak. Undang-undang ini secara tegas menempatkan kewajiban atas utang pajak adalah yang paling utama harus dibayar dari harta debitur. (***)
Published at :
SOCIAL MEDIA
Let’s relentlessly connected and get caught up each other.
Looking for tweets ...