People Innovation Excellence

PANDANGAN REALISME HUKUM DARI JEROME FRANK

Oeh VIDYA PRAHASSACITTA (November 2018)

Pandangan realisme hukum (legal realism) berasal dari pandangan neopositivisme. Pandangan yang bermula dari pandangan positivisme yang berpangkal pada empirisme yang mengunggulkan ilmu pengetahuan ilmiah. Tokoh-tokoh dalam positivisme seperti Jerremy Bentham, John Stuart Mill, Adolf Merkel, dan John Austin menghindari semua ucapan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Pada abad XX mulai perkembangan di mana pandangan bahwa pengetahuan bukan ilmah tidak dapat dipercaya menyebabkan para filsuf mencari jalan keluar dari masalah pengetahuan dengan menyelidiki isi pengertian dan bahasa secara mendalam. Inilah yang membedakan pandangan neopositivisme dengan pandangan positivisme di mana pandangan neopositivisme memberi perhatian yang lebih besar kepada logika dan kepada hubungan yang era tantara logika dan bahasa.

Di Amerika Serikat, empirisme memiliki bentuk sendiri yaitu aliran pragmatism yang menyangkal kemungkinan untuk manusia dapat mengetahui teoritis yang benar. Perlu dilakukan penyelidikan atas ide-ide dalam praktik hidup. Hal ini dimulai pada awal abad XIX tatkala ilmu pengetahuan empiris dan teknologi sangat mendominasi perkembangan masyarakat Amerika Serikat dan dengan perkembangan ini melahirkan pergerakan intelektualitas yang mempengaruhi filsafat dan ilmu sosial, bahkan logika. Hal tersebut dipergunakan menerangkan dan memperbesar pengetahuan secara empirik dan untuk memberikan solusi praktis terhadap permasalahan sosial. Sikap pragmatism di Amerika Serikat tersebut dianggap sebagai realistis. Beberapa filsuf american legal realism antara lain O.W.Holmes, J. Frank, K.Llewellyn dan W. Twining. Pemikiran mereka memiliki pengaruh besar di awal abad ke XX dimana di Amerika Serikat terjadi pergerakan dari sangat individualis ke bentuk masyarakat yang kolektif.  Lebih lanjut bagi American legal realism, yang terpenting adalah apa yang diperlakukan hukum secara aktual. Pihak yang menjalankan hukum hanya terbatas pada hakim dan pihak-pihak yang berada di pengadilan. Merekalah yang dipandang sebagai pembuat hukum. Oleh karenanya kaidah-kaidah hukum merupakan generalisasi dari kekuatan para hakim. Ilmu hukum harus berpedoaman kepada hakim.

Salah satu tokoh American Legal Realism adalah Jerome New Frank, lahir di New York 10 September 1889. Ia merupakan seorang advokat praktek, peneliti dan pernah menjabat sebagai chairman of the Securities and Exchange Commission pada tahun 1939 sampai dengan tahun 1941 dan federal appellate judge of the United States Court of Appeals for the Second Circuit sejak tahun 1941 sampai dengan ia meninggal tahun 1957. Salah satu bukunya yang terkenal adalah Law and the Modern Mind dan menjadi jurisprudential bestseller dan mendapat kritik yang luas.

Apa yang disebut realisme Frank adalah adanya kesamaan tentang sebuah ikatan negatif karakteristik yaitu skeptisme terhadap teori hukum konvensional. Skeptisme yang disimulasikan untuk sebuah semangat mereformasi untuk kepentingan keadilan dari cara pandang pengadilan.

Frank mengungkapkan “rule skeptics” yang bertujuan untuk mewujudkan kepastian hukum yang lebih besar. Terdapat pandangan bahwa ketika para sarjana hukum mengajukan suatu gugatan mereka seharusnya dapat memperdikasi putusan pengadilan terhadap klien mereka, padahal mereka tidak dapat menjamin mengenai bagaimana putusan pengadilan tersebut. Skeptisme ini dilihat sebagai suatu permasalahan karena “paper rules” atau peraturan hukum formal yang disampaikan dalam pendapat pengadilan sering tidak dapat dijadikan petunjuk untuk mempredikasi putusan pengadilan. Sebaliknya “real rules” yaitu diskripsi atas ketidakseragaman atau peraturan dalam perilaku judisial yang sebenarnya dan real rules ini akan lebih dapat dihandalkan untuk menjadi sebuah instrument prediksi. Rule skeptics terfokus secara ekslusif hampir di pengadilan yang lebih tinggi yaitu pengadilan banding yang bertujuan untuk mencari makna terhadap akurasi tabakan atas putusan banding.

Di kelompok yang lain terdapat “fact skeptics”  yang kepentingan utamanya adalah dalam sidang pengadilan (pengadilan tingkat pertama). Kemudian bersama dengan rule skeptics mereka mensimulasikan faktor kepentingan, memperngaruhi putusan banding, di mana sering pendapat dari pengadilan tidak memberikan petunjuk. Seberapa tepat dan ditentukannya kemungkinan peraturan hukum formal, seberapa ditentukannya ketidakseragaman dibalik peraturan hukum formal, pada akhirnya akan mustahil karena ketidaksepahaman akan fakta-fakta dan hal tersebut tidak pernah diterapkan atau dicoba untuk dipergunakan untuk untuk memprediksi keputusan ditingkat banding. Fact skeptics berpandangan bahwa oleh karena pengejaran akan peningkatan yang besar akan kepastian hukum lebih tepatnya bertujuan meningkatkan keadilan judisial.

Frank memilih fact skeptics. Alasannya jika suatu diterima sebagai kebenaran diskripsi konvensional dari bagaimana pengadilan memperoleh keputusan, maka keputusan atas suatu hasil gugatan dari aplikasi sebuah peraturan hukum atau peraturan fakta dari gugatan. Pendapat Frank tersebut terlihat dalam khususnya ketika kesaksian sangat penting pada persidangan disampaikan secara oral dan bertentangan, maka persidangan pengadilan menemukan fakta-fakta yang melibatkan sebuah faktor multideminsional yang sukar pahami. Terdapat dua hal. Pertama, hakim akan mempelajari mengenai fakta tentang saksi dan saksi yang merupakan manusia sering kali melakukan kesalahan dalam melakukan observasi. Kedua, hakim dan juri juga merupakan manusia yang memiliki prasangka terhadap saksi, pihak lain dalam perkara atau pengacara dan jaksa. Prasangka bisa didasarkan pada rasial, agama, politik, ekonomi yang terkadang diduga oleh pihak lain. Akan tetapi terdapat ketidakkesepakatan bias yang tersembunyi dari hakim dan juri. Bias yang tidak disadari, dirahasiakan dan sangat tinggi ideosymatic yang tidak dapat diformulasikan sebagai ketidaksepahaman atau disarikan ke dalam pola perilaku yang teratur baik dari hakim atau pun juri.

Tantangan untuk mengubah putusan pengadilan tersebut adalah ketidakmampuan untuk meramalkan hal tertentu apa yang dipercaya sebagai fakta oleh hakim atau pun juri. Kesulitan ini telah diabaikan oleh sebagai besar mereka yang memulis tentang kepastian hukum atau prediksi dari putusan (pengadilan). Mereka menulis tentang jurisprudance tetapi tidak mempertimbangkan bahwa hakim dan juri adalah pihak yang mencari jurisprudance tersebut. Kebanyakan dari mereka mengabaikan satu fitur yang membingungkan. Berdasarkan diskripsi konvensional, penilaian dalam sebuah persidangan terdiri dari dua komponen yang secara logikal menjadi satu menghasilkan putusan. Pertama, mementukan fakta-fakta dan kedua, menentukan hukum apa yang akan diaplikasikan terhadap fakta-fakta tersebut. Kenyataannya kedua komponen tersebut tidak dibedakan tetapi terjalin melalui proses persidangan hakim dan juri. Tidak terdiferensiasi komposisi dalam analisis maupun penjabaran dalam fakta atau peraturan. Hal ini membuat suatu putusan tanpa dilengkapi dengan penjelasan dan mungkin dapat salah didiskripsikan.

Kebanyakan dari lawyers (advokat dan jaksa) merupakan korban dari mitos pengadilan banding. Mereka tertipu dengan percaya pada dua kolerasi kesalahan. Pertama, mereka percaya bahwa kebanyakan disebabkan ketidakpastian hukum adalah ketidakpastian undang-undang, maka apabila undang-undang jelas keraguan akan putusan yang akan dating akan hilang. Kedua, mereka percaya bahwa dengan banding, semua kesalahan yang dibuat oleh pengadilan tingkat bawah akan dapat diperbaiki oleh pengadilan banding. Faktanya mayoritas penyebab kepastian hukum adalah ketidakjelasan fakta atau yang disebut sebagai ketidaktahuan.

Preseden tidak dapat menjamin stabilitas dan kejelasan, namun hal ini dipandang masih  menjanjikan untuk beberapa orang yang membatasi keamanan pada putusan banding. Berdasarkan fakta dari kasus yang diketahui sebelumnya cukup menyerupai pada kasus yang sebelumnya maka apakah peraturan tersebut dapat diterapkan? Jika menyerupai, apakah peraturan tersebut bisa dimodifikasi atau diabaikan? Meskipun advokat dan jaksa tidak dapat memprediksi seluruhnya atas putusan pengadilan banding namun setidaknya mereka bisa memprediksi sebagian besar. Ketika persidangan di pengadilan, para pihak setuju atas fakta, maka fakta tersebut tidak diperselisihkan maka pengadilan banding hanya akan menghadapi pertanyaan yang sama lagi di mana mereka tidak dapat menjawabnya. Hal ini dikarenakan tidak ada seorang pun yang tahu fakta apa yang akan dicari dari pengadilan maka tidak ada seorang pun dapat menebak preseden apa yang seharusnya diikuti oleh siding pengadilan arau jika terjadi banding. Kelemahan dari doktrin preseden ini menjadi lebih jelas ketika terjadi peraturan dan fakta menjadi tergabungkan atau terjalin dalam putusan pengadilan. Kelemahan ini juga akan berdampak pada  substansi dari preseden sistem yang didasarkan pada real rules di mana rule skeptics akan ditemukan melalui berbagi ilmu sosial. Untuk tidak ada peraturan dapat menjadi tertutup rapat terhadap gangguan atas kesalahan atau ketidakakuran keterangan lisan dimana hakim atau juri percaya.

Kesimpulan dari pandangan Frank adalah hukum dicerminkan dari perilaku ahli hukum (lawyer) yang bekerja di pengadilan, terutama pengadilan tingkat bawah dan yang lebih tinggi (banding). Hukum dipandang sebagai suatu kumpulan fakta-fakta yang disampaikan di pengadilan dan dipilih baik oleh hakim atau juri yang kemudian dimasukkan ke dalam putusan pengadilan. Ketidakpastian akan hukum terjadi karena ketidaktahuan akan pola persamaan atau ketidaksamaan fakta-fakta yang dijadikan pertimbangan atau masukan dalam putusan pengadilan. Hal ini menjadi permasalahan untuk menciptakan kepastian hukum. Keadilan dalam pandangan Frank merupakan keadilan yudisial, yang tercermin dalam putusan pengadilan. Oleh karenanya kepastian hukum pada akhirnya akan menciptakan keadilan yudisial. (***)



Published at :
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close