FGD KETIGA DI NATIONAL UNIVERSITY OF SINGAPORE
Dalam rangka menyelesaikan penelitian tentang Right to be Forgotten,yang dilakukan antara dosen dan mahasiswa Business Law, Bambang Pratama bersama dengan Reinhard Christian Surya berkunjung ke National University of Singapore (NUS) pada tanggal 23 Agustus 2018. Pertemuan dengan NUS difasilitasi oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Singapura melalui Atase Pendidikan Ibu Veronica Enda Wulandari dan Staf-nya Bapak Fuad Fahmi. Kedatangan ke NUS disambut baik oleh Richard Choong (Director Chief Data Protection Officer), Elissa CHIA (Manager Dean’s Office), Ang Leong Boon (Associate Director, NUS IT), ANG Eng Loo Jonathan (Senior Executive Community Engagement).
Topik yang didiskusikan dalam FGD terkait perlindungan data pribadi dan right to be forgotten. Beberapa hal menarik yang menjadi bahan diskusi adalah tentang profesi baru di bidang perlindungan data pribadi yaitu Data Privacy Officer, yang mana kebetulan Mr. Choong adalah salah satu orang yang memiliki sertifikasi CIPP/A, CIPM, FIP. Penjelasan tentang undang-undang data privasi di Singapura dijelaskan dengan rinci oleh Mr Choong.
Ketentuan tentang right to be forgotten adalah subset dari perlindungan data privasi. Oleh sebab itu hal yang perlu diatur secara jelas adalah perlindungan data privasi, yang kemudian di dalamnya diatur tentang right to be forgotten. Berkaca kepada kondisi Indonesia, maka kemunculan konsep right to be forgotten menjadi seolah-olah lompat karena konsepnya yang tiba-tiba muncul.
Salah satu keunikan undang-undang di Singapura adalah ketentuan tentang ‘do not call’ yang melarang telemarketing menghubungi nomor yang termasuk ke dalam list do not call. Ketentuan lainnya dalam undang-undang data privasi Singapura adalah tentang pengecualian lembaga negara (public agency) dan tidak ada kategorisasi atas suatu data pribadi. Ketiadaan kategorisasi tentang data privasi karena dalam undang-undang segala informasi yang dapat mengidentifikasikan seseorang maka termasuk ke dalam data privasi. Dengan luasnya definisi yang dibuat, maka kategorisasi menjadi tidak diperlukan. Hal ini berbeda dengan RUU Data Privasi di Indonesia yang menyebutkan kategorisasi tentang data privasi.
Untuk menjaga perlindungan data privasi, NUS telah membentuk struktur organisasi perlindungan data, sehingga secara struktur organisasi di NUS telah comply dengan standar internasional tentang perlindungan data privasi. Untuk memperkuat proteksi data privasi, selain kelembagaan, secara teknikal IT juga diperkuat dengan meningkatkan sistem keamanan pada sistem IT di NUS. Selain kelembagaan, dan teknikal IT diperlukan juga kesadaran tentang perlindungan data privasi di NUS, sehingga berbagai program sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran (awareness) tentang perlindungan data pribadi juga dilakukan baik kepada dosen, staf, dan mahasiswa. Belajar dari kondisi NUS seharusnya perguruan tinggi di Indonesia juga melakukan hal yang sama, sehingga dalam tata kelola data pribadi telah berstandar internasional.
Selain diskusi tentang data privasi, potensi kerjasama antara Business Law Department Binus University dengan NUS juga dijajaki, baik bagi mahasiswa maupun bagi dosen. Harapannya FGD dan hubungan baik antara Binus dengan NUS dapat berjalan dan berkembang tidak hanya di bidang penelitian, tetapi juga dalam bidang pengajaran, pengabdian pada masyarakat, dan pengembangan diri dosen Business Law, sejalan dengan catur dharma perguruan tinggi yang ditetapkan oleh Binus University. (***)
Published at :