Oleh ERNA RATNANINGSIH

Melalui media sosial perkwinan antara warga negara asing dan warga negara Indonesia menjadi viral dikarenakan beberapa WNI ini tinggal di pedesaan dan hanya berkenalan dengan calon pasangannya melalui dunia maya. Perkawinan WNI dan WNA ini banyak yang mendoakan hingga “nyinyir” karena perbedaan status sosial dan fisik diantara pasangan beda kewarganegaraan ini. Salah satunya adalah Rini asal Wonogori, tamat SMP, bekerja sebagai baby sitter di Jakarta menikah dengan Ezra warga negara Selandia Baru yang bekerja di Australia sebagai manajer perusahaan ritel dan berwajah tampan.[i]Melihat fenomena ini, penulis akan memaparkan tentang ketentuan hukum tentang perkawinan antara warga negara Indonesia dan warga negara asing yang dilaksanakan di Indonesia maupun di luar negari.

Definisi dan Syarat Perkawinan Campuran

Perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang di Indonesia yang tunduk pada hukum yang berlainan karena perbedaan kewarganegaraan. Perkawinan campuran yang ada di Indonesia harus memenuhi syarat-syarat perkawinan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu : “ (1) Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. (2). Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.Setelah syarat-syarat terpenuhi calon suami-isteri meminta kepada pegawai pencatat perkawinan untuk memberikan surat keteraan terpenuhinya syarat-syarat dan tidak ada rintangan untuk melangsungkan perkawinan.

Perkawinan Campuran yang dilaksanakan di Indonesia

Dalam contoh kasus diatas, perkawinan yang dilaksanakan oleh WNI dan WNA asal Selandia Baru tersebut dilaksanakan dengan hukum Islam. Sebelumnya WNA Selandia Baru telah berpindah ke agama calon mempelai perempuan yaitu Islam. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 UU Perkawinan maka perkawinan ini adalah sah karena telah dilaksanakan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya yang kemudian dicatatkan ke Kantor Urusan Agama (KUA) setempat.

Sebelum perkawinan dilaksanakan calon suami atau isteri yang memiliki kewarganegaraan asing harus melengkapi dokumentasi atau surat-surat dari negara asalnya yang menyatakan bahwa ia dapat kawin dengan warga negara Indonesia. Untuk mengetahui dokumen atau surat apa saja yang harus dipernuhi, calon suami atau isteri dapat menghubungi dapat menghubungi kedutaan negara asalnya di Indonesia. Perkawinan tersebut wajib dilaporkan paling lambat 60 hari sejak sejak tanggal perkawinan kepada instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan. Instansi pelaksana apabila dilaksanakan perkawinan selain agama Islam adalah Kantor Catatan Sipil.

Perkawinan Campuran yang dilaksanakan di Luar Negeri

Perkawinan yang dilaksanakan di luar wilayah Indonesia wajib dicatatkan di Instansi yang berwenang dinegara setempat dan dilaporkan ke perwakilan Republik Indonesia (KBRI) di negara dilangsungkan perkawinan. Apabila negara setempat tidak menyelenggarakan perkawinan bagi orang asing maka pencatatan dilakukan di KBRI setempat yang kemudian mencatatkan peristiwa perkawinan dalam buku register Akta Perkawinan dan menerbitkan kutipan Akta Perkawinan. Pasangan suami-isteri harus mencatatkan perkawinan yang telah dilaksanakan di luar negeri kepada Kantor Catatan Sipil setempat paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak yang bersangkutan kembali ke Indonesia.

REFERENSI

[i]https://regional.kompas.com/read/2018/01/30/11354581/kisah-haru-perjuangan-bule-selandia-baru-nikahi-gadis-asal-wonogiri?page=all