AKTA NIKAH DAN ITSBAT NIKAH
Oleh ERNA RATNANINGSIH
Dalam siklus kehidupan manusia sejak lahir sampai meninggal selalu bersentuhan dengan hukum. Seseorang ketika lahir maka akan mengurus dan mendapatkan akta kelahiran, akta kelahiran inilah yang akan menjadi bukti dalam pengurusan masuk sekolah, setelah selesai sekolah maka seseorang menikah dan wajib mengurus akta nikah (perkawinan) dan terakhir adalah akta kematian yang akan menjadi dasar dari dibukanya warisan yang akan dibagikan kepada para ahli waris. Peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian penting ini akan menentukan status seseorang. Sehingga semua peristiwa atas kejadian tersebut dibukukan dan didaftarkan sehingga orang tersebut maupun orang yang berkepentingan mempunyai bukti atas terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut yang berdampak pada hak dan kewajibannya dihadapan hukum.
Demikian pula keberadaan akta nikah akan berakibat pada hak-hak isteri untuk mendapatkan harta gono-gini, nafkah lahir-batin, warisan jika suami meninggal dunia. Akta nikah ini menjadi pegangan (bukti) bahwa seorang isteri adalah benar bersuamikan seseorang yang tertera di dalam akta nikah tersebut. Namun tidak semua orang memiliki akta nikah yang disebabkan oleh berbagai hal sebagaimana telah dijelaskan dalam tulisan sebelumnya tentang “Perkawinan Di Bawah Tangan (Nikah Siri) dan Akibat Hukumnya”. Terdapat upaya hukum yang dapat dilakukan jika seseorang tidak memiliki bukti akta pernikahan/akta perkawinan khusus bagi yang beragama Islam diatur dalam Pasal 7 Kompilasi Hukum Islam (Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991 tetang Penyebarluasan Kompilasi hukum Islam). Itsbat Nikah adalah cara yang dapat ditempuh oleh pasangan suami isteri yang telah menikah secara sah menurut agama untuk mendapatkan pengakuan dari negara atas pernikahan yang telah dilangsungkan oleh keduanya beserta anak-anak yang lahir selama perkawinan, sehingga perkawinan tersebut berkekuatan hukum.
Itsbat nikah dapat diajukan ke Pengadilan Agama hanya terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan :
- Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian.
- Hilangnya akta nikah.
- Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya UU No. 1 Tahun 1974.
- Adanya perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974.
Yang berhak mengajukan permohonan itsbat nikah ialah suami atau isteri, anak-anak mereka, wali nikah dan pihak yang berkepentingan dengan perkawinan itu.
Jadi jika seseorang melangsungkan perkawinan siri atau dibawah tangan, itsbat nikah dapat dilakukan dalam rangka penyelesaian perceraian. Selain itu, untuk mendapatkan kepastian hukum perlu dilakukan perkawinan ulang menurut ketentuan agama yang dianut. Kemudian dicatatkan dihadapan pejabat yang berwenang Kantor Urusan Agama atau Kantor Catatan Sipil.
Published at :