PERKEMBANGAN ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN
Oleh ERNI HERAWATI (Juli 2018)
Salah satu asas dalam perjanjian adalah asas konsensualisme, yaitu perjanjian dianggap telah terbentuk pada saat konsensus (perjumpaan kehendak) antara pihak-pihak yang mengadakan kontrak.[1]Artinya, perjanjian lahir ketika dicapainya kata sepakat. Prinsip ini tertuang dalam Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat sahnya perjanjian. Sepakat yang dimaksud dalam pasal ini tidak harus dituangkan dalam bentuk tertulis namun dapat dilakukan secara lisan. Terbentuknya konsensus seringkali disertai dengan tidak adanya kedudukan yang seimbang dari para pihak yang menyepakati kontrak. Dalam perjanjian juga dikenal asas kebebasan berkontrak. Asas ini menurut Herlien Budiono merupakan landasan bagi mengikatnya suatu perjanjian bagi para pihak. Dengan demikian, kedua asas ini saling terkait untuk dapat membentuk sebuah kontrak. Selain asas-asas tersebut, dalam perkembangan dilakukannya perjanjian terdapat asas yang cukup penting untuk dikembangkan, yaitu asas keseimbangan. Asas ini tidak diatur dalam KUH Perdata yang merupakan tinggalan Pemerintah Hindia Belanda. Menurut Herlien Budiono, perlu adanya penggalian asas yang berlaku di masyarakat Indonesia berdasarkan kesadaran hukum Indonesia dan juga hukum adat, yaitu gotong royong, kekeluargaan, rukun, patut, pantas, dan laras. [2]
Badrulzaman mengatakan asas ini sebagai asas persamaan hukum. Menurutnya, para pihak berada dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan dan mengharuskan kedua belah pihak untuk saling menghormati satu sama lain sebagai sesama ciptaan Tuhan YME. [3]Dalam uraian tersebut, Badrulzaman tidak menjelaskan apakah prinsip ini berasal dari KUH Perdata atau bukan.
Menurut Nieuwenhuis, sebagaimana dikutip oleh Syaifuddin:[4]
“…dalam kontrak timbal balik, kualitas dari prestasi akan dijustifikasi oleh tertib hukum. Namun demikian, kontrak harus “ditolak” jika kedudukan faktual satu pihak terhadap pihak lainnyaadalah lebih kuat, karena dapat mempengaruhi cakupan muatan isi maupun maksud dan tujuan kontrak. Akibat ketidaksetaraan prestasi dalam kontrak bertimbal balik ialah ketidakseimbangan, sehingga dapat menjadi alasan bagi pihak yang dirugikan untuk mengajukan tuntutan ketidakabsahan kontrak…”
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Agus Yudho Hernoko mengenai asas keseimbangan dalam kontrak komersial, secara singkat dapat disimpulkan bahwa keseimbangan berlaku sepanjang proses pembuatan kontrak sampai pelaksanaan kontrak. Hal ini dikarenakan agar terjamin proses negosiasi yang fair, kesetaraan hak, terjamin distribusi pertukaran hak dan kewajiban sesuai proporsinya, dan sebagai pengukur kadar berat ringannya beban pembuktian.[5]
Perkembangan asas ini menunjukkan bahwa kebutuhan adanya keseimbangan dan kesetaraan kedudukan merupakan syarat utama terciptanya perjanjian. Perlu adanya pemahaman mengenai berlakunya asas tersebut oleh para pihak dalam perjanjian agar tidak terjadi ketidakabsahan dalam kontrak akibat tidak dipenuhinya kesetaraan dalam membuat kontrak seperti yang disampaikan oleh Nieuwenhuis.
REFERENSI
[1]Herlien Budiono. (2014). Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan (Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti) hlm. 29
[2]Ibid, hlm. 32-33
[3]Mariam Darus Badrulzaman. (2015). Hukum Perikatan dalam KUH Perdata Buku Ketiga, Yurispridensi, Doktrin, serta Penjelasan (Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti) hlm 89.
[4]Muhammad Syaifuddin. (2012). Hukum Kontrak: Memahami Kontrak dalam Perspektif Filsafat, Teori, Dogmatik, dan Praktik Hukum (Bandung: Mandar Maju) hlm. 98
[5]Agus Yudha Hernoko. (2014). Hukum Perjanjian, Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial (Jakarta: Prenadamedia Group) hlm. 323