DOSEN BINUS SEBAGAI MEDIATOR KASUS ADAT DI PAPUA
Dosen Jurusan Hukum Bisnis (Business Law) BINUS, Dr. Ahmad Sofian, S.H., M.A. mendapat undangan khusus ke Pulau Biak, Papua, guna memediasi kasus perebutan anak antara dua keluarga besar dari orang tuanya. Kehadiran Dr. Ahmad Sofian pada tanggal 3 Mei 2018 adalah atas undangan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Kasus ini bermula dari sepasang suami isteri warga adat di Biak, Papua bernama YMA (isteri) dan HMM (suami) yang memiliki satu orang anak perempuan yang bernama GEAM. Pasangan tersebut tidak pernah mencatatkan pernikahannya di Kantor Pencatatan Sipil, namun hubungan keduanya diakui oleh kedua keluarga besarnya sebagai hubungan yang sah layaknya sebagai suami isteri. Sebagai bukti pengakuan ini, mereka bisa tinggal bersama dalam satu rumah. Dari hubungan ini lahirlah dua orang anak, satu di antaranya telah meninggal dunia, sedangkan satu orang lagi yaitu GEAM lahir pada tanggal 11 November 2018 dan mempunyai akta kelahiran.
Setelah sekian lama berumah tangga, pasangan ini memutuskan berpisah. GEAM menjadi rebutan untuk mendapatkan pengasuhan dari keluarga YMA dan HMM. Akibat perebutan ini sempat terjadi gesekan dan konflik yang berkepanjangan, sehingga GEAM harus berpindah-pindah dari keluarga YMA dan HMM. Konflik ini tidak hanya terlokalisasi di antara keduanya, melainkan sudah memasuki ranah adat setempat, sehingga patut dicegah agar tidak sampai meluas menjadi sengketa horisontal antar-masyarakat.
Atas konflik ini, telah terjadi tiga kali mediasi. Hasil kesepakatan ini pun tidak dipatuhi karena adanya saling klaim bahwa kesepakatan dibuat dalam paksaan. Selain itu, pihak perempuan pun melaporkan pihak laki-laki ke polisi dengan tuduhan melakukan penculikan anak. Pihak laki-laki mengklaim pihak perempuan tidak dapat merawat dan mengasuh GEAM. Oleh karena itu dibuat lagi mediasi yang ketiga.
Kegagalan atas mediasi maupun hasil mediasi yang tidak disapakati ini, sehingga Kementerian Pemberdayaan Perempuan meminta Dr. Ahmad Sofian menjadi mediator dan memberikan pendapat hukum di kantor Polres Biak. Pertemuan ini lebih menititikberatkan pentingnya penyelesaian kasus ini sehingga tidak ada lagi pelanggaran atas kesepakatan yang telah dibuat. Proses hukum nasional akan digunakan jika proses hukum adat tidak mampu menyelesaikan masalah ini, sehingga dimungkinkan untuk memeriksa para terlapor termasuk saksi-saksi lainnya. Pertemuan difasilitasi oleh Polres Biak dengan pimpinan pertemuan dilakukan oleh Kombes Nyoman, Direktur Narkoba Polda Papua. Pertemuan ini dihadiri oleh wakil-wakil keluarga laki-laki dengan juru bicara Ofram Manggaprouw, ayah kandung HMM dan beberapa orang sesepuh lainnya. Kemudian dari pihak perempuan hadir YMA, ayah kandungnya, abang ipar, dan beberapa orang lainnya termasuk kakak kandung Yolanda.
Dalam forum mediasi kali ini juga hadir Asisten Deputi Kekerasan dan Eksploitasi Anak, Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Ibu Rini Handayani), Kabid Eksploitasi Anak Ibu Anisa, Ahli Hukum Perlindungan anak dari BINUS, Ahmad Sofian, Polda Metro Jaya, Mabes Polri dan Staff Khusus Menteri Bapak Benny Bernard Arnoldo. Dari Polda Papua hadir Kombes Nyoman, Wakapolres Biak, Kasatreskrim Polre Biak dan beberapa penyidik. Selain itu, juga hadir Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Biak.
Dalam pertemuan disepakati beberap butir :
- Pemaparan pimpinan rapat tentang pentingnya penyelesaian yang tidak menimbulkan konflik antara kedua belah pihak dan penyelesaian masalah ini tiak berkepanjangan yang menyita banyak waktu. Kasus ini juga menjadi perhatian Ibu menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sehingga beliau mengutus tim dari Jakarta untuk membantu penyelesaian kasus ini.
- Pelanggaran kesepakatan mediasi disebabkan karena komunikasi yang tidak dibangun harmonis antara kedua belah pihak, sehingga pandangan negative atas sikap kedua belah masih berlangsung. Selain itu, masih muda seringa terjadi permusuhan antara keluarga sehingga mengorbankan GEAM. Egoisme juga masih menyelimuti keluarga kedua belah pihak, sehingga acapkali saling menyalahkan terjadi. Tidak ditemukan alasan yang kuat mengapa kesepakatan mediasi tanggal 17 Oktober 2017 masih terjadi. Yang ada adalah menyalahkan satu sama lain.
- Ketidakhadiran HMM dalam pertemuan kali ini sempat dipersoalkan Kombes Nyoman dan keluarga pihak perempuan sehingga Polres berinisiatif mempertemukan antara HMM dan YMA dalam waktu dekat untuk mengetahui lebih jauh bagaimana sikap mereka terhadap GEAM dan masa depannya.
- Hal penting yang dihasilkan dari pertemuan ini adalah pihak Polres Biak diminta meindaklanjuti laporan yang dilakukan oleh pihak keluarga perempuan yaitu dugaan adanya pengambilan secara paksa GEAM oleh ayah HMM. Laporan ini akan diproses jika tidak ada perdamaian antara kedua belah pihak sesuai dengan hasil mediasi tanggal 17 Oktober 2017.
- Ada keinginan yang sangat kuat agar YMA untuk mengasuh GEAM, dan bertemu kembali dengan anak tesebut.
- Pertemuan ini ditutup dengan permintaan Kombes Nyoman agar kasatreskrim Polres Biak memanggil kembali kedua belah pihak sehingga dapat penyelesaian kasus ini tidak berlarut-larut.
Setelah pertemuan ditutup oleh Kombes Nyoman, keluarga YMA dan keluarganya serta keluarga HMM dipanggil oleh Kasatreskrim Porler Biak. Sementara itu Tim dari Jakarta berangkat menuju rumah Ibu Menteri di selatan Biak. Pertemuan berlangsung rileks dan santai. Tim menyampaikan hasil pertemuan di Polres Biak. Pandangan dari Ibu Menteri adalah: (1) mendukung agar upaya hukum nasional dikedepankan jika upaya hukum adat gagal dalam menyelesaikan masalah ini; dan (2) mempertimbangkan agar pidana bisa diberikan kepada pihak laki-laki yang telah melakukan upaya paksa memindahkan GEAM. Dengan demikian, di kemudian hari tidak terjadi lagi kasus-kasus seperti ini. (***)