PRINSIP-PRINSIP PENGHUKUMAN DALAM DELIK KARTEL
Oleh AHMAD SOFIAN (April 2018)
Tindak pidana kartel dapat digolongkan sebagai tindak pidana khusus terutama yang terjadi dalam lapangan ekonomi atau bisnis sehingga sering juga disebut sebagai delik ekonomi atau delik bisnis. Delik bisnis menurut Romli Atmasasmita memiliki dua sisi hukum yaitu sisi hukum pidana dan sisi hukum perdata (Romli Atmasasmita, 2014). Jika kita mendalaminya secara akademik, maka dua sisi hukum yang berbeda tersebut memiliki tujuan dan sifat yang berbeda. Hukum perdata lebih banyak melindungi kepentingan perorangan dan atau korporasi sementara hukum pidana mementingkan perlindungan kepentingan umum atau masyarakat luas dengan sifat memaksa bagi yang melanggarnya. Oleh karena, delik bisnis ini masuk dalam kategori delik khusus maka pengaturannya pun berada di luar KUHP, meski ada kemiripan dengan delik yang ada di KUHP namun dalam banyak hal mengalami kesulitan dalam menerapkannya. Pidana yang diberikan pun tidak memuaskan sehingga akan dicari pengaturannya di luar KUHP.
Kartel sebagai bagian delik bisnis (business crime) memiliki beberapa ciri diantaranya bahwa kejahatan tersebut memanfaatkan korporasi sebagai aktor atau tempat menampung hasil kejahatan tersebut. Dengan demikian korporasi dijadikan sebagai pelaku (dader) dalam mewujudkan kejahatan tersebut. Tentu saja dalam mewujudkan delik tersebut, korporasi diwakili oleh pelakunya. Pelaku yang melakukan kejahatan ini tidak saja melibatkan satu entitas bisnis, tetapi lebih dari satu sehingga mereka benar-benar mengendalikan peredaran harga barang/jasa. Bahkan dalam beberapa kasus, pemilik menjadi pengendali untuk melakukan kejahatan kartel. Ciri lain yang dimiliki oleh kejahatan kartel ini adalah dampak yang dirasakan oleh masyarakat. Kepentingan perlindungan hukum masyarakat khususnya konsumen dilanggar. Dampaknya tidak saja dirasakan sekelompok kecil masyarakat tetapi meluas. Selain itu, kepentingan negara juga dilanggar dalam delik kartel ini, karena jelas-jelas melanggar norma hukum yang telah ditetapkan dalam melakukan fair competition. Dalam beberapa kasus aktivitas delik ini melibatkan Multi-National Corporation (MNC) yang memiliki jaringan kerja di beberapa negara, sehingga menimbulkan kompleksitas hukum juga dalam mengatasinya, terutama yang terkiat dengan prinsip territorial dan ekstra-teritorial.
Delik kartel yang merupakan bagian dari delik yang ada di dalam hukum persaingan usaha tidak memiliki asas atau prinsip-prinsip khusus, sehingga dalam menemukan prinsip-prinsip atau asas ini dapat ditarik dari genus delik ini yaitu delik-delik yang ada di dalam persaingan usaha yang tidak sehat dan mengkombinasikan dengan prinsip-prinsip yang ada di dalam hukum pidana khusus.
Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Harold Houba, Evgenia Moschenkova dan Quan Wen (2014) menjelaskan bahwa paling sedikit ada 5 prinsip utama delik persaingan usaha yang tidak sehat ini yaitu: punishment fit the crime, principle of proportionality, legal ceilings and bankruptcy considerations, minimum fines, modeling legal antitrust principles. Kelima prinsip ini lebih banyak berbicara tentang sanksi bagi pelaku delik persaingan usaha tidak sehat termasuk di dalamnya kartel. Sanksi yang disarankan adalah berupa denda dan bukan pidana kurungan dengan asumsi pelaku kartel adalah koporasi dan bukan perorangan. Di banyak negara termasuk Jepang dan Amerika, pelaku tindak pidana kartel yang berbentuk korporasi hanya dapat dipidana denda, namun jika pelakunya adalah perorangan maka jenis pidananya bisa denda dan penjara. Berikut ini akan dijelaskan secara singkat prinsip-prinsip penghukuman bagi pelaku kartel.
Prinsip yang pertama adalah punishment fit the crime dapat diartikan sebagai ada keseimbangan hukuman terutama hukuman denda yang besar atas kejahatan yang besar juga. Umumnya prinsip ini berbicara tentang perbuatan yang dilakukan oleh pelaku kartel yang menimbulkan kerugian sehingga kerugian yang ditimbulkan tersebut harus dihitung lalu hukuman yang dijatuhkan seimbang dengan kerugian yang ditimbulkan atas delik tersebut. Principle of proportionality tidak kalah pentingnya dengan prinsip yang pertama. Prinsip of proportionality dimaksudkan agar tidak terjadi overkriminalisasi yang bahkan dapat mempengaruhi penegakan hukum . Hukuman seharusnya tidak melebihi dari apa yang ditimbulkan dari delik ini sehingga dapat mencegah terjadi yang disebutnya sebagai legal errors yang tidak teramati. Dalam menghitung proporsionalitas ini maka bisa juga mempertimbangkan biaya sosial yang hilang. Prinsip ini juga akan mampu mengawal dalam rangka meminimalisasi kebijakan-kebijakan yang memiliki dampak yang tidak diinginkan dari kebijakan antitrust.
Prinsip berikutnya adalah legal ceilings and bankruptcy considerations. Dalam prinsip ini juga penting mempertimbangkan kebangkrutan akibat dari pemberian denda terhadap korporasi yang melakukan delik kartel. Oleh karena itu, penyusun undang-undang harus mempertimbangkan tentang bahaya bagi stabilitas ekonomi ketika akan menyusun sanksi atas delik kartel yaitu tidak membuat pelaku usaha bangkrut. Dengan demikian, pemberian denda yang melampaui dari kemampuan pelaku usaha harus dihindari. Ada banyak pertimbangan kenapa hal ini penting. Pertama, perusahaan yang bangkrut akan membahayakan nasib para pekerja yang tidak terlibat dalam kartel ini. Kebangrutan sebuah perusahaan akbiat dari pemberiaan sanksi denda yang malampaui kemampuan perusahaan sebenarnya akan mengurangi jumlah competitor sehingga dapat juga mempengaruhi pasar dan sedikit banyak mempengaruhi konsumen.
Prinsip minimum fines, perlu mencantumkan denda minimum untuk pelaku kartel sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya grativikasi atau perbuatan illegal lainnya dalam proses penegakan hukum. Dan prinsip terakhir adalah modelling legal antitrust principles. Prinsip ini harus bisa mengakomodir prinsip-prinsip yang disebutkan di atas. Dengan kata lain prinsip ini mengakomodir kemungkinan adanya tubrukan antar prinsip dan menjembatin penyelesainnya. Dengan kata lain kartel yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang besar dengan melakukan bisnis yang tidak beretika, harus secara pas memberikan sanksi dendanya, dan denda tersebut pun memungkinkan untuk di shedulekan pemberiannya dengan memtimbangkan prinsip prinsip lainnya. Oleh karena itu, dalam prinsip ini harus ditemukan model yang tepat dalam menyeimbangkan antara delik kartel dan penghukumannya. (***)
Published at :