CHILD SAFEGUARDING POLICY UPAYA PENANGGULANGAN KEKERASAN PADA ANAK
Oleh AHMAD SOFIAN (Maret 2018)
Saat ini anak Indonesia berada dalam bayang-bayang kerentanan kekerasan, eksploitasi dan perlakuan salah oleh orang-orang yang memiliki relasi kuasa secara struktural, diantaranya oknum guru, kepala sekolah, tokoh agama, ketua yayasan lembaga anak dan fasilitator anak.Terjadinya kasus eksploitasi seksual anak oleh orang-orang yang memiliki hubungan struktural disebabkan oleh kekosongan kebijakan yang mengatur tentang child safeguarding. Secara normatif, tidak ada satupun regulasi yang mengatur secara spesifik tentang kewajiban organisasi dan institusi yang bekerja untuk anak untuk memiliki child safeguarding. Maraknya praktek-praktek kekerasan, eksploitasi dan perlakuan salah pada anak-anak yang terjadi di Indonesia menunjukkan bahwa masalah ini belum ditangani secara baik dan benar serta secara sungguh-sungguh oleh berbagai kepentingan yang diberikan mandat untuk segera mengakhiri persoalan ini.
Lebih fatalnya lagi, ternyata kekerasan, eksploitasi dan perlakuan salah pada anak terjadi di lembaga-lembaga, atau organisasi-organisasi atau institusi-institusi yang selama ini bekerja untuk memenuhi dan melindungi hak-hak anak. Selain itu, organisasi/insitusi-insitusi tersebut malah sering tidak memiliki strategi yang jitu dalam membangun lingkungan dan budaya untuk melindungi anak-anaknya dari praktik-praktik tersebut. Organisasi atau insitutusi-insitusi tersebut juga tidak memiliki panduan yang akurat untuk mencegah terjadinya kekerasan, tidak memiliki mekanisme yang jelas bagaimana merekrut orang-orang yang bekerja di organisasinya atau bahkan tidak memiliki prosedur atau mekanisme yang tuntas ketika terjadi kekerasan, eksploitasi atau perlakuan salah pada anak yang dilakukan oleh pekerja, karyawan, atau anak yang lebih senior sekalipun. Tidak memiliki standard pelaporan yang memungkinkan untuk menindak dan memberikan teguran, atau bentuk bentuk hukuman lainnya. Bahkan tidak memiliki program untuk membangun budaya atau atmosfir yang memberikan rasa aman pada anak-anak ketika berada di lingkungan institusi tersebut.
Oleh karena itu, ketiadaan hal-hal yang disebutkan di atas pada organisasi atau institusi perlindungan anak menyebabkan seringnya terjadi kasus-kasus kekerasan di sekolah, di insitusi yang meng-claim dirinya melindungi anak, di panti-panti atau yayasan-yayasan sosial perlindungan anak, bahkan di pesantren sekalipun. Beberapa kasus yang terjadi karena ketiadaan kebijakan ini antara lain : sebuah sekolah internasional yang ditengarai adanya pedofil yang menyedot perhatian kita semua, seorang guru di sebuah sekolah menyebarkan gambar-gambar porno melalui HP, sebuah hotel baru-baru ini di Bandung dijadikan tempat untuk membuat film porno yang melibatkan anak-anak, maraknya medsos yang menampilkan kekerasan, tersebarnya konten yang tidak senonoh pada anak-anak di dalam dan di luar jaringan internet dan banyak lagi kasus yang mencengangkan kita semua yang terjadi bahkan di lingkungan yang harusnya melindungi anak.
Kebijakan yang Aplikatif
Child safeguarding policy atau “kebijakan perlindungan dan keselamatan anak” adalah sebuah kebijakan organisasi untuk memastikan bahwa staff, dan seluruh sistem operasional organisasi termasuk program organisasi melindungi anak-anak dari kekerasan dan eksploitasi. Child safeguarding ini didasarkan pada reseiko-resiko yang akan dihadapi oleh anak yang berada dalam sebuah organisasi atau institusi (resiko itu bisa berasal dari staff, program atau operasional organisasi) teramsuk juga resiko-resiko dari orang-orang yang seharusnya bertindak melindungi dan menjaga anak tersebut. Child safeguarding ini meliputi kebijakan prosedur, petunjuk dan perilaku, proses screening selama proses rekrutment staf, training dan komunikasi pada anak-anak, melakukan monitoring dan evaluasi untuk melindungi dan merespon kekerasan, perlakuan salah dan eksploitasi.
Child safeguarding policy merupakan satu kebijakan yang menggambarkan aksi dan proses untuk melindungi anak dari berbagai praktek yang melanggar hak anak, mencegah terjadinya gangguan untuk tumbuh kembang anak, memastikan anak-anak tumbuh dan berkembang secara aman, memberikan arah kepada semua staf, volunteer, tamu atau siapa saja yang ada dilingkungan tersebut untuk bersikap dan bertindak dan berperilaku pada anak, serta menyediakan prosedur/mekanisme mencegah dan menindak perilaku yang membahayakan hak-hak anak.
Secara global, banyak terminologi yang bisa dijumpai : child protection policy, child protection and procedure, child safe organisation, child safeguarding protocol, safe guarding children and young people, child protection policy and code or conduct. Terminologi-terminologi ini pada intinya ingin memastikan bahwa anak-anak akan dijamin dilindungi, lingkungan tempat anak berada adalah lingkungan yang aman, anak akan tumbuh dan berkembang secara wajar serta ada panduan perilaku pada anak serta ada mekanisme ketika terjadi pelanggaran pada anak anak.
Secara teoritis dan praktis kebijakan child safeguarding ini menjadi sangat penting dan strategis untuk diterapkan bahkan seharusnya kebijakan child safeguarding ini wajib dimiliki dan diterapkan karena menjadi ukuran integritas sebuah organisasi atau institusi aman bagi anak-anak. Ada banyak ukuran yang bisa dipergunakan dalam rangka menerapkan child safeguarding ini, dan salah satunya adalah apa yang dikembangkan oleh child wise Australia. Organisasi ini menyatakan bahwa setidak-tidaknya harus ada 12 langkah yang harus dimiliki agar sebuah organisasi aman bagi anak-anak yaitu :
- Memahami child abuse
- Membangun dan memelihara lingkungan dan budaya yang aman bagi anak
- Mengenali, mengidentifikasi dan me-manage resiko-resiko yang membahayakan bagi anak, temasuk di dalamnya program dan aktivitas yang dimiliki organisasi tersebut
- Mengembangkan kebijakan perlindungan anak
- Create clear boundaries
- Mengadopsi sebuah sistem rekrutmen
- Melakukan screening kepada volunteer dan karyawan
- Melakukan dukungan dan pengawasan kepada seluruh staff dan relawan
- Memastikan adanya prosedur dan mekanisme yang clear untuk pelaporan
- Memahami pertanggungjawaban hukum oleh semua actor
- Memperkuat keterlibatan dan partisipasi anak dalam setiap program
- Menyediakan training dan pendidikan
Langkah-langkah ini pun masih perlu diadaptasi sesuai dengan karakter dan budaya organisasi. Dengan memiliki dan menerapkan child safeguarding ini maka menjadi ukuran untuk memastikan bahwa sebuah organisasi atau institusi tersebut memberikan perlindungan yang maksimal pada anak-anak.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Namun kedua undang-undang ini tidak mewajibkan organisasi yang bekerja untuk perlindungan anak untuk mengembangkan kebijakan perlindungan anak mereka sendiri yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk kerja dan mekanisme untuk melindungi anak-anak di dalam organisasi
Dalam melaksanakan child safeguarding ini, maka diperlukan sebuah mekanisme untuk menjalankannya, sehingga memudahkan lembaga-lembaga yang bekerja untuk anak bisa melaksanakannya. Secara lebih ringkas, mekanisme untuk melaksanakan child safeguarding dapat digambarkan sebagai berikut :
Penutup
Dengan situasi-situasi yang digambarkan maka sudah saatnya mengembangkan satu strategi nasional untuk segera mengakhiri persoalan ini secara berkelanjutan, dan salah satu strategi tersebut adalah menyusun, mengembangkan dan memberlakukukan child safeguarding di setiap organisasi, insitusi, yang bekerja untuk anak-anak baik itu sekolah, yayasan-yayasan, insitusi yang dibentuk oleh komunitas, forum-forum anak, pesantren, sektor-sektor bisnis yang bersentuhan atau berhubungan dengan anak baik langsung maupun tidak langsung. Pemerintah juga perlu membuat regulasi untuk mewajibkan setiap organisasi memiliki child safeguarding policy.
Dengan adanya child safeguarding di berbagai organisasi perlindungan anak maka kekerasan, perlakuan salah dan eksploitasi pada anak dapat dicegah, ditanggulangi dan dipulihkan serta dipenuhi hak-haknya. Organisasi perlindungan anak juga akan mampu mendeteksi secara dini perilaku-perilaku organ organisasi yang berpotensi melakukan kekerasan, perlakuan salah dan eksploitasi pada anak. Selain itu, organisasi juga akan mampu memciptakank mekanisme pelaporan, dan penindakan terhadap orang-orang yang melakukan perbuatan yang melanggar hak anak tersebut. (***)
Published at :