TEKNOLOGI BLOCKCHAIN DAN MATA UANG KRIPTO SEBAGAI PEMICU TANTANGAN HUKUM DI MASA DEPAN
Oleh: BAMBANG PRATAMA (Februari 2018)
Fenomena mata kripto (cryptocurrency) seringkali dihakimi dan diberi label negatif dalam banyak tulisan. Argumentasi secara yuridis formil dan volitalitas nilai dari mata uang kripto menjadi pintu masuk untuk menjustifikasi penggunaannya adalah tindakan ilegal. Tetapi, apakah memang sedemikian illegal sehingga fenomena mata uang kripto harus diberi label negatif?. Hal ini memunculkan berbagai pertanyaan tentang keberadaan sisi positif dari mata uang kripto itu sendiri. Mata uang kripto sebagai bagian dari suatu inovasi teknologi informasi sejatinya pasti memiliki suatu kelebihan atributif dari inovasi itu sendiri, antara lain: menyelesaikan suatu masalah (problem solving) pada aktivitas manusia, memiliki nilai kebaruan, dan aplikatif untuk digunakan di dunia industri (industrial acceptable). Berpijak pada konsep inovasi, maka sudut pandangnya harus diarahkan pada konsep dari teknologi mata uang kripto, yaitu teknologi Blockchain dan teknologi Distributed Ledger sebagai manifestasi dari konsep desentralisasi pada jaringan komputer melalui Internet.
Pada prinsipnya, konsep desentralisasi jaringan komputer melalui teknologi Blockchain inilah yang menjadi sumber masalah, karena konsep desentralisasi menghapuskan middle-man yang selama ini ada. Dengan dilakukannya pertukaran secara langsung, maka keberadaan middle-man kehilangan raison d’etre. Celakanya, middle-man yang dihilangkan pada transaksi pertukaran mata uang kripto adalah institusi yang sudah mapan, yaitu lembaga keuangan seperti Bank. Oleh karena tidak diperlukannya middle-man pada suatu transaksi, maka tingginya akseptabilitas penggunaan mata uang kripto bisa menjadi bentuk baru dari rush oleh masyarakat untuk berpaling dari lembaga keuangan.
Kembali pada sudut pandang inovasi teknologi informasi, apabila ditinjau secara yuridis historis ada beberapa kasus yang bisa memberi petunjuk dalam memberikan preskripsi hukum. Beberapa kasus yang menjadi landmark cases adalah kasus mesin fotokopi Xerox (1960), kasus Betamax (1984), dan kasus Napster (2001). Kasus-kasus tersebut di atas memberi pelajaran penting tentang definisi dari “pelanggaran“ hak cipta. Sejarah telah membuktikan bahwa dengan adanya inovasi teknologi maka pelanggaran hak cipta bisa dilakukan oleh semua orang yang memiliki alat atau perangkat teknologi tertentu. Padahal, sebelum ada inovasi teknologi pelanggaran hak cipta hanya bisa dilakukan oleh segelintir orang, yang memiiki alat. Dengan dijualnya perangkat teknologi secara massif, maka masyarakat luas bisa melakukan pembajakan hak cipta yang tentunya secara luas juga.
Dalam kaitannya mata uang kripto, maka teknologi Blockchain seharusnya dilihat sebagai bagian dari inovasi yang digunakan pada bidang teknologi finansial. Sejarah juga membuktikan bahwa inovasi teknologi informasi merupakan disruptive innovation yang menyerang berbagai industri. Lihat saja industri kamera foto, industri musik, industri film, industri telekomunikasi, industri transportasi, dan banyak lainnya yang harus mengubah bisnis modelnya menghadapi disruptive innovation. Saat ini, kebetulan saja industri yang terganggu adalah industri lembaga keuangan dengan tingginya penggunaan mata uang kripto.
Masih dalam perspektif inovasi, sejarah menunjukkan bahwa industri keuangan khususnya perbankan merupakan industri yang sangat pelan melakukan perubahan. Hal ini bisa dibuktikan dengan interval inovasi yang panjang, yaitu: penggunaan mesin ATM (1969), penggunaan Internet Banking (1993), dan saat ini teknologi finansial (1998). Mengapa industri perbankan sangat lambat menyerap inovasi, karena memang nature dari industrinya yang cenderung tertutup atau oligopoli. Akibatnya, paradigma berpikir pelaku industrinya cenderung tidak sekompetitif industri lainnya yang sangat dinamis mengadopsi inovasi.
Mata Uang Kripto sebagai Produk Inovasi Blockcahin
Bitcoin seringkali diasosiasikan banyak orang sebagai produk dari teknologi Blockchain. Padahal, berdasarkan catatan CoinMarket, tercatat lebih dari 1500 jenis mata uang kripto. Artinya, ada upaya dari banyak pihak di dunia yang berusaha membuat mata uang kripto selain Bitcoin. Meski demikian, Bitcoin tetaplah jenis mata uang kripto yang merajai pasar dengan berbagai alasan, diantaranya adalah pioneer dari teknologi Blockchain. Melihat banyaknya produk mata uang kripto yang beredar di ruang siber, maka memunculkan pertanyaan lainnya tentang bagaimana proyeksi masa depan dari mata uang kripto itu sendiri?
Saat ini, mulai banyak perusahaan IT besar yang mulai terjun mengembangkan mata uang kripto, diantaranya Microsoft, Intel, IBM, Hitachi, JP Morgan dan beberapa perusahaan lainnya. Dengan mulai banyaknya perusahaa IT besar turun gunung memasuki industri mata uang kripto, maka mata uang kripto harus dilihat sebagai industri baru di ruang siber sebagai bagian dari digital market. Kondisi ini menunjukkan seharusnya instrumen hukum digunakan sebagai sarana untuk masuk dan mengambil keuntungan dari industri mata uang kripto, bukan diberi label negatif. Meski secara yuridis penggunaan mata uang kripto saat ini di Indonesia adalah pelanggaran beberapa undang-undang seperti undang-undang transfer dana, undang-undang mata uang, dan undang-undang perdagangan, tetapi yang dilupakan adalah potensi ekonomi di dalam industri mata uang kripto yang tidak bisa dimanfaatkan secara optimal.
Problematika Inovasi Blockchain di Masa Depan
Inovasi Blockchain boleh jadi dikatakan sebagai penemuan revolusioner teknologi informasi kedua setelah penemuan Internet. Dengan dorongan inovasi yang dinamis dan berbagai keuntungan bagi kehidupan manusia, Internet masif digunakan secara global. Teknologi Blockhain tentunya juga akan seperti Internet yang ke depannya akan masif digunakan secara global. Beberapa bidang yang bisa menggunakan teknologi Blockhain antara lain seperti industri kesehatan, industri pendidikan, dan sebagainya. Banyaknya bidang industri yang bisa menggunakan teknologi Blockchain, maka di masa depan juga akan muncul polemik hukum lainnya sebagaimana yang terjadi saat ini terhadap mata uang kripto. Oleh sebab itu, satu-satunya cara untuk mengantisipasi masalah hukum di masa depan adalah dengan memperbaiki instrumen hukum terkait teknologi informasi dan penggunaan dari teknologi informasi itu sendiri. Jika hal ini tidak dilakukan maka situasi hukum akan terlalu jauh tertinggal oleh teknologi informasi.
Tantangan Hukum Mengatur Blockchain vs. Mengatur Inovasi?
Dalam kaitannya pembaharuan hukum di bidang teknologi informasi, paradigm berpikir yang harus digunakan adalah paradigm induktif yang bertolak dari pemanfaatan teknologi untuk kemudian diarahkan menjadi serangkaian norma hukum yang tidak hanya mempertegas hukum publik saja. Tetapi idealnya norma hukum yang mampu mendorong dan menjaga aspek lain seperti: ekonomi, politik, sosial dan budaya. Dalam kaitannya pengaturan tentang TIK, khususnya tentang Bitcoin memunculkan pertanyaan tentang apa yang seharusnya diatur? Berdasarkan penjelasan pada bagian sebelumnya, titik tumpu pengaturan harus mengatur pada sisi teknologinya. Apabila yang diatur produk dari teknologi maka aturan hukum akan selalu tertinggal. Alasannya, produk dari teknologi akan terus berubah-ubah mengikuti dinamika perkembangan ilmu pengetahuan yang samakin cepat.
Namun demikian, pengaturan tentang teknologi tidak idealnya tidak boleh membatasi ruang gerak kreativitas sebagai motor dari inovasi. Apabila ruang gerak kreativitas terlalu dibatasi oleh instrument hukum, maka niscaya inovasi tidak akan tumbuh dengan baik. Kemudian selanjutnya perkembangan teknologi informasi juga tidak akan membaik. Pada kondisi demikian, maka keseimbangan antara kebebasan teknologi dengan inovasi menjadi penting untuk dipikirkan secara matang dan menyesuaikan dengan kebutuhan nasional. Hal ini membawa konswekwensi pada respon kebijakan pemerintah yang tidak hanya memiliki sudit pandang pada bidang mata uang kripto seperti Bitcoin saja.
Dengan penggunaan teknologi Blockchain, ke depannya akan ada potensi yang tinggi untuk terjadi berbagai kasus hukum lain selain mata uang kripto. Oleh sebab itu, disinilah letak kesulitan membuat formulasi hukum untuk mengatur teknologi informasi yang antisipatif mengikuti perkembangan jaman. Meski demikian, pemerintah tetap dituntut untuk memikirkan dan berperan aktif dalam mengatur teknologi seperti teknologi Blockchain. Saat ini, boleh jadi teknologi yang paling spektakuler dalam di Internet adalah teknologi Blockchain. Tetapi tidak menutup kemungkinan dalam 10 tahun ke depan, teknologi Blockchain akan tergantikan dengan teknologi lainnya. Di sinilah letak tantangan pemikiran hukum yang harus dijawab oleh para pengemban hukum agar dapat mengatur teknologi untuk kehidupan masyarakat yang lebih baik. (***)