HAMBATAN DAN TANTANGAN ANALISIS DAN EVALUASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) mengadakan tindak lanjut dari program analisis dan evaluasi hukum tahun 2018 dengan mengundang para anggota kelompok kerja (Pokja) untuk menyamakan persepsi dalam menjalankan kegiatan mereka. Untuk keperluan ini, Dr. Shidarta dari Jurusan Hukum Bisnis BINUS diundang sebagai salah satu narasumber. Acara berbetuk workshop ini diadakan di Gedung BPHN, Cililitan, Jakarta Selatan pada tanggal 20 Februari 2018.
Dalam kesempatan workshop ini, Shidarta memaparkan tantangan dan hambatan yang harus dicermati dalam proses analisis dan evaluasi peraturan perundang-undangan. Menurutnya, undang-undang hanyalah salah satu sumber hukum, sehingga analisis dan evaluasi terhadap sumber hukum ini tidak akan memadai tanpa didampingi analisis terhadap sumber-sumber hukum terkait lainnya.
Mengingat anggota pokja ini sudah dibagi ke dalam 12 kelompok, dan mereka terdiri dari praktisi dan akademisi dari berbagai kementerian/lembaga dan perguruan tinggi, maka Shidarta mengusulkan agar pokja-pokja ini bisa bekerja secara lebih efisien. Sebagai contoh, ada pokja tentang perizinan. Pokja di bidang ini dapat mengiventarisasi kementerian/lembaga mana saja yang berhubungan dengan perizinan terkait kemudahan berusaha di Indonesia dewasa ini. Jika sudah ditemukan kementerian/lembaganya, maka cukup diperhatikan peraturan perundang-undangan apa saja yang secara operasional memang diacu oleh kementerian/lembaga itu setiap kali mereka membuat peraturan. Dari sini akhirnya dapat diketahui jenis dan nomenklatur peraturan perundang-undangan yang memang benar-benar secara operasional digunakan. “Jangan terpaku pada bayangan bahwa undang-undang yang ada sedemikian banyaknya, Nanti tak bakal selesai pekerjaan pokja-pokja tersebut yang hanya dialokasi kurang dari 8 bulan,” ujar Shidarta mengingatkan. Dengan cara demikian, analisis dan evaluasi hukum akan menjadi lebih terfokus pada peraturan yang memang secara operasional digunakan.
Langkah selanjutnya, adalah mencari tahu persoalan apa saja yang muncul terkait peraturan perundang-undangan tersebut. Untuk memperoleh masukan ini, pokja-pokja dipersilakan memanfaatkan focus group discussion (FGD) yang dapat berlangsung berkali-kali, dengan mengundang narasumber yang memahami problematika implementasi peraturan perundang-undangan itu di lapangan.
Apabila sudah berhasil dipetakan jenis peraturan dan problematika yang terjadi, maka analisis bisa dilakukan untuk mencari tahu penyebabnya. Ada lima dimensi yang diwajibkan oleh BPHN untuk digunakan, yaitu ketepatan jenis peraturan perundang-undangan, potensi disharmonisasi pengaturan, kejelasan rumusan, penilaian kesesuaian norma, dan efektivitas pelaksanaan peraturan perundang-undangan. Shidarta menyarankan agar dimensi terakhir (nomor lima) yang disebutkan di atas, dapat dilakukan lebih dulu. Hal ini tidak lain karena indikator-indikator dari dimensi kelima ini bisa membuka jalan ke analisis dimensi-dimensi berikutnya. “Jangan-jangan suatu peraturan tidak efektif karena ketidakjelasan rumusan, ketidaksesuain norma, dan seterusnya, sehingga pekerjaan pokja menjadi lebih efisien,” demikian usul Shidarta.
Selain Shidarta yang duduk dalam kelompok pakar, terdapat tiga dosen Jurusan Hukum Bisnis BINUS yang terlibat di pokja-pokja. Mereka adalah Siti Yuniarti, S.H., M.H., Erni Herawati, S.H., M.Kn., dan Agus Riyanto, S.H., LL.M. Ketiga dosen ini masuk ke dalam pokja badan usaha dan pokja kepailitan. (***)