People Innovation Excellence

HAK-HAK PEMEGANG SAHAM DI INDONESIA

Oleh AGUS RIYANTO (Februari 2018)

Di dalam kerangka organ korporasi, pemegang saham (shareholders) berkedudukan sebagai  pemilik perusahaan. Kepemilikan, baik pribadi atau badan hukum, diwujudkan dengan saham sebagai bukti identitas kepemilikan. Dengan saham menjadikannya berhak menghadiri dan mengeluarkan suaranya  dalam RUPS,  menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi dan menjalankan hak-hak lainnya berdasarkan UU ini (Pasal 52 ayat (1) Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas atau UUPT). Ketentuan Pasal 52 ayat (1) menunjukkan bahwa pemegang saham terbagi di dalam dua kategori besar hak. Pertama, hak-hak, sebagaimana diatur Pasal 52 ayat (1) UUPT,  dalam kerangka RUPS bahwa pemegang saham dapat menyatakan pendapatnya, menerima keuntungan RUPS dalam bentuk dividen dan menerima sisa kekayaan dari terjadinya likiudasi perusahaan.  Kedua, terdapat hak-hak lain yang tersebar (diluar hak-hak yang pertama) diatur beberapa pasal dalam UUPT. Kedua hak-hak itu menunjukkan bahwa UUPT tidak bermaksud mengatur hak-hak pemegang saham dalam bab tersendiri dan tidak terintegrasi pengaturannya. Hal itu dapat dijelaskan bahwa hak-hak lain tersebut antara lain:

1).   Hak Perseorangan (Personal Rights). Hak  ini telah diatur oleh Pasal 61 ayat (1) UUPT yang antara lain menentukannya bahwa setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan ke Pengadilan Negeri apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan Komisaris. Hak ini menjadi dasar hukum gugatannya pemegang saham terhadap perseroan. Namun, gugatan tersebut harus ada dasar dan alas haknya. Artinya menggugatnya pemegang saham adalah bagian dari akibat dan telah terjadi keputusan RUPS, Direksi dan/atau Dewan Komisaris yang merugikannya. Dengan demikian, kerugian menjadi prasyarat untuk menggugat perseroan dan sebaliknya ketidakadan kerugian menjadikan hak-hak pemegang saham menggugat menjadi gugur. Gugatan pemegang saham dapat diajukan kepada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan yang digugat.

2).   Hak Menilai Harga Saham (Appraisal  Right). Hak ini telah diatur dalam Pasal 62 ayat (1) UUPT menentukan bahwa setiap pemegang saham berhak meminta kepada perseroan agar sahamnya dapat dibeli dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan perseroan yang merugikan pemegang saham atau perseroan, berupa tindakan  a.  perubahan anggaran dasar; b.  pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih Perseroan; atau c. penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan. Hak ini adalah hak dasar, sebagai pemilik saham, untuk membela kepentingannya dalam hal pemegang saham menolak beberapa tindakan perseroan, sebagaimana diatur Pasal 62 ayat (1) UUPT yang dapat merugikannya. Untuk itu, maka ketidaksetujuannya itu harus ditebus dengan dibeli sahamnya dengan harga yang wajar sebagai jalan keluar terjadinya ketidaksetujuannya itu. Sebuah perimbangan ketentuan di antara kepemilikan saham dengan hak dalam kepemilikan saham dari pemegang saham.

3).   Hak Meminta Didahulukan (Pre-Emptive Right). Hak ini telah diatur Pasal 43 ayat (1) dan Ayat (2) UUPT yang menentukan bahwa (1) saham yang dikeluarkan untuk penambahan modal harus terlebih dahulu ditawarkan kepada setiap pemegang saham seimbang dengan pemilikan saham untuk klasifikasi saham yang sama; (2) Dalam hal saham yang akan dikeluarkan untuk penambahan modal merupakan saham yang klasifikasinya belum pernah dikeluarkan, yang berhak membeli terlebih dahulu adalah seluruh pemegang saham sesuai dengan perimbangan jumlah saham yang dimilikinya. Hak ini juga dikenal dengan hak utama pemegang saham untuk meminta didahulukannya dalam membeli atau berpatisipasi terhadap saham yang akan dikeluarkan oleh perseroan dalam rangka peningkatan modalnya. Hak ini menjadi wajar untuklah diatur, karena sebagai pemegang yang telah ada sebelum (existing shareholders) terhadap rencana peningkatan modal perseroan, maka harus terlebih dahulu ditawarkan kepadanya. Apabila pemegang saham yang ada menolak dan tidak berkehendak membelinya, maka barulah ditawarkan kepada pihak ketiga diluar pemegang saham yang ada. Dalam kerangka ini, maka harga yang akan  ditawarkan kepada pemegang saham harus sama dengan harga yang ditawarkan kepada pemegang saham lainnya.

4).   Hak Gugatan Derivatif (Derivative Right). Hak ini diatur melalui Pasal 97 ayat (6) untuk gugatan terhadap Direksi dan Pasal 114 ayat (6) gugatan terhadap Komisaris perseroan. Melalui kedua ketentuan ini diatur bahwa pemegang untuk dan atas nama perseroan (tidak untuk kepentingan diri pribadi) yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu per sepuluh) dari jumlah saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap anggota Direksi atau Komisaris dikarenakan kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian terhadap perseroan. Hak pemegang saham ini adalah bukti dalam keterlibatan langsung pemegang saham untuk mengkoreksi dan memperbaiki kesalahan dan adanya kemungkinan terjadinya kerugian perseroan. Dengan gugatan ini apabila dimenangkan, maka yang berhak menerima pembayaran ganti rugi dari tergugat adalah perseroan itu sendiri dan bukan pemegang saham yang menggugat dengan jalan gugatan derivatif ini. Artinya, sifat utama gugatan derivatif adalah demi dan untuk memperbaiki perseroan. Sebab, jika ada inisiatif yang memperbaikinya, maka kerugian perseroan akan menjadi bertambah-tambah dan tidak ada yang dapat menghentikannya. Solusi hal ini dapat dicari jalan keluarnya dengan gugatan deriviatif dari pemegang saham.

5).   Hak Pemeriksaan (Enqueterecht). Hak ini oleh UUPT telah diatur khusus Pasal 138 ayat (3) UUPT yang menyatakan bahwa permohonan pemeriksaan perseroan dapat diajukan  a) 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang telah mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara; b). pihak lain yang berdasarkan peraturan perundang-undangan, anggaran dasar perseroan atau perjanjian dengan perseroan diberi wewenang untuk mengajukan permohonan pemeriksaan; atau c). kejaksaan untuk kepentingan umum. Dengan dasar ini pemegang saham diberikan hak UUPT untuk melakukan proses audit atau pemeriksaan langsung terhadap perseroan dengan tujuan mendapatkan keterangan dalam hal terjadinya dugaan bahwa perseroan, Direksi dan Dewan Komisaris telah melakukan perbuatan melawan hukum yang akan merugikan pemegang saham dan pihak ketiga. Untuk  menjalankan hak-hak itulah, maka pemegang saham dapat mengajukannya permohonan secara tertulis, beserta dengan alasannya, kepada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat dimana kedudukan perseroan berada. Melalui hak ini memungkinkan pemegang saham dapat mengetahui dengan jelas dan langsung ke permasalahan yang terjadi tentang perbuatan melawan hukum, sehingga dapat berusaha mencegah dan menekan kerugian yang akan dapat terus terjadi di dalam internal perseoan.

6).  Hak meminta mengadakan RUPS. Hak untuk mengadakan RUPS ini dengan telah diatur Pasal 79 ayat (2) UUPT yang menentukan bahwa penyelenggraan RUPS dapat dimintakan oleh 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari seluruh saham dengan hak suara yang sah, kecuali anggaran dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil. Kehendak pemegang saham itu harus diajukan kepada Direksi dengan surat tercatat dan disertai alasannya dengan tembusan kepada Dewan Komisaris. Direksi di dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari setelah tanggal permintaan penyelenggaran RUPS, maka wajib melakukan pemanggilan RUPS. Dalam hal Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu 15 (lima belas), maka pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonan kepada ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan dimana Perseroan berada untuk menetapkan pemberian izin kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut. Dengan hak ini, maka hak untuk menyelenggarakan RUPS tidak terbatas dari Direksi, tetapi dapat juga dimintakan penyelenggarannya oleh pemegang saham dengan jumlah kepemilikan saham tertentu. Artinya, pemegang saham tidak saja memilik hak untuk mengeluarkan suaranya di dalam RUPS, tetapi pemegang saham juga dapat mengusulkan diadakannya RUPS dalam hal, misalnya, Direksi tidak mengadakan RUPS Tahunan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan atau masa jabatan para anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris telah berakhir.

7).   Hak meminta pembubaran Perseroan.  Hak ini  telah diatur dalam Pasal 144 ayat (1) UUPT yang menentukan bahwa  Direksi, Dewan Komisaris atau 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, dapat mengajukan usul pembubaran Perseroan kepada RUPS. Hak ini ada, karena memang hak pemegang saham untuk mendirikan perseroan, tetapi sekaligus juga menjadi hak pemegang saham membubarkannya. Terdapat banyak alasan mengapa membubarkan perseroan, namun dalih untuk membubarkan perseroan dapat juga disebabkan karena setelah menjalankan kegiatan dalam waktu lama perkembangan dan kemajuan usahanya tidak maju-maju dan bahkan mundur, sehingga usahanya tidak dapat bertahan lama dan mengalami kerugian terus menerus, sehingga dengan keadaan yang demikian memaksa pemegang saham tidak berkehendak lagi melanjutkan aktivitas usahanya. Dengan kata lain lebih baik perseroan dibubarkan saja. Telah diaturnya hak ini juga menjadi dasar hukum bagi pemegang saham untuk membubarkan diri, dengan harus persetujuan RUPS terlebih dahulu, sebagai persetujuan bersama dari seluruh pemegang saham untuk menyetujui membubarkan diri usahanya.

Dengan memperhatikan keseluruhan penjelasan diatas, maka pemegang saham memiliki 10 (sepuluh) hak yang telah diatur dalam UUPT. Kesepuluh hak-hak itu tidak diatur di dalam bab dan/pasal tersendiri dalam UUPT, tetapi bertebaran dan masuk ke berbagai pengaturan pasal dan bab yang berbeda-beda tergantung apa yang hendak diaturnya dalam UUPT. Tidak diatur di dalam satu kesatuan ini berakibat kepada tidak jelas dan lengkap yang diaturnya. Hal itu terlihat dalam hal ketentuan yang mengatur Hak Perseorangan tidak terdapat kejelasan apa yang dimaksud dengan kerugian itu dan berapa nilai kerugiannya juga tidak ada penjelasan lebih lanjut. Termasuk juga tidak ada apa yang dimaksud dengan tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar. Tidak adil dan tanpa alasan yang wajar itu adalah yang seperti apa maksudnya. Demikian pula dengan Hak Menilai Harga Saham tidak terdapat batasan nilai harga saham yang wajar itu ukurannya apa dan berapa tidak dijelaskan. Dalam hak gugatan derivatif tidak dijelaskan bagaimana mekanisme pemegang saham yang hendak mengajukan gugatan derivatif terhadap Direksi dan Komisaris itu bagaimana. Ketidakadaan pengaturan ini berakibat kepada tidak mudahnya pemegang saham untuk mewujudkan dan memperjuangkan hak ini.  Batasan untuk memperjuangkan hak-hak pemegang saham dengan  keharusan memiliki saham sebesar 1/10 (satu persepuluh) itu juga menjadikan tidak mudah untuk dijalankan. Kesulitan ini terutamanya sekali untuk Perusahaan Terbuka, yang sebagian besar sahamnya telah dikuasai atau dibeli oleh masyarakat, maka mengumpulkan pemegang saham dalam jumlah 1/10 (satu persepuluh) tidaklah mudah dan dan cenderung sulit. Dengan kesulitan yang demikian ini menjadikan pemegang saham bagaikan diberikan hak-hak dalam UUPT, tetapi memperjuangkan harus menempuh tahapan terjal merealisasikan. Untuk itulah, tidak ada salahnya untuk mengadakan studi perbandingan korporasi dengan negara-negara dengan sistem hukum common law yang telah memiliki tradisi lama dan berdasarkan putusan pengadilan dalam mengatur hak-hak pemegang sahamnya. Diharapkan dengan belajar dari negara-negara tersebut, maka kesalahan dan kekuranglengkapan dalam mengaturnya dapat  diaturnya dengan lebih dapat melindungi hak-hak pemegang saham. (***)


 


Published at :
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close