PARADIGMA BARU PERLINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA
Oleh ERNA RATNANINGSIH (Desember 2017)
Pekerjaan mempunyai makna yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena dengan adanya pekerjaan maka manusia dapat hidup layak untuk dapat memenuhi kehidupan diri sendiri dan keluarganya. Konstitusi menjamin hak atas pekerjaan di dalam Pasal 27 ayat (2) Perubahan UUD 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pemerintah memiliki kewajiban untuk memenuhi hak atas pekerjaan dengan menyediakan lapangan pekerjaan. Namun, keterbatasan lowongan pekerjaan yang ada di Indonesia menyebabkan banyaknya warga negara Indonesia yang bekerja ke luar negeri (tenaga kerja Indonesia/TKI). Pemerintah belum memberikan perlindungan yang optimal terhadap TKI, mengingat banyaknya kasus-kasus perlakuan yang tidak manusiawi terhadap TKI di negera lain.
Dengan menyadari pentingnya perlindungan terhadap TKI yang telah menyumbang devisa bagi negara, maka pada tanggal 25 Oktober 2017 DPR telah mensahkan UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Adapun definisi pekerja migran Indonesia dalam UU ini adalah setiap warga negara Indonesia yang akan sedang atau telah melakukan pekerjaan dengan menerima upah di luar wilayah Republik Indonesia. Selanjutnya, yang dimaksud dengan perlindungan pekerja migran Indonesia (PMI) adalah segala upaya untuk melindungi kepentingan calon PMI dan keluarganya dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan haknya dalam keseluruhan kegiatan sebelum bekerja, selama bekerja dan setelah bekerja dalam aspek hukum, ekonomi dan sosial. Sementara itu, dalam UU sebelumnya yaitu UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri menekankan pada pemberian perlindungan warga negara yang menggunakan haknya untuk mendapat pekerjaan, khususnya pekerjaan di luar negeri, agar mereka dapat memperoleh pelayanan penempatan tenaga kerja secara cepat dan mudah dengan mengutamakan keselamatan tenaga kerja baik fisik, moral maupun martabatnya. Dari kedua definisi tersebut di atas. maka perlindungan terhadap TKI dalam UU yang baru dilakukan sejak dini baik sebelum, selama dan setelah bekerja dibandingkan dengan UU yang lama yang memberikan perlinduangan pada saat penempatan TKI.
Paradigma baru bagaimana peran negara dalam perlindungan TKI terdapat di dalam penjelasan UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia lebih menekankan dan memberikan peran yang lebih besar kepada pemerintah dan mengurangi peran swasta dalam penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia. Dalam UU ini, peran perlindungan PMI diserahkan kepada pemerintah baik pusat maupun daerah dimulai dari sebelum bekerja, selama bekerja dan setelah bekerja. Pihak swasta hanya diberi peran sebagai pelaksana penempatan PMI. Selanjutnya tujuan dari perlindungan calon PMI adalah sebagai berikut:
- Menjamin pemenuhan dan penegakan hak asasi manusia sebagai warga negara dan PMI; dan
- Menjamin perlindungan hukum, ekonomi dan sosial PMI dan keluarganya.
Penguatan peran negara baik di tingkat pusat dan daerah menunjukkan komitmen negara untuk memberikan perlindungan kepada PMI dan penghormatan hak asasi manusia. Dengan peran negara yang besar akan meminimalisasi tindakan eksploitatif yang selama ini dilakukan oleh pihak swasta untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Selama ini dominasi peran swasta dalam pengelolaan buruh migran menghantarkan PMI dalam situasi yang rentan pelanggaran HAM. Dalam UU lama ( UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penenpatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri) peran swasta sangat dominan mulai memberikan informasi, pendataan, pengurusan dokumen, menyelenggarakan pendidikan, pra-pemberangkatan, penampungan, medical check-up, memberangkatkan, sampai menyelesaikan masalah hingga kepulangan. Dalam UU baru peran swasta hanya memberangkatkan PMI yang sudah diverifikasi dan dinyatakan siap oleh lembaga terpadu satu atap (LTSA), melaporkan kepulangan dan menyelesaikan masalah. Berikut ini pembangian peran antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam memberikan perlindungan kepada PMI sebagai berikut:
Tabel: Tugas dan Tanggung Jawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia
Tugas dan Tanggung Jawab |
|||
Pemerintah Pusat | Pemerintah Provinsi | Pemerintah Kabupaten/Kota | Pemerintah Desa |
Menjamin perlindungan dan pemenuhan hak PMI | Memberikan perlindungan PMI sebelum dan setelah bekerja. | Memberikan perlindungan PMI sebelum dan setelah bekerja | Melakukan pemberdayaan kepada calon PMI, PMI dan keluarganya |
Mengatur, membina, melaksanakan dan mengawasi penyelengaraan penempatan PMI | Menerbitkan ijin kantor cabang perusahaan PMI dan melaporkan hasil evaluasinya secara berjenjang | Melaporkan hasil evaluasi terhadap perusahaan penempatan PMI kepada Pemprov. | Memfasilitasi pemenuhan persyaratan administrasi kependudukan calon PMI |
Membentuk dan mengembangkan sistem informasi terpadu | Mengatur, membina, melaksanakan dan mengawasi penyelenggaraan penempatan PMI | Menyosialisasikan informasi dan permintaan PMI kepada masyarakat, membuat basis data PMI. | Menerima dan memberikan informasi dan permintaan pekerjaan dari instansi |
Melakukan koordinasi kerja sama antar instansi dalam menanggapi pengaduan dan penanganan kasus PMI | Dapat membentuk layanan terpadu satu atap penemapatan dan perlindungan PMI. | Dapat membentuk layanan terpadu satu atap penempatan dan perlindungan PMI | Melakukan verifikasi data dan pencatatan calon PMI |
Mengurus kepulangan PMI | Menyediakan pos bantuan dan pelayanan di tempat pemberangkatan dan pemulangan PMI | Mengurus kepulangan PMI | Melakukan pemantauan keberangkatan dan kepulangan PMI |
Menyediakan dan memfasilitasi pelatihan calon PMI | Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan kerja | Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan kerja serta melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap lembaga pendidikan dan pelatihan kerja di kabupaten/kota | |
Melakukan reintegrasi sosial dan ekonomi bagi PMI dan keluarganya |
Dari tabel tersebut di atas terlihat penguatan peran negara dari tingkat desa, kabupaten/kota, Propinsi dan Pemerintah Pusat yang meliputi perlindungan PMI sebelum dan setelah bekerja, melakukan pemberdayaan kepada calon PMI, PMI dan keluarganya, melaksanakan dan mengawasi penyelenggaraan penempatan PMI, menerbitkan ijin perusahaan PMI dan mengevaluasinya, membentuk dan mengembangkan sistem informasi terpadu, membentuk layanan terpadu satu atap (termasuk pos bantuan), mengurus kepulangan PMI, menyediakan dan memfasilitasi pelatihan calon PMI. Hal ini menunjukkan adanya komitmen dari Negara dalam memberikan perlindungan bagi TKI (pekerja migran Indonesia) di semua tingkatan. UU ini memberikan ruang bagi terselenggaranya tata kelola PMI yang terdesentralisasi. Dengan peran dan tanggung jawab yang berjenjang dari tingkatan desa, pemkab/ pemkot, pemprov dan pemerintah pusat maka dibutuhkan mekanisme koordinasi yang efektif sehingga tidak ada tumpang tindih tanggumg jawab. Dari tabel diatas, terdapat beberapa tugas dan tanggung jawab yang tumpang tindih di antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa.
Selain pembagian peran dan tanggung jawab antara Pemerintah Pusat sampai Daerah juga perlu kejelasan tugas dan tanggung jawab dengan Instansi Pemerintah (Kementrian Tenaga Kerja) dan Instansi lainnya. Dengan adanya batasan yang jelas tugas dan tanggung jawab masing-masing akan menghindari saling lempar tanggung jawab yang akan merugikan kepentingan PMI. Untuk itu perlu diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksananya yang berupa peraturan pemerintah, peraturan mentri, peraturan badan, peraturan presiden tentang batasan tugas dan tanggung jawab, koordinasi antara lembaga/instansi, sarana dan prasarana yang memadai serta dukungan alokasi anggaran bagi perbaikan perlindungan PMI. Semoga dengan perubahan paradigma perlindungan pekerja migran Indonesia akan mampu memberikan perlindungan bagi PMI dan mencegah tindakan-tindakan tidak manusiawi yang dilakukan terhadap tenaga kerja Indonesia. (***)