People Innovation Excellence

PENEGAKAN HUKUM WISATAWAN PELAKU KEJAHATAN SEKSUAL ANAK

Oleh AHMAD SOFIAN (Desember 2017)

Menurut data yang diterbitkan Kementerian Pariwisata RI, Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Indonesia sampai dengan September  2017 berjumlah 9,25 juta orang atau meningkat 25,68% dibanding periode sama tahun sebelumnya. Kunjungan wisatawan ini memberikan kontribusi terhadap pemasukan negara sekitar 11 juta Dollar Amerika Serikat. Namun dalam konteks perlindungan anak ternyata sektor pariwisata juga bisa memberikan dampak negatif, terutama munculnya  kekerasan dan eksploitasi seksual anak. Menurut laporan dari berbagai media internasional, Indonesia merupakan salah satu negara tujuan para pelaku kekerasan dan eksploitasi seksual anak (Pedofil) yang menyaru sebagai wisatawan.

Kekerasan dan Eksploitasi Seksual Anak

Praktek kekerasan dan eksploitasi seksual anak yang dilakukan sejumlah wisatawan berlangsung  disejumlah destinasi wisata dan para pelaku ini memanfaatkan fasilitas pariwisata untuk melangsungkan praktek pelanggaran hukum tersebut. Hasil penelitian dan assessment yang dilakukan oleh ECPAT Indonesia bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA)  tahun 2016-2017 di sepuluh (10) destinasi wisata yaitu Pulau Seribu (DKI Jakarta), Karang Asem (Bali),  Gunung Kidul (Yogyakarta), Garut (Jawa Barat), Bukit Tinggi (Sumatera Barat), Toba Samosir dan Teluk Dalam (Sumatera Utara) menunjukkan bahwa praktek kekerasan dan eksploitasi seksual anak yang dilakukan oleh sejumlah wisatawan ditemukan di seluruh destinasi wisata tersebut. Pada tahun 2015, ECPAT Indonesia juga melakukan  penelitian di tiga lokasi wisata yaitu Lombok (NTB), Kefamenahu (NTT) dan Jakarta Barat (DKI Jakarta). Di tiga lokasi yang diteliti ini pun ditemukan kasus-kasus kekerasan dan eksploitasi seksual anak yang dilakukan oleh wisatawan.

Dalam temuan penelitian yang dirilis dalam Catatan Akhir Tahun (CATAHU) ECPAT Indonesia 2017, menunjukkan praktek-praktek kekerasan seksual yang kerap kali dilakukan oleh wisatawan adalah pelacuran anak, pornografi anak, pernikahan pada anak di destinasi wisata dan bahkan perdagangan seks anak. Untuk menilai tentang praktek kekerasan dan eksploitasi seksual anak, maka destinasi yang diteliti ini diberikan score card (kartu penilai) yang terdiri dari warna merah, kuning dan hijau. Secara lebih rinci laporan dapat dilihat dari matrik di bawah ini:


Score card yang ditampilkan di atas memberikan makna bahwa pada kolom yang berwarna merah (Jakarta Barat, Garut, Lombok, Teluk Dalam) menunjukan bahwa situasi kekerasan dan eksploitasi seksual anak yang terjadi dan dilakukan oleh wisatawan begitu buruknya, dan langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan serta penindakan (penegakan hukum) belum dilakukan.  Sedangkan yang warna kuning (Pulau Seribu, Karang Asem, Kefamenahu, Toba Samosir dan Bukti Tinggi) menunjukkan kasus-kasus kekerasan eksploitasi seksual anak ditemukan, upaya pencegahan sudah dilakukan namun penegakan hukum belum  dilakukan. Sedangkan yang warna hijau (Gunung Kidul), menunjukkan bahwa kasus-kasus kekerasan dan eksploitasi seksual anak ditemukan, upaya pencegahan dari pemerintah dan organisasi masyarakat sipil sudah dilakukan, namun penegakan hukum belum dilakukan.

Di samping kekerasan dan eksploitas seksual anak yang berlangsung di destinasi wisata, yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah masuknya sejumlah pedofil ke destinasi wisata Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal  Imigrasi RI, sampai dengan September 2017, telah mendeportasi sebanyak 107 orang yang diduga sebagai pedofil dari berbagai bandara di Indonesia. Atas dasar itu, ECPAT Indonesia melakukan analisis terhadap 13 kasus WNA yang diduga sebagai pedofil tahun 2017 yang dideportasi tersebut, dan menemukan statistik sebagai berikut :

 

Pedofil Asing Yang Ditolak Masuk Indonesia, 2017 

NO. INISIAL WARGA NEGARA MASKAPAI AIRPORT TERAKHIR BANDARA DI INDONESIA
1. DNW Australia AirAsia

 

Perth Australia Bali
2. JL Australia Menado
3. SRC Australia Bali
4. RJP Australia Bali
5. FPS Afrika Selatan Jetstar Perth, Australia Bali
6. APS Australia Air Asia Darwin Bali
7. JWP Malindo Kuala Lumpur
8. JW China Bali
9. CP Australia Jetstar Sidney Bali
10 BGC Australia Jetstar

 

Melbourne Bali
11. PJK Australia Jetstar Adelaide Bali
12. CJA Australia Jetstar Adelaide Bali
13. SRL Australia —- Sidney Bali

Sumber : ECPAT Indonesia, 2017


Dari data yang dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa destinasi wisata Indonesia sangat rawan atas berbagai bentuk kejahatan seksual yang menimpa anak-anak. Oleh karena itu maka penting bagi  pemerintah dan stakeholder pariwisata untuk segera melakukan langkah-langkah pencegahan, perlindungan dan penyelematan destinasi wisata Indonesia dari para sejumlah wisatawan yang merusak reputasi destinasi wisata Indonesia. Memperketat masuknya wisatawan yang berpotensi melakukan kekerasan seksual anak di  berbagai bandara di Indonesia perlu segera dilakukan. Selain itu,  edukasi kepada usaha wisata agar memperhatikan wisatawan yang melakukan kejahatan seksual pada anak. Masyarakat di destinasi wisata juga perlu dididik agar tidak terlalu mempercayakan anak-anak mereka bergaul dengan wisatawan. Kementerian Pariwisata dan Kementerian Permberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak perlu melakukan kolaborasi dalam menyelamatkan destinasi wisata dari para wisatawan yang tidak bertanggung jawab tersebut. Selama ini kedua kementerian ini belum menunjukkan kolaborasi yang kongkrit dalam mencegah dan melindungi destinasi wisata dari praktek kekerasan dan eksploitasi seksual anak.

Penegakan Hukum

Dalam upaya menekan terjadinya kekerasan dan eksploitasi sekual anak oleh wisatawan, maka penegakan hukum menjadi kunci yang terbaik.  Indonesia telah melakukan dua kali revisi terhadap Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yaitu revisi melalui UU No. 35 Tahun 2014 dan Revisi melalui UU No. 16 Tahun 2017. Ini menunjukkan kemauan pembentuk undang-undang untuk mengeliminasi masalah ini sudah cukup tinggi. Namun sayang, situasi ini tidak diikuti oleh kemampuan aparat penegak hukum yang handal dalam mengantisipasi dan mengatasi masalah ini.

Sebagai perbandingan, Amerika Serikat, Prancis dan Australia dianggap tiga negara yang terbaik dalam memberikan perlindungan terhadap anak-anak dari kekerasan seksual dari para child sex offender termasuk pedofil. Ketiga negara ini memiliki database yang sangat baik terhadap pelaku-pelaku kejahatan seksual anak yang pernah dihukum. Database yang dimiliki dimanfaatkan oleh penegak hukum untuk mendeteksi para mantan terpidana ini kemana pun mereka pergi, termasuk ketika bepergian ke negara-negara dunia ketiga untuk berwisata. Pihak otoritas setempat akan memberikan informasi kepada otoritas negara tujuan, bahwa mantan terpidana pelaku kejahatan seksual anak akan memasuki satu negara, dan negara tersebut diharap menolak masuk orang tersebut. Jika saja kepolisian Indonesia memiliki database pelaku kejahatan seksual anak yang pernah dihukum, maka langkah penyelamatan anak-anak dari praktek kekerasan dan ekploitasi seksual anak akan semakin baik.

Selain masalah database, kelemahan lain yang dimiliki penegak hukum adalah, komitmen dan skill yang rendah. Skill dalam penyidikan terhadap kejahatan seksual anak wajib dimiliki, bahkan spesialisasi dalam bidang penyidikan kejahatan seksual anak sudah harus diterapkan oleh para petinggi kepolisian di Indonesia termasuk pemberian sertifikasi, sehingga para penyidik memiliki kemampuan yang handal dan spesifik. Selama ini para penyidik sering di rolling di berbagai unit, karenanya mereka memiliki pengetahuan yang banyak tetapi tidak spesifik dan mendalam.

Isu lainnya adalah insentif, masalah ini penting, karena biaya untuk melakukan penyidikan masalah-masalah kejahatan seksual anak apalagi yang dilakukan oleh wisatawan membutuhkan anggaran khusus. Mereka akan banyak melakukan investigasi dan pengamanan destinasi wisata dari pelaku kejahatan seksual anak. Mereka tidak hanya duduk dan menunggu laporan di kantor tetapi perlu memasang telinga lebar-lebar dan mencari informasi seakurat mungkin dari berbagai informan di destinasi wisata. Oleh karena itu, bagi penyidik yang memilih bidang ini harus diberikan insentif khusus, agar mereka bisa fokus menyelamatkan destinasi wisata negeri ini dari para child sex offender. (***)


 

 

 

 

 

 

 

 


Published at :
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close