PERBEDAAN PROSEDUR RUPS PT TERTUTUP DAN TERBUKA
Oleh AGUS RIYANTO (Desember 2017)
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) menerjemahkan arti Perseroan Terbuka (Pasal 1 butir 7) dan Perseroan Publik (Pasal 1 butir 8) dengan jelas, tetapi tidak demikian halnya dengan Perseroan Terutup. Berdasarkan Pasal 1 butir 1 UUPT dapat ditarik arti apakah yang dimaksud dari Perseroan Terutup tersebut. Perseroan Terbuka adalah perseroan publik atau perseroan yang melakukan penawaran umum saham sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di Pasar Modal. Perseroan Publik adalah perseroan yang memenuhi kriteria jumlah pemegang saham (tiga ratus) dan modal yang telah disetor (tiga miliar rupiah) sesuai dengan perundang-undangan di Pasar Modal (Pasal 1 butir 22 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal). Semetara, Perseroan Tertutup adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan kepada adanya perjanjian (minimal pemegang saham adalah dua), melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar (minimal lima puluh juta rupiah) yang mana seluruh sahamnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan di dalam UUPT, serta peraturan pelaksanaannya. Berpegang kepada kontruksi arti berbeda inilah, maka secara natural dapat ditarik benang merah bahwa Perseroan Tertutup dan Perseroan Terbuka memang berbeda.
Kejelasan perbedaan Perseroan Tertutup dengan Perseroan Terbuka terjadi dalam hal prosedur Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Hal tersebut berangkat dari berbedanya ketentuan RUPS yang mengaturnya. RUPS Perseroan Tertutup diatur UUPT melalui Pasal 75 – 91. Untuk, RUPS Perseroan Terbuka terdapat pengaturan lebih khusus, yaitu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 32/POJK.04/2014 Tahun 2014 tentang Rencana dan Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka sebagaimana telah diubah dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 10/POJK.04/2017 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 32/POJK.04/2014 tentang Rencana dan Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka. Dengan berbedanya pengaturan RUPS, maka terdapat beberapa perbedaan antara keduanya, yang terdiri dari:
Lokasi atau tempat diselenggarakannya RUPS. Untuk Perseroan Tertutup RUPS dilaksanakan di tempat kedudukan perseroan tersebut melakukan kegiatan usaha utama dan sebagaimana telah ditentukan dalam anggaran dasar. Dengan ketentuan bahwa tempat RUPS tersebut harus terletak dan berada masih di wilayah negara Republik Indonesia. Artinya, tidak dapat dibenarkan jika di luar wilayah kedaulatan Indonesia. Jika dalam RUPS hadir dan/atau diwakili semua pemegang saham dan semua pemegang saham menyetujui diadakannya RUPS dengan agenda tertentu, RUPS dapat diadakan di manapun. RUPS sebagaimana dimaksud itu harus dapat mengambil keputusan jika keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat (Pasal 76 ayat (1), (3), (4), dan (5) UUPT). Berbeda halnya dengan Perseroan Terbuka, maka RUPS dapat diadakan dilakukan dengan memilih antara di tempat kedudukan hukum dimana perusahaan terbuka, di tempat melakukan kegiatan usaha utama sebagaimana diatur anggaran dasarnya atau dapat dilaksanakan di bursa (Bursa Efek Indonesia) dimana sahamnya telah dicatatkan yang berlokasi di Jakarta dan dapat juga di ibu kota provinsi dimana tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha utama Perusahaan Terbuka. Yang keseluruhannya harus berada di dalam wilayah kedaulatan Republik Indonesia (Pasal 76 ayat (2) UUPT dan Pasal 7 Peraturan OJK 2014).
Keberbedaan lainnya adalah tentang kewajiban untuk melakukannya pemberitahuan RUPS, pengumuman RUPS, pemanggilan RUPS dan juga pelaporan terhadap hasil RUPS. Di antara ke empat tersebut khusus Perseroan Tertutup hanya memiliki kewajiban untuk melakukannya pemanggilan RUPS saja. Pemanggilan RUPS Perseroan Tertutup dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 hari sebelum tanggal RUPS diadakan, dengan tidak harus memperhitungkan tanggal pemanggilan dan tanggal RUPS. Di dalam panggilan RUPS wajib dicantumkan tanggal, waktu, tempat, dan mata acara rapat disertai juga pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dan dibahas di dalam RUPS tersedia di kantor Perseroan Tertutup sejak tanggal dilakukannya pemanggilan RUPS sampai dengan tanggal RUPS diadakan. Pemanggilan RUPS dilakukan dengan Surat Tercatat dan/atau dengan iklan dalam Surat Kabar (Pasal 82 UUPT). Berbeda halnya Perseroan Terbuka memiliki empat kewajiban RUPS yaitu pemberitahuan RUPS, pengumuman RUPS, pemanggilan RUPS dan juga pelaporan terhadap hasil RUPS. Hal ini menunjukkan bahwa kompeksitas dan tidak mudah melakukan RUPS Perseroan Terbuka. Untuk itu, maka perlu persiapan dan waktu yang cukup menjalankan RUPS untuk Perseroan Terbuka. Dimulai dengan kewajiban menyampaikan pemberitahuan mata acara rapat (secara jelas dan terperinci) kepada Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum pengumuman RUPS, dengan tidak memperhitungkan hari tanggalnya pengumuman RUPS tersebut. Dalam hal terdapat perubahan di dalam mata acara rapat RUPS, maka pihak Perseroan Terbuka wajib menyampaikan perubahan mata acara dimaksud kepada OJK paling lambat pada saat pemanggilan RUPS (Pasal 8 Peraturan OJK 2014).
Setelah dilakukannya pemberitahuan RUPS, Perseroan Terbuka diwajibkan untuk melakukan pengumuman RUPS kepada pemegang saham paling lambat 14 hari sebelum pemanggilan RUPS, dengan tidak harus memperhitungkan tanggal pengumuman dan tanggal pemanggilan. Perseroan Terbuka juga wajib melakukan pengumuman RUPS kepada pemegang saham paling lambat 14 hari sebelum pemanggilan RUPS, dengan tidak memperhitungkan tanggal pengumuman dan tanggal pemanggilan. Pengumuman RUPS paling kurang memuat : ketentuan pemegang saham yang berhak hadir dalam RUPS, ketentuan pemegang saham yang berhak mengusulkan mata acara rapat, tanggal penyelenggaraan RUPS, tanggal akan pemanggilan RUPS dan informasi bahwa Perseroan Terbuka menyelenggarakan RUPS karena adanya permintaan dari pemegang saham (ketentuan ini khusus dalam hal RUPS yang akan diselenggarakan atas permintaan pemegang saham). Bagi Perseroan Terbuka yang sahamnya tercatat pada Bursa Efek, Pengumuman RUPS paling kurang melalui : 1 (satu) surat kabar harian berbahasa Indonesia yang berperedaran nasional, situs web Bursa Efek; dan situs web Perusahaan Terbuka, dalam Bahasa Indonesia dan bahasa asing, dengan ketentuan bahasa asing yang digunakan paling kurang bahasa Inggris. Sedangkan untuk PerseroanTerbuka yang sahamnya tidak tercatat pada Bursa Efek, Pengumuman RUPS paling kurang melalui : 1 (satu) surat kabar harian berbahasa Indonesia yang berperedaran skala nasional, dan situsnya web Perusahaan Terbuka, dalam Bahasa Indonesia dan bahasa asing, dengan ketentuan bahasa asing yang digunakan paling kurang bahasa Inggris. Yang kesemuanya informasi tersebut dan bukti pengumuman RUPS wajib disampaikan kepada OJK paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah dilakukannya pengumuman RUPS itu (Pasal 83 ayat (2) UUPT dan Pasal 10 Peraturan OJK 2014).
Sebelum dilaksanakannya RUPS, Perseroan Terbuka wajib melakukan pemanggilan kepada pemegang saham paling lambat 21 hari sebelum RUPS, dengan tidak memperhitungkan tanggal pemanggilan dan tanggal RUPS. Pemanggilan RUPS paling kurang memuat informasi: tanggal penyelenggaraan RUPS, waktu penyelenggaraan RUPS, tempat dari penyelenggaraan RUPS, ketentuan pemegang saham yang berhak hadir dalam RUPS (karena, dalam PT Terbuka saham dapat berpindah kepemilikan dengan cepat bahkan beberapa hari sebelum RUPS dilakukan), mata acara rapat termasuk juga penjelasan atas setiap mata acara tersebut; dan informasi yang menyatakan bahan terkait mata acara rapat tersedia bagi pemegang saham sejak tanggal dilakukannya pemanggilan RUPS sampai dengan RUPS diselenggarakan. Khusus bagi Perseroan Terbuka yang sahamnya tercatat pada Bursa Efek, Pemanggilan RUPS paling kurang melalui 1 (satu) surat kabar harian berbahasa Indonesia yang berperedaran nasional, situs web Bursa Efek; dan situs web Perusahaan Terbuka, dalam Bahasa Indonesia dan bahasa asing, dengan ketentuan bahasa asing yang digunakan paling sekurang-kurangnya adalah bahasa Inggris. Sedangkan, bagi PT Terbuka yang tidak tercatat pada Bursa Efek, Pemanggilan RUPS paling kurang melalui 1 (satu) surat kabar harian berbahasa Indonesia yang peredaran nasional; dan situs web Perusahaan Terbuka, dalam Bahasa Indonesia dan bahasa asing, dengan ketentuan bahasa asing yang digunakan paling kurang bahasa Inggris (Pasal 83 ayat (1) UUPT dan Pasal 13 Peraturan OJK 2014).
Setelah selesai dilaksanakannya RUPS, maka kewajiban dari Perseroan Terbuka adalah segera melaporkan hasil-hasil keputusannya RUPS kepada OJK, Bursa Efek dan instansi lainnya yang terkait di dalam rentang jangka waktu 2 (dua) hari kerja sesudahnya. Hal ini menjadi penting dilakukan, karena pelaoran ini adalah merupakan bagian dari keterbukaan informasi publik yang bersifat material dan harus diketahuinya sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Bapepam No. IX.K.1 tentang Keterbukaan Informasi Yang Harus Segera Diumumkan Kepada Publik. Kewajiban keterbukaan informasi ini, terhadap hasil-hasil RUPS Perseroan Terbuka, harus ditindaklanjuti dengan pengumuman melalui iklan hasil RUPS yang sekurang-kurangnya 1 (satu) surat kabar harian berbahasa Indonesia yang peredaran nasional; dan situs web Perseroan Terbuka, di dalam Bahasa Indonesia dan bahasa asing, dengan ketentuan bahasa asing yang digunakan paling kurang bahasa Inggris. Dengan memperhatikan serangkaian dan tahapan prosedur RUPS, maka jelas tidaklah mudah melakasanakan RUPS Perseroan Terbuka dan menghabiskan waktu sekurang-kurangnya lebih dari 2 (dua) bulan (mulai dari persiapan, empat prosedur RUPS hingga hari berlangsungya RUS dan pelaporan sesudahnya) sebelum hari pelaksanakan RUPS tersebut dilakukan.
Keputusan Sirkuler. Keputusan RUPS juga dapat dilakukan dengan tidak harus bahwa seluruh pemegang saham itu hadir dalam RUPS, yang dikenal dengan istilah RUPS Sirkuler (Circular Resolution). Untuk Perseroan Tertutup itu sangat dimungkinkan, karena jumlah pemegang sahamnya terbatas atau tidak sebanyak Perseroan Terbuka. Dengan jumlah yang relatif tidak banyak (misalnya dua, tiga dan mungkin lima), maka pemegang saham dapat juga mengambil keputusan yang mengikat di luar RUPS dengan syarat mutlak bahwa semua para pemegang sahamnya dengan hak suara untuk menyetujui secara tertulis, seluruh agenda RUPS, dengan menandatangani usulan agenda RUPS yang bersangkutan (Pasal 91 UUPT). Artinya, tidak ada menolak dari seluruh pemegang saham atau seluruh pemegang saham harus menyetujui apa yang menjadi agenda RUPS Perseroan Tertutup. Berbeda halnya dengan RUPS Perseroan Terbuka keputusan RUPS tidak dimungkinkan dilakukan pengambilan keputusan dengan jalan keputusan sirkuler. Hal ini karena pemegang saham dalam Perseroan Terbuka, termasuk juga masyarakat, yang jumlahnya sangat banyak (lebih dari 300 atau tiga ratus), sehingga sangat kecil sekali kemungkinannya untuk dapat dilakukan pengambilan keputusan di luar RUPS (dengan keputusan sirkuler). RUPS Perseroan Terbuka tetap harus dihadiri langsung oleh para pemegang saham atau kuasanya untuk dapat memutuskan agenda-agenda RUPS Perseroan Terbuka yang telah ditetapkan.
Pemimpin RUPS. Dalam RUPS Perseroan Tertutup tidak ada yang harus memimpin RUPS. Hal ini, karena memang tidak ditentukan dalam UUPT dan juga karena jumlah dari pemegang sahamnya tidak terlalu banyak. Namun di dalam RUPS Perseroan Terbuka kebutuhan untuk dapat memimpin RUPS menjadi penting dan harus ada. Hal ini karena jumlah para pemegang saham yang banyak dan harus membuat keputusan dalam RUPS tersebut. Untuk itulah dalam Perseroan Terbuka dapat dipimpin oleh anggota Dewan Komisaris yang ditunjuk oleh Dewan Komisaris. Dalam hal semua anggota Dewan Komisaris tidak dapat hadir atau berhalangan hadir, RUPS dipimpin oleh salah seorang anggota Direksi yang ditunjuk oleh Direksi. Dalam hal semua anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi tidak hadir atau berhalangan hadir, maka RUPS dipimpin oleh pemegang saham yang hadir di dalam RUPS yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS (Pasal 22 Peraturan OJK 2014). Hal lain yang membedakan RUPS Perseroan Tertutup dan RUS Perseroan Terbuka adalah soal suara abstain. Yang dimaksud dengan suara abstain adalah pemegang saham yang tidak hadir atau tidak dapat memberikan suara (dalam rangka pemungutan suara) atau tidak menentukan sikapnya dalam agenda-agenda RUPS yang telah ditentukan. Masalah suara abstain ini tidak diatur UUPT, sehingga tidak dikenal dalam untuk RUPS Perseroan Tertutup, namun dalam RUPS Perseroan Terbuka telah diaturnya dan ditentukan bahwa pemegang saham dari saham dengan hak suara yang sah yang hadir dalam RUPS namun abstain (tidak memberikan suara) dianggap sama dengan mengeluarkan suara yang sama dengan suara mayoritas pemegang saham yang mengeluarkan suaranya (Pasal 30 Peraturan OJK 2014).
Notaris dalam RUPS. Notaris memiliki peranan yang menentukan dan penting di dalam RUPS. Hal ini karena Notaris adalah pejabat umum yang memang berwenang membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud UUPT, termasuk juga dalam hal RUPS. Setiap penyelenggaraan RUPS wajib dibuat risalahnya. RUPS yang tidak dibuat risalahnya tidak sah dan dianggap tidak pernah ada sehingga akibatnya hal-hal yang diputuskan dan ditetapkan dalam RUPS tidak dapat dilaksanakan. Risalah RUPS yang tidak dibuat dengan akta Notaris, menurut pasal 90 ayat (1) UUPT, maka wajib ditandatangani oleh Ketua Rapat atau pemimpin rapat atau paling sedikit satu pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta rapat. Sementara itu risalah RUPS (atau RUPSLB) yang kemudian dituangkan dalam bentuk akta Notaris itu dapat pula dilakukan dengan cara Notaris ikut turut langsung menghadiri kegiatan RUPS tersebut. Sehingga, Notaris dalam RUPS tersebut menyaksikan dan mendengar sendiri proses berjalannya RUPS, sehingga pada saat ia membuat akta, akta tersebut adalah termasuk akta otentik. Bahkan, dalam prakteknya RUPS Perseroan Terbuka, Notaris dapat menentukan korum dikatakan sah atau tidak sahanya kehadiran para pemegang saham. Dengan demikian, maka kedudukan dan kehadiran Notaris dalam RUPS Perseroan Terbuka tidak dapat ditolak lagi kehadirannya. Namun demikian tidak dapat semua Notaris dapat membuat risalah RUPS Perseroan Terbuka, tetapi hanya Notaris yang telah terdaftar di Bapepam-LK (sekarang di OJK) yang dapat melakukan kegiatan di bidang Pasar Modal, salah satunya membuat akta RUPS Perseroan Terbuka (Peraturan VIII.D.1, Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-37/PM/1996 tentang Pendaftaran Notaris yang Melakukan Kegiatan di Pasar Modal). Berbeda hal, dalam RUPS Perseroan Tertutup tidak terdapat kewajiban untuk RUPS dengan dihadiri langsung atau menghadirkan Notaris. Hal ini, karena memang tidak diatur oleh UUPT, tetapi dalam praktek yang terjadi adalah pemegang saham (karenak jumlahnya yang tidak banyak) mengadakan RUPS di antara pemegang saham dan membuat keputusan RUPS di bawah tangan dan setelah selesai dan mengambil keputusannya RUPS memintakan bantuan Notaris untuk menuangkan dalam bentuk Pernyataan Keputusan Rapat (PKR) RUPS dan termasuk melaporkannya kepada Kementrian Hukum dan Hak-hak Asasi Manusia RI.
Berangkat dengan kenyataan perbedaan-perbedaan RUPS Perseroan Tertutup dan Perseroan Terbuka, maka keseluruhannya berbeda dikarenakan karateristik dan bentuk perseroannya memang tidaklah sama. Disamping itu juga jumlah pemegang saham memiliki ketidaksamaan jumlah berpengaruh besar terhadap bagaimana prosedural RUPS tersebut dilakukan. Namun demikian kompleksitias dan kerumitan tahapan RUPS Perseroan Terbuka adalah jelas terjadi dibandingkan dengan RUPS Perseroan Tertutup tidak dapat terbantahkan. Yang menjadikan titik kesamaannya adalah kedua RUPS mengakui bahwa RUPS adalah organ perseroan penting dan mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas-batas yang telah ditentukan dalam UUPT dan/atau anggaran dasar Perseroan Tertutup atau Perseroan Terbuka. Kesamaan mana diikat oleh kesadaran bahwa RUPS adalah forum demokratisasi tertinggi dari para pemegang saham untuk mengambil dan memutuskan segala sesuatunya yang menjadi hak-hak dan tanggung-jawab untuk dan demi kebaikan perseroan di dalam menjalankan usahanya. Yang berbeda hanya prosedurnya saja. (***)
REFERENSI : Hukumonline.com, Tanya Jawab Hukum Perusahaan, Visimedia, Jakarta, 2009.
Published at :