People Innovation Excellence

MENGAWAL PUTUSAN MK NO. 97/PUU-XIV/2016



Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nadhatul Ulama (NU) pada tanggal 20 November 2017 mengadakan pertemuan dengan mengundang sejumlah figur yang ikut mengawal lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016. Putusan ini terkait pengujian UU Adminstrasi Kependudukan sebagai konsekuensi dari permohonan beberapa tokoh penghayat kepercayaan terhadap Tuhan YME, agar di kartu tanda penduduk dan kartu keluarga mereka tidak dikosongkan kolom agamanya, melainkan diisi sesuai dengan kepercayaan yang mereka yakini. Mereka juga tidak berharap di kolom itu diisi dengan salah satu agama, yang notabene bukan agama yang mereka anut.

Dalam pertemuan ini, salah satu dosen Jurusan Hukum Bisnis (Business Law) BINUS, Shidarta, diundang sebagai narasumber dalam pertemuan di Hotel Soll Marina, Tangerang. Beliau hadir memberikan masukan terhadap para peserta yang sebagian besar adalah tokoh-tokoh adat dari berbagai daerah di Indonesia, juga penghayat kepercayaan, dan aktivis hak masyarakat adat dan intelektual muda berbasis agama, seperti dari Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.

Ada berbagai kendala diidentifikasi oleh para peserta yang sudah mengadakan pertemuan sejak satu hari sebelumnya. Mereka mengkhawatirkan antara lain dimanfaatkannya isu-isu penghayat kepercayaan ini untuk konsumsi politik praktis, padahal sikap MK sudah sangat jelas bahwa diskriminasi terhadap warga negara atas dasar agama dan kepercayaan merupakan perilaku yang tidak pantas untuk diteruskan, termasuk dalam pelayanan publik.

Shdarta menekankan pada kesempatan itu mengenai arti penting putusan ini bagi eksistensi penghayat kepercayaan itu dalam masyarakat Indonesia yang majemuk. Ia berharap ada kesamaan sikap antara para pejabat di tingkat pusat dengan pertugas di tingkat akar rumput. Shidarta yang juga pernah diminta hadir sebagai ahli di persidangan MK terkait pengujian UU Atmnduk ini menginginkan agar praktik-praktik di pengadilan juga mulai terbuka, seperti membolehkan mereka disumpah dengan tata cara penghayat kepercayaan itu, sama seperti yang pernah dilakukan di persidangan MK. “Kalau MK menerima eksistensi mereka dan disumpah dengan kepercayaan mereka, maka pengadilan-pengadilan di bawah koordinasi Mahkamah Agung pun layak memperlakukan mreka dengan sikap yang sama,” ujar Shidarta.

Ikut hadir memberikan pandangannya adalah pakar hukum tata negara Bivitri Susanti dan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi Budi Santoso, (***)

 

 

 


Published at : Updated
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close