BADAN PENYELENGGARA JAMINAN PRODUK HALAL
Oleh ABDUL RASYID (November 2017)
Setelah menunggu hampir tiga tahun pasca diundangkannya Undang-undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (selanjutnya disebut UU-JPH), Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) diresmikan oleh Menteri Agama pada tanggal 11/10/2017. Pendirian BPJPH merupakan amanat undang-undang yang menyatakan bahwa lembaga tersebut harus dibentuk paling lambat 3 (tiga) tahun setelah UU-JPH diundangkan (lihat Pasal 64). Meski pembentukan BPJPH tergolong lambat, akan tetapi tindakan tersebut layak untuk diapreasi.
BPJPH adalah badan pemerintah yang ditugaskan untuk menyelenggarakan jaminan produk halal. Keberadaannya berada di bawah Menteri Agama dan bertanggungjawab kepada menteri juga. Menurut Pasal 6 UU-JPH, kewenangan BPJPH dalam menyelenggarakan jaminan produk halal mencakup:
(a) merumuskan dan menetapkan kebijakan JPH;
(b) menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria JPH;
(c) menerbitkan dan mencabut Sertifikat Halal dan Label Halal pada Produk;
(d) melakukan registrasi Sertifikat Halal pada produk luar negeri;
(e) melakukan sosialisasi, edukasi, dan publikasi Produk Halal;
(f) melakukan akreditasi terhadap LPH;
(g) melakukan registrasi Auditor Halal;
(h) melakukan pengawasan terhadap JPH;
(i) melakukan pembinaan Auditor Halal; dan
(j) melakukan kerja sama dengan lembaga dalam dan luar negeri di bidang penyelenggaraan JPH.
Berdasarkan kewenangan atributif di atas, saat ini BPJPH merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk menyelenggarakan sertifikasi produk halal di Indonesia. Dengan demikian maka proses sertifikasi produk halal tidak lagi berada di bawah kewenangan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majellis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). Meski demikian, sesuai dengan UU-JPH, MUI tetap mempunyai peran strategis dalam proses sertifikasi produk halal. Hal ini menunjukkan bahwa BPJPH dapat melakukan kerjasama dengan MUI terkait proses sertifikasi auditor halal, akreditasi Lembaga Penjamin Halal (LPH) dan penetapan kehalalan produk dalam bentuk fatwa.
Dengan diundangkannya BPJPH, diharapkan pengurusan proses penyelenggaraan jaminan halal menjadi semakin lebih baik dari sebelumnya. Dari segi kelembagaan dan legalitas tentunya keberadaan BPJPH menjadi jelas karena telah diatur dalam undang-undang. Menurut Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, dengan diresmikannya BPJPH maka diharapkan Indonesia bisa masuk 10 besar produsen halal dunia versi Global Islamic Economy Indicator 2017. Mengingat potensi industri halal di Indonesia sangat besar, maka target yang ditetapkan oleh menteri agama menjadi beralasan. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan pelayanan sertifikasi dan pengawasan terhadap produk halal maka diharapkan BPJH dapat beroperasi secara profesionalisme, berintegritas dan transparansi, sehingga terhindar dari pungutan liar dan gratifikasi.
Indonesia sebagai negara dengan mayoritas Muslim, maka tentunya kebutuhan akan sertifikasi halal atas suatu produk menjadi tinggi, karena dalam perspektif Islam, selain halal makanan juga harus baik (thoyyib). Sebelum dikeluarkannya UU-JPH penyelenggaraan sertifikasi produk halal hanya bersifat voluntary (sukarela), namun demikian setelah diundangkannya UU-JPH, penyelengggaraan sertifikasi halal bersifat mandatory (wajib). Oleh sebab itu, para pelaku usaha memiliki kewajiban untuk mendaftar ke BPJPH agar produknya bisa disertifikasi kehalalannya.
Dalam kaitannya lembaga yang berwenang melakukan sertifikasi halal, BPJPH harus melakukan sosialisasi terus menerus kepada masyarakat akan pentingnya sertifikasi produk halal, karena bisa saja kesadaran masyarakat masih kurang akan hal ini. Selain itu, pemerintah juga harus mendukung sepenuhnya keberadaan BPJPH ini, sehingga bisa berjalan dan melakukan tugasnya dengan maksimal.
Salah satu negara yang berhasil menerapkan sertifikasi halal adalah Malaysia. Keberhasilan Malaysia dalam menerapkan sertifikasi halal ini patut ditiru Indonesia. Keberhasilan Malaysia dalam menerapkan sertifikasi halal tentunya mendapat dukungan penuh dari pemerintahnya, sehingga membawa Malaysia menjadi pemain utama produk halal di dunia saat ini. Oleh sebab itu, Peraturan Pelaksana UU-JPH harus segera dikeluarkan agar BPJPH bisa segera menjalankan tugasnya dengan maksimal. Di masa datang diharapkan dengan hadirnya BPJPH, Indonesia tidak lagi menjadi konsumen produk halal dari negara luar, namun menjadi produsen utama produk halal di dunia.***