People Innovation Excellence

ASAS ERGA OMNES DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Oleh ERNA RATNANINGSIH (Oktober 2017)

Kewibawaan suatu putusan yang dikeluarkan institusi peradilan terletak pada kekuatan mengikatnya. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan putusan yang tidak hanya mengikat para pihak (inter parties) tetapi juga harus ditaati oleh siapapun (erga omnes). Asas erga omes tercermin dari ketentuan yang menyatakan bawa putusan MK langsung dapat dilaksanakan dengan tidak memerlukan lagi keputusan pejabat yang berwenang kecuali peraturan perundang-undangan mengatur lain. Ketentuan di atas merefleksikan kekuatan hukum mengikat dan karena sifat hukumnya secara publik maka berlaku pada siapa saja, tidak hanya berlaku bagi para pihak yang berperkara.  Asas putusan MK berkekuatan hukum tetap dan bersifat final sebagaimana disebutkan dalam pasal 10 ayat (1) berikut penjelasan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang berbunyi :

“Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, yakni putusan Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Sifat final dalam putusan Mahkamah Konstitusi dalam Undang-Undang ini mencakup pula kekuatan hukum mengikat (final and binding)”.

Asas putusan mengikat secara erga omnes tersebut di atas tercermin melalui kalimat sifat final dalam putusan MK dalam Undang-Undang ini mencakup pula kekuatan hukum mengikat (final and binding). Erga omnes berasal dari bahasa latin yang artinya berlaku untuk setiap orang (toward every one). Asas erga omnes atau perbuatan hukum adalah berlaku bagi setiap individu, orang atau negara tanpa perbedaan (A erga omnes law or legal act applies as against every individual, person or state without distinction). [i] Suatu hak atau kewajiban yang bersifat erga omnes dapat dilaksanakan dan ditegakkan terhadap setiap orang atau lembaga, jika terjadi pelanggaran terhadap hak tersebut atau tidak memenuhi suatu kewajiban.

Putusan MK bersifat final dan mengikat, dengan kata lain tidak ada upaya hukum lain. Mengenai sifat final putusan MK juga ditegaskan dalam pasal 24 C ayat (1) UUD 1945. Berdasarkan ketentuan di atas maka putusan MK bersifat final yang berarti: (1) secara langsung memperoleh kekuatan hukum, (2) karena telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka putusan MK memiliki akibat hukum bagi semua pihak yang berkaitan dengan putusan. Hal ini menunjukkan bahwa putusan MK berbeda dengan putusan peradilan umum yang hanya mengikat para pihak berperkara (interparties). Semua pihak wajib mematuhi dan melaksanakan putusan MK, (3) karena merupakan pengadilan pertama dan terakhir, maka tidak ada upaya hukum lain yang dapat ditempuh. Sebuah putusan yang apabila tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh berarti telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) dan memperolah kekuatan mengikat (resjudicata pro veritate habeteur). Tegasnya, putusan MK yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dengan serta merta memiliki kekuatan hukum mengikat untuk dilaksanakan.[ii]

Namun dalam pelaksanaannya, putusan MK memiliki permasalahan dalam implementasinya. Diantaranya adalah putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013 yang menyatakan bahwa Pasal 268 ayat 3 KUHAP adalah inkonstitutional. Pasal 268 ayat 3 KUHAP mengatur Peninjauan kembali dalam perkara pidana hanya dapat dilakukan satu kali namun MK menyatakan PK dalam perkara pidana dapat dilakukan lebih satu kali atau berkali-kali.

Dalam pelaksanaan putusan MK, Mahkamah Agung enggan melaksanakan putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013 yang menyatakan PK dalam perkara pidana dapat dilakukan berulang kali dengan alasan akan menambah penumpukan perkara yang menjadi permasalahan laten lembaga ini. Selanjutnya MK mengeluarkan SEMA Nomor 7 Tahun 2014 tentang Peninjauan Kembali karena SEMA ini merujuk pada ketentuan dalam undang-undang Mahkamah Agung dan undang-undang Kekuasaan Kehakiman yang mengatur bahwa PK hanya dilakukan satu kali bukan ketentuan di dalam KUHAP yang dibatalkan oleh MK. Di sisi lain, Kejaksaan merasa keberatan terhadap PK yang berulang kali, karena akan menghambat pelaksanaan eksekusi dimana Kejaksaan adalah satu-satunya lembaga eksekutor dalam perkara pidana.

Putusan MK yang enggan untuk dilaksanakan oleh MA dan Kejaksaan menunjukkan adanya masalah implementasi dalam pelaksanaan putusan MK. Kondisi ini menunjukkan adanya perbedaan antara kaidah, norma (das Sollen) dalam pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi yang menganut asas Erga Omnes.  Sedangkan secara faktual terdapat perbedaan pandangan dari institusi terkait yaitu Kejaksaan dan Mahkamah Agung dalam melaksanakan ketentuan tentang PK (das Sein) terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Peninjauan Kembali yaitu Putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013, dimana terdapat kecenderungan putusan MK diabaikan oleh MA dan Kejaksaan.

Dalam realitas empirik, masalah implementasi putusan MK seringkali mengalami kesulitasn, setidaknya menunjukkan banyak variasi masalah dan pola implementasinya. Persoalan implementasi putusan MK setidaknya disebabkan oleh 3 (tiga) hal yaitu: (1) sebagaimana dituangan dalam Pasal 24 C ayat (1) UUD RI 1945, putusan MK hanya bersifat final akan tetapi tidak disertai kata mengikat sehingga terkadang dipersepsikan tidak mengikat; (2) MK tidak memiliki unit eksekutor yang bertugas menjamin aplikasi putusan final (special enforcement agencies); dan (3) putusan final sangat bergantung pada cabang kekuasaan negara yang lain yakni eksekutif dan legislatif, yaitu kerelaan dan kesadaran untuk melaksanakan putusan. Dari ketiga hal tersebut di atas, tampak jelas bahwa di lapangan, putusan MK sangat rentan dan berpotensi mengalami masalah implementasi. Dalam hal ini, semata-mata menggantungkan pada ketentuan normatif dan imperatif baik dalam UUD 1945, undang-undang MK maupun putusan MK, belumlah cukup menjamin tidak adanya persoalan dalam implementasi putusan. Ketentuan normatif imperatif mengenai sifat final dan keberlakuan putusan MK tidak serta merta menghilangkan hambatan dalam implementasinya. Sebab dalam kenyataannya, putusan MK tidak akan dapat ditegakkan manakala dipahami sebagai entitas yang berdiri sendiri, terpisah dari interaksinya dengan hal di luar itu.[iii]

Keputusan MK yang tidak dilaksanakan akan menggerogoti kewibawaan MK sebagai penjaga dan penafsir konstitusi sekaligus menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap MK. Meski MK tidak memiliki organ untuk untuk melaksanakan eksekusi putusannya, hendaknya MK melakukan koordinasi secara kelembagaan dengan lembaga atau instansi yang terkait dengan pelaksanaan putusan MK dalam hal ini MA dan Kejaksaan. Apabila terdapat kendala dalam melaksanakan putusan-putusan MK tersebut maka MA dan Kejaksaan dapat berkomunikasi dengan MK untuk mempertanyakan esensi dari isi putusan MK dan bagaimana melaksanakannya berdasarkan kondisi realitas dari MA dan Kejaksaan. Terlepas dari permasaahan internal kelembagaan dalam melaksanakan putusan MK, MA dan Kejaksaan memiliki kewajiban moral untuk melaksanakan dan mematuhi putusan MK sesuai dengan asas erga omnes.

[i] Erga Omnes Definition, http://www.duhaime.org/LegalDictionary/E/ErgaOmnes.aspx, diakses pada tanggal 8 Oktober 2017.

[ii] Fajar Laksono dkk, Implikasi dan Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-X/2012 tentang Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)/ Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara, Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2013, hlm. 9.

[iii] Ibid.


Published at : Updated
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close