BOLEHKAN ANAK MENJADI MODEL IKLAN?
Oleh SITI YUNIARTI (Oktober 2017)
Seorang teman membahas mengenai penggunaan anak sebagai model suatu iklan dengan menggunakan penafsiran terhadap larangan bagi siaran iklan niaga untuk melakukan eksploitasi anak di bawah usia 18 tahun sebagaimana diatur dalam UU Penyiaran. Penjelasan dalam UU Penyiaran hanya menjabarkan contoh perlakuan eksploitasi yakni tindakan atau perbuatan memperalat, memanfaatkan, atau memeras anak untuk memperoleh keuntungan pribadi, keluarga atau golongan.
Sebelumnya perlu dipahami bahwa periklanan sebagai suatu proses setidaknya melibatkan tiga pihak, yakni pelaku usaha yang memesan iklan (pemakrasa), pelaku usaha periklanan dan media yang menyiarkan/menerbitkan iklan tersebut kepada masyarakat. UU Perlindungan Konsumen, selaku payung hukum perlindungan konsumen di Indonesia, menetapkan serangkaian perbuatan yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha terkait dengan promosi/penawaran kepada konsumen, termasuk batasan mengenai muatan iklan yang dilarang diproduksi oleh pelaku usaha periklanan.
Dalam UU Perlindungan Konsumen memang tidak diatur secara khusus mengenai anak sebagai model iklan. Namun, melalui Pasal 17 ayat (1) huruf (f) UU Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang melanggar etika dan/atau ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Adapun UU Penyiaran, sebagai ketentuan yang mengatur media yang menyiarkan/menerbitkan iklan, mengatur bahwa materi siaran iklan yang disiarkan melalui lembaga penyiaran wajib memenuhi persyaratan penyiaran yang ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Dalam Peraturan KPI mengenai Standar Program Siaran hanya mengatur bahwa program siaran iklan tidak boleh menayangkan eksploitasi anak di bawah umur 12 (dua belas) tahun. Namun demikian, serupa dengan ketentuan dalam UU Perlindungan Konsumen, Peraturan KPI tersebut menyebutkan bahwa program siaran iklan tunduk pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan berpedoman pada Etika Pariwara Indonesia (EPI).
Etika Pariwara Indonesia (EPI), merupakan standar etika periklanan yang berlaku bagi seluruh iklan, pelaku dan usaha periklanan yang dipublikasikan atau beroperasi di wilayah hukum negara Republik Indonesia. Dalam EPI, terakhir diubah pada tahun 2014, dinyatakan bahwa dalam hal anak sebagai pemeran iklan maka:
- Anak tidak boleh digunakan untuk mengiklankan produk yang tidak layak dikomsumsi oleh anak, tanpa didampingi orang tua;
- Iklan tidak boleh memperlihatkan anak dalam adegan-adegan yang berbahaya, menyesatkan atau tidak pantas dilakukan oleh anak;
- Iklan tidak boleh menampilkan anak sebagai penganjur sesuatu produk yang bukan untuk anak;
- Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang mengeksploitasi daya rengek(pester power) anak, dengan maksud memaksa para orang tua untuk mengabulkan permintaan anak mereka akan produk terkait.
Sehingga dengan mengacu pada ketentuan dalam EPI, yang eksistensinya sebagai pedoman muatan iklan diakui oleh regulasi, maka anak dapat menjadi model anak sepanjang muatan iklannya sejalan dengan ketentuan dalam EPI tersebut. (***)