TERMINOLOGI HUKUM UANG DIGITAL DAN DOMPET DIGITAL
Oleh BAMBANG PRATAMA (September 2017)
Saat ini berkembang berbagai peristilahan baru seperti uang elektronik atau uang, yang mana media massa ramai membicarakan e-money sebagai pengganti pembayaran yang pemerintah galakan untuk menggantikan pembayaran uang tunai di gerbang tol. Agar terminologi di atas bisa diketahui secara jelas, maka tulisan ini akan menjelaskan tentang terminologi uang dalam bentuk elektronik yang saat ini sedang berkembang di masyarakat. Untuk penyamaan persepsi, dalam penulisan ini terminologi digital dan terminologi elektronik dipersamakan, karena berdasarkan pencarian literatur keduanya memiliki kemiripan. Oleh sebab itu, terminologi elektronik dan digital pada tulisan ini dipersamakan.
Sebelum menjelaskan tentang terminologi bentuk uang, secara normatif ada beberapa undang-undang terkait mengenai uang. Pertama adalah Undang-undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, kedua adalah pengaturan tentang kelembagaan dan bentuk derivasi dari uang, yaitu Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998, ketiga adalah tentang lembaga yang mengatur peredaran uang yaitu Bank Indonesia melalui Undang-undang No. 23 Tahun 1999 sebagaimana beberapa kali diubah menjadi Undang-udang No. 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia. keempat adalah bentuk transaksi elektronik yang diatur pada Undang-undang No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi Elektronik sebagai perubahan dari Undang-undang No. 11 Tahun 2008 (UU-ITE).
Empat aspek dari peraturan terkait tentang uang menjadi penting untuk diketahui, karena uang adalah alat tukar yang berada dalam suatu sistem ekonomi, sehingga berbagai macam bidang hukum yang mengelimutinya perlu diketahui. Meski terkadang peraturannya tidak akan langsung bisa ditemukan dalam undang-udang di atas, tetapi bisa ditemukan dalam peraturan di bawahnya. Penjelasan tentang ruang lingkup ini menjadi penting agar dalam penelusuran landasan yuridis menjadi tepat sasaran dalam menjawab konsep tentang uang kartal (uang kertas dan uang koin) dan uang giral (cek, giro, bilyet, dsb). Untuk menjawab tentang terminologi uang elektronik maka landasan lex generalisnya adalah penjelasan tentang uang, sebagai diatur pada pasal 1 Undang-undang No. 7 Tahun 2011 tentang mata uang, yaitu: uang adalah alat pembayaran yang sah. Kemudian pada angkat 2 diatur bahwa mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Rupiah. Melihat definisi undang-undang di atas, dapat diartikan bahwa uang adalah suatu alat pembayaran dan ketika uang diterbitkan oleh pemerintah atau otoritas yang berwenang maka uang menyandang gelar menjadi mata uang.
Dengan definisi di atas maka secara konvensional telah terjawab, kemudian bagaimana dengan uang elektronik? Rujukan untuk definisi uang elektronik (electronic money) adalah pasal 1 angka 3 Peraturan Bank Indonesia No. 18/17/PBI/2016 tentang Perubahan Kedua atas PBI No.11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (electronic money), rinciannya adalah sebagai berikut:
Uang Elektronik (Electronic Money) adalah alat pembayaran yang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
- diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu oleh pemegang kepada penerbit;
- nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media seperti server atau chip;
- digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut; dan
- nilai uang elektronik yang disetor oleh pemegang dan dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan.
Berdasarkan definisi di atas, uang elektronik bisa diartikan sebagai bentuk digital dari mata uang Rupiah. Namun demikian, ada beberapa hal penting yang menjadi karakteristik dari uang elektronik, yaitu disimpan pada suatu media elektronik seperti chip atau server dan bukan simpanan dari pemegang.
Mengaitkan penjelasan definisi atas uang elektronik, maka uang elektronik adalah alat pembayaran yang dikeluarkan oleh otoritas negara melalui suatu lembaga penyedia yang uang Rupiahnya disimpan dalam bentuk elektronik pada media penyimpanan seperti server atau chip. Uang elektronik sebagai alat pembayaran yang sah dan diakui oleh negara, maka dalam melakukan transaksi pembayaran di Indonesia, tidak boleh ditolak.
Keterkaitan UU-ITE dengan uang elektronik adalah pada lingkup transaksi elektronik, yang mana menurut pasal 1 angka 2 UU-ITE diatur bahwa transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Berdasarkan rumusan pasal di atas, maka suatu tindakan pertukaran informasi yang dilakukan melalui jaringan elektronik bisa dikatakan sebagai tindakan transaksi elektronik.
Konsep lain yang mengikuti dari uang elektronik jika dikaitkan dengan konsep konvensional adalah dompet (wallet) yang berarti jika uangnya berbentuk elektronik maka dompetnya juga berbentuk digital. Secara konseptual, ada perbedaan pertanggungjawaban dan konsekwensi hukum pada dompet digital yang perlu diketahui, yang mana hal ini berangkat dari konsep konvensional.
Pertama; dompet elektronik/digital yang uangnya disimpan dan dibawa oleh pemegangnya, maka pertanggungjawaban sepenuhnya ada pada pemilik, karena hal ini bisa dipersamakan dengan membawa uang konvensional. Contohnya: Jika A memiliki uang elektronik berupa e-money yang di dalamnya terdapat saldo sebesar Rp. 100.000,- dan kemudian e-money milik A hilang atau rusak, maka A tidak bisa meminta pertanggungjawaban kepada penerbit. Tidak bisa dibebankannya pertanggungjawaban kepada penerbit karena secara penguasaan barang (uang) ada pada A, bukan pada penerbit.
Kedua; dompet elektronik/digital yang uangnya disimpan oleh penerbitnya. Model uang dompet digital yang uangnya disimpan oleh penerbit maka penerbit harus bertanggungjawab atas segala kehilangan dan kerusakan. Contohnya: Jika A mengisi saldo Go-Jek senilai Rp. 100.000,- kemudian karena kesalahan sistem saldo milik A hilang, maka Go-Jek harus bertanggungjawab atas kehilangan saldo milik A. Namun perlu dicatat, jika kehilangan perangkatnya (handphone) dan kemudian terjadi transaksi Go-Jek dari perangkat milik A maka Go-Jek tidak bisa dipertanggungjawabkan. Pada bagian ini memang terjadi perdebatan mengenai pertanggungjawaban. Oleh sebab itu, seharusnya ada beban kewajiban kepada penyelenggara sistem untuk membuat sistem verifikasi dan otorisasi berupa PIN atau password untuk sebuah transaksi. Jika penyelenggara sistem tidak memiliki sistem verifikasi atau otorisasi pengguna, maka pada bagian inilah penyelenggara sistem bisa dimintakan pertanggungjawaban dalam menjalankan operasionalnya (governance).
Berdasarkan penjelasan di atas, terlihat secara jelas bahwa yang termasuk ke dalam kategori uang elektronik atau uang digital adalah uang konvensional yang berbentuk digital. Artinya, nilai uang di dalam mesin automatic teller machine (ATM) juga bisa dikatakan sebagai uang elektronik milik pengguna. Namun, ketika ditukarkan atau pengguna melakukan penarikan tunai, maka A melakukan konversi uang elektroniknya menjadi uang digital. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah dalam melakukan transaksi pada uang elektrinik, khususnya terkait dompet digital. Dengan penggunaan dompet digital yang langsung di masyarakat, maka pengetahuan tentang hak dan tanggungjawab atas dompet digital menjadi penting diketahui khususnya oleh pengguna dompet digital. (***)