MASALAH TANAH TERLANTAR DALAM RENCANA PEMBANGUNAN
Oleh ERNI HERAWATI (September 2017)
Tanah adalah karunia Tuhan YME. Tanah dalam filosofi Bangsa Indonesia merupakan milik bersama Bangsa Indonesia yang harus dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, sesuai dengan amanat Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang dasar 1945. Penguasaan tanah oleh WNI maupun badan hukum yang ditentukan oleh undang-undang harus ditujukan pada kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu dalam hukum tanah nasional dikenal istilah komunalistik religius yaitu memungkinkan penguasaan bagian-bagian dari tanah bersama Bangsa Indoneia sebagai karunia Tuhan YME kepada Rakyat Indonesia, secara individual, yang bersifat pribadi, sekaligus mengandung unsur kebersamaan (Harsono, 2007: XXXI). Oleh sebab itu hubungan antara Bangsa Indonesia dengan bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya bersifat perdata namun bukan hubungan kepemilikan. Selain itu, konsep keperdataan juga menegaskan adanya hubungan publik yang dilakukan oleh Negara Republik Indonesia dalam menjalankan amanat UUD 1945 melalui Hak Menguasai dari Negara (Harsono, 2007: XXXVIII).
Saat seseorang mengajukan permohonan untuk menguasai sebidang tanah dengan hak-hak yang tersedia dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) ia harus menggunakan ataupun mengusahakan tanahnya sesuai dengan permohonan yang diajukan, dan tanah tidak boleh dibiarkan terlantar. Tanah yang telah dimohonkan dan tidak dimanfaatkan makan akan menutup kemungkinan bagi pihak lain untuk memanfaatkan tanah tersebut, sehingga tanah yang terlantar atau ditelantarkan tidak akan memberikan hasil sesuai dengan tujuan yang diamanatkan oleh konstitusi yaitu tercapaianya kesejahteraan rakyat. Banyak sebab yang menjadi alasan mengapa sebidang tanah menjadi terlantar. Salah satu yang dicurigai adalah praktik spekulasi. Para pemilik tanah sengaja membiakan tanah yang telah dimohonkan untuk menunggu harga tanah menjadi tinggi dan kemudian dijadikan sebagai objek jual beli. Upaya spekulasi akan harga tanah, tentu saja tidak sejalan dengan filosofi Bangsa Indonesia tentang tanah dan tidak sesuai dengan tujuan negara yang diamanatkan dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) dan juga Pasal 6 UUPA yang menyebutkan bahwa “semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”. Selanjutnya pada Pasal 27, Pasal 34, Pasal 40 jelas ditentukan bahwa Hak Milik, HGU dan HGB menjadi hapus apabila tanah ditelantarkan.
Masalah tanah terlantar telah menjadi perhatian pemerintah dari waktu ke waktu. Terakhir, pada era Pemerintahan Presiden Joko Widodo, masalah tanah terlantar menjadi salah satu permasalahan untuk ditangani. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) Nasional III Tahun 2015–2019 yang merupakan penjabaran dari sembilan agenda prioritas (Nawa Cita) Joko Widodo dan Jusuf Kalla, terdapat beberapa agenda pembangunan yang terkait dengan tanah terlantar, diantaranya:
- Dalam agenda pembangunan “Dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia dan Masyarakat Indonesia”, melalui “Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Marjinal: Pelaksanaan Program Indonesia Kerja”. Sasaran dalam rangka distribusi hak atas tanah petani diantaranya melalui identifikasi tanah hak, termasuk di dalamnya tanah HGU akan habis masa berlakunya, tanah terlantar, dan tanah transmigrasi yang belum bersertifikat, yang berpotensi sebagai TORA (Tanah Objek Reforma Agraria) sedikitnya sebanyak 1 juta ha.
- Dalam agenda pembangunan “Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing di Pasar Internasional”, melalui “Membangun Perumahan dan Kawasan Permukiman” tanah terlantar menjadi salah satu sasaran dalam rangka Peningkatan efektifitas dan efisiensi manajemen lahan dan hunian di perkotaan guna penyediaan lahan perumahan.
- Selanjutnya dalam Program “Mewujudkan Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakkan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik” melalui “Peningkatan Kedaulatan Pangan”, untuk peningkatan kapasitas produksi padi dalam negeri salah satunya dilakukan dengan pemanfaatan lahan terlantar.
- Dalam Program “Pelestarian Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana”, melalui Perbaikan Kulaitas Lingkungan Hidup, salah satunya dilakukan dengan Peningkatan tutupan lahan/hutan melalui: rehabilitasi lahan kritis dan terlantar.
Dalam agenda pembangunan yang terkait dengan tanah terlantar sebagaimana dijelaskan di atas dapat dilihat bahwa penertiban terhadap tanah terlantar dapat dimanfaatkan untuk tercapainya bidang-bidang pembangunan yang lain demi tercapai kesejahteraan rakyat. Jika tidak dilakukan penertiban, maka tanah akan selalu menjadi objek spekulasi oleh sebagian orang. (***)