People Innovation Excellence

MENGATUR GUGATAN DERIVATIF, TETAPI TIDAK MENYELESAIKAN GUGATAN

Oleh AGUS RIYANTO (September 2017)

Di Indonesia, sebelum Undang-undang No. 1 Tahun 1995 dan sesudah berlakunya Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) gugatan derivatif telah diatur. UUPT 1995 mengatur tentang gugatan direksi (pasal 85 ayat (3)) dan gugatan Komisaris (pasal 98 ayat (2)). Sementara itu dalam UUPT 2007 pengaturan tentang gugatan direksi diatur pada pasal 97 ayat (6) dan gugatan komisaris diatur pada pasal 114 ayat (6)

Pada kedua UUPT di atas, gugatan derivatif diterjemahkan sebagai hak pemegang saham untuk dan atas nama perseroan (tidak untuk kepentingan diri pribadi) pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 dari jumlah saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap anggota Direksi atau Komisaris yang dikarenakan kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan. Di samping itu juga, gugatan derivatif dimungkinkan berdasarkan pasal 61 ayat 1 UUPT yang membuka ruang gugatan tersebut dengan ketentuan bahwa setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan melalui Pengadilan Negeri, yang dasar hukumnya meliputi kedudukan perseroan yang merugikan kepentingannya dianggap tidak adil dan dilakukan tanpa alasan yang wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi dan/ atau dewan Komisaris.

Dibandingkan dengan ketentuan gugatan derivatif di negara-negara Asia[1] lainnya, materi di Indonesia terlalu umum dan mendasar di tengah kompleksitas permasalahnya. Gugatan derivatif hanya diatur pada salah satu pasal yaitu pasal 97 ayat 6 (terhadap gugatan Direksi) dan pasal 114 ayat 6 (terhadap gugatan Komisaris) dari ketentuan tentang Direksi (Pasal 92-107) dan Komisaris (Pasal 108- 121) dalam UUPT 2007. Pokok yang diatur adalah hak pemegang saham dengan jumlah 1/10 untuk mengugat Direksi atau Komisaris, karena kesalahan atau kelalaian yang menimbulkan kerugian perseroan. Dengan limitasi demikian, maka tidak mudah gugatan derivatif dapat dimplementasikan. Hal ini disebabkan atas beberapa alasan, pertama, tidak diatur kategorisasi gugatan derivative, karena yang diatur hanya ketentuan adanya kelalaian dan kerugian tanpa ada penjelasan tentang hal tersebut apa yang dimaksud. Kedua, syarat untuk mengajukan gugatan derivative. Ketiga, Tidak ada pengaturan tentang rentang waktu sebagai pemegang saham yang dapat menggugat. Kelima, waktu notifikasi kehendak menggugat pemegang saham kepada Direksi atau Komisaris dapat dilakukan. Keenam, bagaimana mekanisme pengajuan gugatan derivatif dapat dilakukan di Pengadilan Negeri.

Di dalam UUPT 2007 juga tidak diatur definisi apakah gugatan derivatif itu, padahal seharusya dijelaskan dalam penjelasan undang-undang. Konsekuensi ketiadaan penjelasan ini membuat ketentuan yang ada perlu ditafsirkan dari arti gugatan derivatif dari kalimat yang ada, dan bermula dari pendapat para ahli hukum korporasi. Hal ini wajar dipertanyakan karena di dalam menjalankan gugatan derivatif akan melibatkan pengadilan untuk memutuskannya, sehingga menjadi aneh mengapa hal-hal terkait gugatan derivative tidak diatur lebih lanjut di dalam UUPT 2007.

Disamping itu, subtansi gugatan derivatif yang mensyaratkan hanya dapat dilakukan oleh 1/10 persen pemegang saham patut dipertanyakan. Dengan ketentuan berarti pemegang saham yang kurang 1/10 itu tidak berhak menggugat Direksi dan Komisaris. Melalui jumlah yang demikian ini sama saja artinya membatasi hak-hak pemegang saham (gugatan derivatif) untuk menggunakannya. Di dalam tataran teknis dan operasional untuk memenuhi ketentuan jumlah 1/10 itu tidak mudah, baik itu untuk Perusahan Tertutup dan terlebih lagi bagi Perusahaan Terbuka.

Pada Perusahaan Terbuka menjadi lebih sulit untuk dapat memenuhi 1/10 dari saham yang beredar di Bursa. Hal ini disebabkan karena untuk dapat mengajak dan mengumpulkan dalam jumlah tersebut bukanlah pekerjaan yang mudah, sehingga dapat digambarkan bahwa gugatan derivatif hanya bagaikan regulasi yang menjajikan harapan dan tidak untuk direalisasikan menjadi kenyataan. Kesulitan ini terjadi karena tidak dijelaskannya jumlah 1/10 dalam arti masing-masing kepemilikan saham atau gabungan dari keseluruhan pemegang saham ditotal menjadi 1/10. Kesemuanya ini disebabkan karena tidak adanya penjelasan tentang dasar pemikiran dan pertimbangan mengapa jumlah itu 1/10 itu dijadikan ketentuan dan kemudian ditetapkan sebagai syarat jumlah gugatan derivatif. Untuk itu, lebih tepat menghapuskan ketentuan 1/10 tersebut dan menjadikan bahwa setiap para pemegang saham berhak mengajukan gugatan derivatif dengan tidak menghitung jumlah saham yang dimiliki para pemegang saham. Hal ini diperlukan untuk memberikan perlakuan sama (equal opportunity) terhadap pemegang saham dan memberikan perlindungan hukum terhadapnya melalui gugatan derivatif.

Namun dalam realitas regulasinya gugatan derivatif diatur dengan setengah hati. Dengan demikian maka terlihat secara jelas bahwa pengaturan gugatan derivatif pada UUPT tidak lengkap dan terkesan seadanya. Diorama itu jelas tergambar dengan ketidaklengkapan pengaturan gugatan derivatif dan subtansi jumlah 1/10 dalam UUPT 2007 yang tidak menjadikan mudah untuk ditegakkan di Pengadilan. Alternatif terbaik untuk dapat menjalankan gugatan derivatif adalah belajar dari negara-negara Common Law tentang bagaimana mengaturnya. (***)

[1] Dan W Punchiak, Herald Baum and Michael Ewing-Chow, The Derivative Action in Asia : A Comparative Functional Approach, Cambridge University Press, 2012.


Published at : Updated
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close