HAKIKAT EKSISTENSI WTO
Oleh REZA ZAKI (Agustus 2017)
Latar belakang berdirinya World Trade Organization (WTO atau Organisasi Perdagangan Dunia) tidak terlepas dari sejarah lahirnya International Trade Organization (ITO) dan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). Seusai Perang Dunia II, masyarakat Internasional menyadari perlunya pembentukan suatu organisasi internasional di bidang perdagangan.[1] Sejak tahun 1995, Indonesia bergabung dengan World Trade Organization (WTO) yang merupakan satu kesatuan dengan General Agreement on Tariff and Trade (GATT). Sekitar dua pertiga negara-negara anggota GATT/WTO adalah negara-negara sedang berkembang yang masih berada dalam tahap awal pembangunan ekonominya. Pada tahun 1965, negara-negara maju memiliki inisiatif membuat tiga pasal baru pada bagian IV yang dimaksudkan untuk mendorong negara-negara maju membantu pertumbuhan ekonomi negara-negara sedang berkembang.[2]
Terdapat 2 (dua) aspek dalam hubungan antara hukum WTO dengan hukum nasional yaitu pertama adalah penempatan hukum nasional dalam hukum WTO dan kedua penempatan hukum WTO dalam tata hukum nasional atau domestik.[3] Negara secara aktif mendukung sejumlah partisipasi dalam perjanjian multilateral maupun regional dalam rangka mendukung terwujudnya liberalisasi perdagangan global.[4]
Ralph E. Gomory dan William Baumol menyatakan bahwa perdagangan memerlukan adanya kesetaraan antara pihak-pihak (leveling the playing field) berupa perlakuan yang sama dengan tidak melakukan diskriminasi terhadap pihak-pihak lain yang juga melakukan perdagangan dengan pihak tersebut.[5]
Penelitian yang dilakukan oleh WTO pada tahun 2000 mengenai perdagangan, perbedaan pendapatan dan kemiskinan dalam hubungannya antara perdagangan internasional dan kemiskinan menunjukan bahwa liberalisasi perdagangan secara umum memberikan dampak yang positif terhadap pengurangan kemiskinan. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memungkinkan dan memberikan peluang orang-orang untuk memanfaatkan dan mendayagunakan kemampuan mereka yang produktif, membantu pertumbuhan ekonomi, mengurangi atau membatasi intervensi kebijakan yang sewenang-wenang atau tidak berdasarkan atas hukum dan menolong goncangan ekonomi domestik.[6]
Guna menjamin bahwa globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan
akan mendorong dan membantu perkembangan ekonomi, kesetaraan dan kemakmuran bagi masyarakat, Presiden Bank Dunia mengemukakan ada empat hal penting untuk dapat terlaksana globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan yang menguntungkan yaitu pemerintah yang lebih baik dan bersih (Good Governance), pengurangan rintangan-rintangan terhadap perdagangan (Reduction of Trade Barriers), memperbanyak bantuan bagi pembangunan (more development aid) dan kerjasama internasional yang lebih baik (better international cooperation).[7] Indonesia pun harus melakukan reformasi hukum ekonomi untuk meningkatkan performa dalam menghadapi meningkatnya tantangan globalisasi.[8]Idealnya, WTO diharapkan menjadi forum kemitraan perdagangan yang dilandaskan berbasis dialog, transparansi, dan penghargaan yang mengupayakan pemerataan ekonomi kepada semua anggotanya di dalam kerangka hukum perdagangan internasional.[9]
REFERENSI:
[1] Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional, Cetakan ke-6, Bandung : CV. Keni Media, 2015, hlm 90-91
[2] Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, Jakarta, Rajawali Pers, 2014, hlm.117
[3] An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal, Penerbit Alumni, 2014, hlm. 129
[4] Agus Brotosusilo, WTO, Regional, and Bilateral Trade Liberalization : It’s Implication for Indonesia, ASEAN Law Association, 2010 ,hlm. 4
[5] Ralph E. Gomory dan William J.Baumol, Global Trade and Conflicting National Interests, Cambridge, Massachussets : Massachussetts Institute of Technology Press, 2000, hlm. 15.
[6] D. Ben-David, H. Nordstrom and A Winters, Trade, Income Disparity and Poverty, Special Studies Series, WTO, 2000, hlm. 6
[7] James D. Wolfensohn, Responding to the Challenge of Globalization, Remarks to the G-20 Finance Minister and Central Bank Governors, Ottawa, 17 November 2001, hlm. 131
[8] Hikmahanto Juwana, Reform of Economic Laws and It’s Effects on The Post-Crisis Indonesian Economy, The Developing Economies, XL-III-I, 2005, hlm. 88
[9] Serian Wijatno dan Ariawan Gunadi, Perdagangan Bebas dalam Perspektif Hukum Perdagangan Internasional, Grasindo, 2014, hlm. 69
Published at :