ELECTRONIC MONEY
Oleh SITI YUNIARTI (Agustus 2017)
Terhitung sejak Oktober 2017, beberapa gerbang tol tidak lagi menerima pembayaran uang tunai dan hanya menerima pembayaran dengan menggunakan uang elektronik atau electronic money (e-money). Pemda DKI Jakarta telah lebih dulu memberlakukan transaksi dengan menggunakan e-money bagi pengguna bus Transjakarta. Pengguna Commuter Line pun lebih memilih menggunakan e-money dibandingkan mengantri untuk membeli tiket kereta dengan uang tunai. Berbagai pemberdayaan e-money pada sektor publik merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cashless society.
Pengertian E-money menurut dalam Peraturan Bank Indonesia No. 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) sebagaimana diubah berturut-turut melalui PBI No. 16/8/PBI/2014 dan PBI No. 18/17/PBI/2016, adalah alat pembayaran yang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
- diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu kepada penerbit;
- nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media seperti server atau chip;
- digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut; dan
- nilai uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur perbankan.
Adapun menurut The European Commission Electronic Money Directive: “E-money is commonly defined as value (i) stored electronically, (ii) issued on receipt of funds of an amount not less in value than the monetary value issued, and (iii) accepted as a means of payment by parties other than the issuer”.
Efisiensi merupakan salah satu kelebihan penggunaan e-money, setidaknya mempercepat pelayanan dan penghematan waktu. Dilansir dari http://www.finance.detik.com tanggal 30 Agustus 2017, transaksi pembayaran jalan tol dengan pembayaran tunai di gardu regular membutuhkan waktu sekitar 9 detik,sedangkan pembayaran menggunakan e-money hanye membutuhkan waktu maksimal 4 detik. Selain itu, penggunaan e-money tentunya akan mengurangi kebutuhan penyediaan uang tunai serta mengurangi kesalahan perhitungan jumlah uang akibat human error.
Namun demikian, penggunaan e-money juga memiliki beberapa resiko. Berbagai literatur membahas resiko yang muncul dari penggunaan e-money, diantaranya isu terkait keamanan dan malfunction. Untuk itu Bank Indonesia, melalui PBI mengenai uang elektronik, telah membebankan kewajiban bagi para pihak yang terlibat (Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir) untuk melakukan audit teknologi informasi dengan tujuan untuk memastikan bahwa para pihak tersebut:
- menggunakan sistem yang aman dan andal;
- memelihara, meningkatkan keamanan teknologi uang elektronik, dan/atau mengganti infrastruktur dan sistem uang elektronik dengan yang lebih aman;
- memiliki kebijakan dan prosedur tertulis (standard operating procedure) penyelengaraan kegiatan uang elektronik; dan
- menjaga keamanan dan kerahasiaan data.
Semua hal di atas sebagai upaya untuk memastikan keamanan dan kenyamanan penggunaan e-money. (***).