DATA PRIBADI, MENGAPA PERLU DILINDUNGI?
Oleh SITI YUNIARTI (Agustus 2017)
Pada akhir Agustus 2017, media massa memberitakan penangkapan seorang pelaku yang di duga menjual data nasabah bank melalui internet. Penangkapan dilakukan berdasarkan adanya laporan masyarakat yang kerap menerima penawaran pembuatan kartu kredit atau asuransi melalui telepon padahal pemilik nomor telepon merasa tidak pernah memberikan info nomor telepon miliknya. Mengapa penjualan data nasabah masuk ke dalam ranah hukum? Hal tersebut dapat ditinjau dari berbagai perspektif hukum, seperti hukum perbankan, hukum perlindungan konsumen, dan hukum siber. Terlepas dari perspektif yang digunakan, topik kali ini menekankan pembahasan mengenai perlindungan data pribadi itu sendiri.
Merujuk pada OECD Guideline Governing the Protection of Privacy and Transborder Flow of Personal Data, data pribadi didefinisikan sebagai “information relating to an identified or identifiable individual (data subject)”. RUU Perlindungan Data Pribadi memberikan arti data pribadi sebagai “setiap data tentang kehidupan seseorang baik yang teridentifikasi dan/atau dapat diidentifikasi secara tersendiri atau dikombinasi dengan informasi lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem elektronik dan/atau non-elektronik”. IITF (Information Infrastructure Task Force) Principles memberikan definisi data pribadi sebagai “information identifiable to the individual”.
Lebih lanjut, pengakuan konsep data pribadi sebagai bagian dari privasi memberikan kontribusi signifikan terhadap upaya perlindungan hukum bagi data pribadi. Kategori privasi menurut Abu Bakar Munir terbagi menjadi 4 (empat) golongan, yakni: privasi atas informasi, privasi atas anggota badan, privasi atas komunikasi dan privasi atas territorial. Data pribadi termasuk dalam privasi atas informasi, yakni berkaitan dengan cara pengumpulan dan pengolahan data.
Dengan masuknya konsep data pribadi sebagai bagian dari privasi, maka perlindungan terhadap data pribadi menjadi bagian dari perlindungan atas privasi. Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia 1948, menyatakan bahwa “no one shall be subjected to arbitrary interference with his privacy, family, home or correspondence, nor to attacks upon his honors and reputation. Everyone has the right to the protection of the law against such interference or attacks. Mengacu pada rumusan tersebut, maka perlindungan atas data pribadi merupakan bagian dari perlindungan terhadap hak asasi manusia. Terlebih, data memiliki nilai ekonomis tinggi. Abu Bakar Munir (2015) mengungkapkan bahwa “data has become the raw material of production and a new source of immense economic and social values”. Penjualan data pada kasus di atas merupaan salah satu bukti sederhana dari sisi ekonomis data. Secara alami, supply muncul karena adanya demand. Sehingga pertanyaan selanjutnya adalah mengapa ada demand untuk data? (***)
REFERENSI:
- OECD Guideline Governing the Protection of Privacy and Transborder Flow of Personal Data.
- Munir,Abu Bakar, Siti Hajar Mohd Yasin & Firdaus Muhammad-Sukki. Big Data: Big Challenges to Privacy and Data Protection, International Journal of Social, Education, Economics and Management Engineering, Vol.9, No.1,2015.
- Rosadi, Sinta Dewi. Cyber Law, Bandung: Refika Aditama, 2015.
- RUU Perlindungan Data Pribadi.
Published at :