PERUBAHAN PARADIGMA PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL PASKA AMENDEMEN KONSTITUSI
Oleh ERNA RATNANINGSIH (Agustus 2017)
Bagian pertama dari tulisan ini dapat dibaca pada: :http://business-law.binus.ac.id/wp-admin/post.php?post=6973&action=edit
Bagian Terakhir dari Dua Tulisan
Istilah paradigma berasal muasal dari bahasa Yunani Klasik, paradeigma, dengan awal pemaknaanya filosofis yang berarti ‘pola atau model berpikir’. Paradigma adalah suatu istilah yang kini amat populer yang dipakai dalam berbagai wahana di kalangan para akademisi untuk menyebut adanya “ suatu pangkal (an) atau pola berpikir yang akan mensyarati kepahaman interpretatif seseorang secara individual atau sekelompok orang secara kolektif pada seluruh gugus pengetahuan berikut teori-teori yang dikuasainya’. Thomas Kuhn menggunakan istilah paradigma itu tidak hanya untuk menginsyaratkan adanya pola atau pangkal berpikir yang berbeda, akan tetapi juga adanya potensi dan proses konflik antara berbagai pola berpikir yang akan melahirkan apa yang disebut paradigm shift. Dijelaskan olehnya bahwa sepanjang sejarah peradabannya yang panjang, komunitas-komunitas manusia itu hanya akn dapat mempertahankan eksistensinya atas dasar kemampuannya mengembangkan pola atau model berpikir yang sama untuk mendefiniskan pengetahuan-pengetahuannyaa dan menstrukturkannya sebagai ilmu pengetahuan yang diterima dan diyakini bersama sebagai “yang normal dan yang paling benar”, untuk kemudian didayagunakan sebagai penunjang kehidupan yang dipandangnya “yang normal dan yang paling benar” pula. Tetapi bersikukuh pada satu gugus pengetahuan dengan keyakinan paradigmatik tak selamanya bertahan dalam jangka panjang. Dari sejarah ilmu pengetahuan diketahui babhwa selelu terjadi pergeseran atau beringsutnya suatu komunitas dengan segala pengetahuan dan ilmunya itu dan satu paradigma ke lain paradigma. Inilah yang disebut the paradigm shift itu.[i] Perubahan besar yang mendasar pada kehidupan sosial politik akan menghadapkan pada banyak permasalahan baru yang menghendaki jawaban-jawaban yang baru termasuk perubahan Konstitusi yang berdampak pada perubahan kebijakan sistem pembangunan nasional.
Prof Romli Atmasamita mengatakan telah terjadi perubahan paradigma dalam kehidupan politik dari ketatanegaraam di Indonesia yaitu dari sistem otoritas kepada sistem demokrasi dan dari sistem sentralistik kepada sistem otonomi. Perubahan paradigma tersebut sudah tentu berdampak terhadap sistem hukum yang dianut selama ini yang menitikberatkan kepada produk-produk hukum yang lebih banyak berpihak pada kepentingan penguasa daripada kepetingan rakyat dan produk hukum yang lebih mengedepankan dominasi kepentingan pemerintah pusat dari pada kepentingan pemerintah daerah. Disamping perubahan pradigma tersebut juga selayaknya kita (cendikiawan hukum dan praktisi hukum) ikut mengamati fenomena-fenomena yang terjadi didalam percaturan politik dan kehidupan ketatanegaraan di Indonesia karena terhadap bagian ini kita sering alergi dan mengabaikannya. Sedangkan kehidupan perubahan sistem politik dan sistem ketatanegaraan berdampak mendasar terhadap perkembangan sistem hukum.[ii]
Secara teori ada dua metode pilihan untuk memperbaharui keadaan pemerintah yaitu: Pertama, melakukan revolusi total dengan gerak cepat memperbaharui segala sesuatunya, mulai dari penemuan konstitusi sebagai induk hukum kenegaraan yang kemudian disusul oleh reformasi kelembagaan baik di level pusat maupun daerah. Kedua, dengan cara menciptkan kondisi temporer dan transisional untuk kemudian secara gradual mereformasi struktur kekuasaan dan garis kebijakan politik dengan paradigma baru, sesuai dengan tuntutan masyarakat dan rakyat yang tadinya diperintah secara tidak wajar. Cara yang kedua inilah yang ditempuh di Indonesia, dimulai secara urun rembuk politis melalui Sidang Istimewa MPR bulan November 1998, untuk menegaskan dasar-dasar kebijakan yang baru guna menyahuti tuntutan reformasi itu menurut urutan ketatanegaraan yang selanjutnya bertugas merumuskan public policy yang baru, sesuai dengan paradigma kebijaksaan yang disepakati. [iii]
Paradigma dasar dari landasan ideal dan landasan konstitusional bagi strategi pembangunan hukum nasional ialah: Pancasila dan UUD 1945. Berarti nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila dan prinsip-prinsip kehidupan bangsa dalam batang tubuh UUD itu menjadi rambu-rambu srtategis bagi manajemen pembangunan hukum. Hal yang perlu menjadi fokus perhatian dalam penataan rambu-rambu yang bersifat filosofis ini ialah sejarah mana kebijakan politik hukum (legal policy) yang kita miliki ini, dan sejauhmana tujuan-tujuan nasional dalam Pembukaan UUD 1945 dapat dilaksanakan melalui penerapan hukum yang akan datang. Sedangkan tuntutan perkembangan jaman dan masyarakat semakin meningkat baik dalam skala nasional maupun regional dan global.[iv]
Paradigma baru yang terdapat di dalam Penjelasan UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025 menyatakan bahwa RPJPN merupakan kelanjutan dari pembangunan sebelumnya untuk mencapai tujuan pembangunan sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945. Untuk itu, dalam 20 tahun mendatang, sangat penting dan mendesak bagi bangsa Indonesia untuk melakukan penataan kembali berbagai langkah-langkah antara lain di bidang pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, lingkungan hidup dan kelembagaannya sehingga bangsa Indonesia dapat mengejar ketertinggalan dan mempunyai posisi yang sejajar serta daya saing yang kuat di dalam pergaulan masyarakat internasional. Dengan ditiadakannya GBHN sebagai pedoman penyusunan rencana pembangunan nasional dan diperkuatnya otonomi daerah dan desentralisasi pemerintahan dalam NKRI maka untuk menjaga pembangunan yang berkelanjutan, RPJPN yang menganut paradigma perencanaan yang visioner RPJPN hanya memuat arahan secara garis besar.
Selanjutnya di dalam penjelasan RPJP Nasional dijelaskan tentang penggunaan dan pedoman dalam menyuusun RPJM Nasional. Pentahapan rencana pembangunan nasional disusun dalam masing-masing periode RPJPM sesuai dengan visi, misi dan program Presiden yang dipilih secara langsung oleh rakyat. RPJMN memuat strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, program kementerian/lembaga dan lintas kementerian/lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian sevata menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.
Perubahan UUD 1945 dan perubahan perundang-undangan di bawahnya juga harus diikuti dengan perubahan kelembagaan sesuai dengan paradigma dan ketentuan yang baru serta perubahan kesadaran dan budaya pelaksana hukum dan perundang-undangan. Hal ini menjadi sangat penting karena perundang-undangan yang lama telah membentuk kultur lembaga, kultur hukum dan birokrasi yang tidak mudah dihilangkan dan diganri. Oleh sebab itu, perlu penyegaran dan penumbuhan kembali kesadaran berkonstitusi dan budaya hukum berdasarkan hasil perubahan UUD 1945.[v] Sehingga perubahan konstitusi yang mengakibatkan perubahan mendasar dalam proses penyusunan arah pembangunan nasional dari GBHN yang ditetapkan oleh MPR dan SPPN yang ditetapkan oleh UU harus diikuti dengan perubahan kesadaran dan budaya hukum setiap elemen bangsa untuk bersama-sama mewujudkan tujuan negara sebagaimana terdapat dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945. (***)
[i] Soetandyo Wignjosoebroto, Pergeseran Paradigma Dalam Kajian-Kajian Sosial dan Hukum, Setara Press, hlm. 8-10.
[ii] Solly Lubis, Pembangunan Hukum Nasional, disampaikan dalam Seminar Pembangunan Hukum dengan tema Penegakan Hukum dalam Era Pembangunan Berkelanjutan , diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Denpasar, 14-18 Juli 2003. hlm. 4.
[iii] Ibid, hlm. 5.
[iv] Ibid, hlm.14.
[v] Jimly Assiddiqie, Menuju Negara Hukum yang Demokratis, Buana Ilmu Populer, Jakarta, 2009, hlm. 220.