INVESTASI DANA HAJI DALAM PERSPEKTIF HUKUM
Oleh ABDUL RASYID (Juli 2017)
Akhir-akhir ini muncul polemik tentang penggunaan dana haji untuk investasi. Polemik ini berawal dari pernyataan yang disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, pada saat pelantikan Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Badan Pengelola Keuangan Haji ((BPKH) di Istana Negara, Jakarta, Rabu (26/7/2017). Presiden Joko Widodo menginstruksikan agar dana haji diinvestasikan untuk pembangunan insfrastruktur. Berdasarkan data Kementerian Agama, saldo penempatan keuangan haji per 30 Juni 2017 tercatat Rp 96,26 triliun dan dana abadi umat Rp 3,05 triliun. Jika dijumlahkan maka total dana yang dapat dikelola adalah Rp 99,34 triliun. Pertanyaannya adalah apakah dana haji boleh diinvestasikan? Berangkat dari permasalahan di atas, tulisan ini akan menjawab secara singkat permasalan tersebut.
Pengelolaan dana haji di Indonesia diatur dalam Undang-undang No. 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji (UU-PKH). Undang-undang ini diberlakukan dengan pertimbangan agar pengelolaan keuangan haji bisa dilakukan secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. Menurut Pasal 1 ayat (2) yang dimaksud dengan dana haji adalah
“dana setoran biaya penyelengaraan ibadah haji, dana efesiensi penyelenggaraan haji, dana abadi umat, serta nilai manfaat yang dikuasai oleh negara dalam rangka penyelenggaraan ibadah haji dan pelaksanaan program kegiatan untuk kemaslahatan umat Islam.”
UU-PKH sebenarnya telah mengatur secara jelas bagaimana semestinya pengelolaan dana haji dapat dilakukan. Untuk menjamin kesyariahan dalam pengelolaan dana haji, maka dana haji wajib dikelola di bank umum syariah dan/atau unit usaha syariah. Dana haji dapat diinvestasikan sesuai dengan prinsip syariah dengan mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas (lihat Pasal 46 ayat (2 & 3.) Penempatan dan atau invenstasi dana haji dapat dilakukan dalam bentuk produk perbankan, surat berharga emas, investasi langsung dan investasi lainnya (Lihat Pasal 48). Dana haji yang akan diinvestasikan harus dilakukan sesuai dengan prinsip syariah, kehati-hatian, manfaat, nirlaba, transparan dan akuntabale. Investasi dana haji dilakukan berdasarkan prinsip syariah dengan meminta fatwa DSN-MUI dan harus harus dilakukan secara hati-hati dengan cara menginvestasikannya pada usaha-usaha yang minim resiko, sehingga kerugian bisa dihindari.
Keuntungan yang diperoleh dari investasi haji harus digunakan untuk peningkatan kualitas operasional penyelenggaraan ibadah haji, seperti pengurangan biaya haji yang dianggap masih mahal dibandingkan dengan negara lain, peningkatan fasiltias hotel, dan konsumsi selama di Mekah dan Madinah. Hal ini sering menjadi masalah dan harus diperbaiki seiring dengan begitu besarnya keuntungan yang diperoleh dari investasi dana haji tersebut sehingga dirasakan benar manfaatnya. Di samping itu, dana haji yang diinvestasikan harus dikelola secara transparan dan akuntabel, tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi atau dikorupsi sebagaimana yang telah terjadi pada kasus sebelumnya.
Pengelolaan keuangan haji juga diharapkan bisa menjadi lebih baik dengan dilantiknya pegurus BPKH, yang dalam UU-PKH diberikan tugas penuh untuk mengelola keuangan haji. Tugas pengelolaan keuangan haji meliputi: penerimaan, pengembangan, pengeluaran dan pertanggungjawaban keuangan haji (Lihat: Pasal 22). Di samping itu, berdasarkan Pasal 22 UU-PKH, BPKH juga diberikan kewenangan untuk:
“menempatkan dan menginvestasikan keuangan haji sesuai dengan prinsip syariah, kehati-haatian, keamanan, dan nilai nilai manfaat; dan melakukan kerjasama dengan lembaga lain dalam rangka pengelolaan keuangan haji.”
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa UU-PKH membolehkan dana haji untuk diinvestasikan. Undang-undang ini juga mengatur secara tegas bahwa investasi dana haji diperbolehkan untuk diinvestasikan berdasarkan kepada prinsip syariah, kehati-hatian, keamanan dan mempunyai nilai manfaat, yang mana hal ini sejalan dengan pendapat KH. Makruf Amin – Ketua MUI.. BPKH diberikan tugas dan kewenangan dalam mengelola keuangan haji mempunyai peran sentral untuk memastikan bahwa investasi dana haji benar-benar sesuai dengan prinsip syariah. Semoga dengan kehadiran BPKH pengelolaan keuangan haji semakin professional, transparan dan akuntabel. Harapannya, keuntungan yang diperoleh dari investasi dana haji dapat digunakan guna meningkatkan pelayanan haji yang lebih baik sehingga dapat dirasakan manfaatnya bagi para jamaah haji di Indonesia dan umat Islam lainnya. (***)