People Innovation Excellence

MANUSIA DALAM SEBUAH “GLOBAL VILLAGE”

Oleh ERNI HERAWATI (Juli 2017)

Marshal Mc.Luhan dalam bukunya “Understanding Media” pada tahun 1960-an sudah meramalkan bahwa suatu saat nanti, media dengan perantaraan teknologi komunikasi akan membuat dunia menjadi seperti sebuah desa global (global village) yang terhubung satu dengan yang lain tanpa ada hambatan batas wilayah dan jarak. Layaknya sebuah desa, maka dunia menjadi terasa sempit, seolah-olah satu orang dan lainnya saling mengenal.

Tidak ada yang memungkiri bahwa fenomena yang digambarkan oleh Mc.Luhan tersebut sudah lama terjadi. Teknologi komunikasi berkembang dari waktu ke waktu, dari mulai dari ditemukan gelombang elektromagnetik yang melahirkan radio dan televisi, dari mulai telepon kabel sampai nirkabel, kemudian perkembangan komputer personal yang akhirnya terkoneksi dengan jaringan Internet. Perkembangan paling mutakhir adalah teknologi komunikasi telah memungkinkan semua jenis komunikasi menjadi tekonvergensi dalam sebuah alat bernama “smartphone” yang ada dalam genggaman kita setiap hari. Mc.Luhan menambahkan bahwa “we shape our tools and thereafter our tools shape us”. Ungkapan ini bukanlah ungkapan sederhana, karena dari situ dapat dilihat bahwa perubahan perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh keberadaan teknologi yang kita ciptakan. Alat-alat yang diciptakan oleh manusia yang pada awalnya diperuntukkan untuk mengatasi hambatan yang dihadapi manusia, tetapi pada akhirnya justru teknologi itu yang telah membentuk bagaimana manusia berperilaku. Komunikasi dengan saluran Internet telah mengubah pola hubungan manusia, jika dalam komunikasi personal polanya adalah face to face, dalam komunikasi massa menjadi one to many, dalam komunikasi media baru ini polanya menjadi many to many. Pola dimana setiap orang bisa menjadi penyampai pesan sekaligus penerima pesan.

Hari ini kita sudah melihat bagaimana sikap manusia dalam berinteraksi dengan manusia lainnya sangat dipengaruhi oleh teknologi. Komunikasi dan pertukaran informasi antar manusia melalui saluran Internet membuktikan bahwa batasan wilayah geografis dan jarak sudah bukan lagi penghalang. Bagaimana cara manusia berkomunikasi dengan manusia lainnya sangat ditentukan dengan media apa yang memperantarainya. Saat manusia berkomunikasi face to face, maka maka manusia mempertimbangkan banyak hal untuk menyampaikan pendapatnya, baik bahasa verbal yang diucapkan maupun bahasa non verbal yang muncul dalam cara berpakaian, mengelola wajah, gesture dan intonasi suara saat berbicara, dll. Cara tersebut dipakai dengan tingkat yang berbeda-beda tergantung pada lawan bicara yang dihadapi. Namun saat berkomunikasi dengan saluran media online, banyak yang tiba-tiba memiliki perangai yang berbeda. Orang menjadi tidak dapat membedakan antara emosi dan nalar, antara fakta dan opini, tidak lagi mempertimbangkan siapa di luar sana yang akan membaca teks yang ia sampaikan, atau apakah apa yang ia sampaikan akan mengubah pendapat orang tentang dirinya? Semua ini menjadi tidak penting karena ia tidak akan berhadapan langsung dengan siapa saja yang menerima pesannya. Akhirnya, bahasa teks yang disampaikan dan dikirimkan melalui saluran Internet menjadi tidak lagi penuh dengan pengelolaan kata. Karena bahasa yang disampaikan tersebut telah kehilangan bahasa non verbal yang menunjukkan kesantunan dan penghormatan pada lawan bicara. Sehingga kata yang disampaikan dalam teks menjadi kehilangan “rasa” adanya penghargaan terhadap sesama.

Saat ini semua orang bebas untuk bereaksi atas suatu peristiwa di luar dirinya, bahkan terhadap peristiwa yang terjadi pada seseorang yang tidak ia kenal sekalipun. Dunia menjadi benar-benar terasa sempit, seolah penghuni ujung kampung yang satu mengenal penghuni di ujung lainnya. Tidak menjadi masalah jika reaksi yang muncul masih bersifat positif, namun yang menjadi masalah adalah jika reaksi yang muncul atas suatu peristiwa adalah berupa hujatan, makian, dan jenis bullying lainnya.

Hukum di Indonesia bukannya tidak mengatur tentang masalah ini. Dari penjelasan umum Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) secara singkat dikemukakan bahwa kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut sebagai ruang siber, meskipun bersifat virtual namun dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang nyata. Kegiatan dalam ruang siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik, sehingga subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata. Selanjutnya dalam penjelasan umum poin ketiga pada Perubahan UU ITE yaitu UU No. 19 Tahun 2016, sekali lagi pemerintah menegaskan bahwa dari komunikasi dalam ruang siber memungkinkan adanya konten ilegal seperti Informasi dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan atau pencemaran nama baik, pemerasan dan/atau pengancaman, penyebaran berita bohong dan menyesatkan sehingga mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik, serta perbuatan menyebarkan kebencian atau permusuhan berdasarkan suku, agama, ras, dan golongan, dan pengiriman ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi dapat diakses, didistribusikan, ditransmisikan, disalin, disimpan untuk didiseminasi kembali dari mana saja dan kapan saja. Dalam hal ini, Pemerintah menegaskan kembali perannya untuk menindak tegas penyalahgunaan informasi dan transaksi elektronik dan penegakkan tindak pidana dalam bidang teknologi informasi dan transaksi elektronik.

Ketegasan pemerintah memang benar-benar dibutuhkan, namun fenomena kebebasan berbicara tanpa batas di dalam ruang siber sudah meluas. Tidak lagi semata-mata hanya sebagai ungkapan pribadi, namun banyak yang menjadikan dirinya sebagai alat tunggangan kepentingan bisnis dan politik yang saling menjatuhkan. Masyarakat tanpa sadar menjadi termobilisasi dan terpolarisasi untuk saling membenci. Oleh karena itu, diperlukan tidak hanya ketegasan namun juga kecerdasan pemerintah untuk mengatasinya. (***)


 

 


Published at : Updated
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close