NEO-INTELIJEN EKONOMI BERUPA APLIKASI START-UP
Oleh REZA ZAKI (Juli 2017)
Dunia intelejen terus bertransformasi sesuai perkembangan zaman. Dinamika mancanegara menuntut peran Negara lebih cerdas dalam mengintai sekutu maupun lawan. Objek pengintaian pun bergeser dari militer ke ekonomi. Dominasi isu ekonomi saat ini mulai menarik perhatian mancanegara karena dianggap saat ini sudah menjadi alat perang negara maju vs negara berkembang.
Badan-badan intelejen resmi Negara seperti CIA, Mossad, BIN, dan lainnya tetap menjalankan fungsinya terutama untuk mengintai soal isu terorisme yang saat ini tidak kalah ramainya. Namun di sisi lain, Negara-negara di dunia juga ikut mencari bentuk pengintaian yang jauh lebih santun dan mudah diterima oleh publik yang bersinggungan langsung dengan kehidupan pribadi masing-masing orang yakni aplikasi di dalam gadget mereka.
Aktor-aktor non resmi negara pun mulai dilibatkan dalam rangka mengkodifikasi data-data privasi orang per orang di dunia. Era millennial saat ini ditandai dengan kelahiran rezim start up berbentuk aplikasi. Sebagian besar donor berasal dari Negara barat. Bahkan China pun memiliki kerajaan start-up yang bernama Alibaba.
Mekanisme yang bekerja adalah, setiap orang yang akan meng-install aplikasi tersebut harus mengizinkan perusahaan aplikasi tersebut mengambil data dari e-mail atau media sosial kita. Tanpa ada izin dari kita, maka kita juga tidak berhak menggunakan aplikasi tersebut. Hal ini semacam ada unsur terpaksa dan pada akhirnya user akan merelakan data privasinya dimasuki oleh perusahaan aplikasi tersebut.
Habit dari profil data user akan mudah dibaca secara ilmiah melalui perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi saat ini. Bahkan dengan mudahnya keberadaan kita akan diketahui melalui otoritas perusahaan aplikasi tersebut. Begitu mudahnya kemudian diri user di kontrol oleh sebuah aplikasi. Dan dipastikan, setiap orang saat ini akan memiliki lebih dari satu aplikasi di gadget mereka. Artinya, kita benar-benar sudah terjebak pada perangkap Neo-Intelejen Ekonomi yang sedang dikembangkan oleh dunia barat.
Peran badan intelen Negara tentu sedikit tereduksi khsusnya dalam hal ekonomi. Karena peran aktor non Negara seperti ini jauh lebih efektif dan terukur dalam menggapai data dari user. Pada akhirnya, di masa depan, data-data ini akan menjadi sebuah raksasa bisnis yang dikenal dengan Big Data. Big Data akan menjadi komoditas dagang yang besar dan dalam bahasa saya akan menjadi pusat perdukunan era modern karena mampu menjadi bahan konsultasi bisnis yang akurat.
Kebutuhan intelejen tidak hanya urusan perang dalam arti sesungguhnya, namun kini digunakan untuk membangun formasi bisnis yang mapan dari masing-masing negara agar dapat bersaing dan sejahtera. Sementara Indonesia masih belum dapat memanfaatkan momentum ini. Sebagian besar start-up yang berkembang di Indonesia adalah hasil pembibitan dari Negara barat. Data-data di setor ke Negara tersebut. Data tersebut tentu saja bisa digunakan dalam kerangka kepentingan apa pun. Aturan hukum yang berkembang selama ini mengenai data privacy protection law masih amat lemah. Terlebih di Indonesia belum ada dan harus segera diproduksi demi kepentingan HAM user. (***)
Published at :