DIPERTANYAKAN POSISI INDONESIA DALAM KEANEKARAGAMAN HAYATI KELAUTAN
Pada tanggal 21-22 Juni 2017, bertempat di Hotel Tentrem, Yogyakarta, diaksanakan focus group discussion (FGD) tentang perkembangan pengaturan hukum internasional terkait aktivitas di kawasan dasar laut internasional (the area) oleh International Seabed Authority (ISA) dan penyusunan posisi nasional terkait marrine biolotgical diversity of areas beyond national jurisdiction. Dosen Jurusan Hukum Bisnis (Business Law) BINUS, Nirmala, ikut hadir dalam acara yang diselenggarakan oleh Kementerian Luar Negeri RI.
Ada dua hal yang dibahas dalam FGD yang antara lain dihadiri oleh pakar hukum laut Prof. Hasyim Jalal tersebut, yaitu: (1) aktivitas di kawasan dasar laut, atau yang dalam UNCLOS disebut sebagai “the area” yang merupakan kewenangan sebuah lembaga yang dibentuk oleh UNCLOS, yaitu Otoritas Dasar Laut internasional, yaitu International Seabed Authority (ISA); dan (2) penyusunan posisi Indonesia terkait marine biological diversity di kawasan dasar laut diluar jurisdiksi nasional atau yang dikenal dengan istilah BBNJ. Aktivitas di kawasan dasar laut, atau yang dalam UNCLOS disebut sebagai “the area” yang merupakan kewenangan sebuah lembaga yang dibentuk oleh UNCLOS, yaitu Otoritas Dasar Laut internasional, yaitu International Seabed Authority (ISA). ISA merupakan sebuah wadah organisasi yang diatur dalam Bagian XI UNCLOS dengan mandat mengatur tentang Kawasan. Anggotanya adalah negara-negara Pihak Konvensi dan merupakan wadah untuk mengelola, melaksanakan dan mengatur kegiatan di kawasan dasar laut internasional (deep seabed/the area), melindungi lingkungan laut dan warisan budaya serta memajukan penelitian ilmiah kelautan (marine scientific research). Struktur ISA terdiri dari Majelis, Dewan, Sekretariat serta Komite Keuangan dan Komite Hukum dan Teknis.
Indonesia berkepentingan di kawasan ini atas dasar kepentingan nasional yang signifikan, terutama nilai ekonomis dari sumber daya mineral di kawasan, terutama bagi kemajuan dan kesejahteraan Indonesia. Sesuai dengan tugasnya, terutama Pasal 145 UNCLOS, yaitu terkait penyusunan appropriate rules, regulations and procedures (RRPs) untuk melindungi lingkungan laut, dan berdasarkan 1994 Agreement terkait perlindungan laut sebelum disetujuinya kontrak eksploitasi, ISA melalui Komite Hukum dan Teknis telah mengeluarkan dua draf, yaitu: (1) first working draft of Regulations and Standard Contract Terms on Exploitation for Mineral resources in the Area atau disebut sebagai exploitation regulation; dan (2) working draft of the environmental regulations. Cakupan the area mencakup tiga hal, yaitu: (1) seabed, (2) ocean floor, dan (3) subsoil. Kedua draft ini akan dibahas dalam pertemuan ISA berikutnya.
Juga diadakan Penyusunan posisi Indonesia terkait marine biological diversity di kawasan dasar laut di luar jurisdiksi nasional atau yang dikenal dengan istilah BBNJ. UNCLOS telah menentukan bahwa dasar laut internasional atau dikenal sebagai international seabed area atau sering disingkat dengan the area merupakan warisan bersama umat manusia (common heritage of mankind). Namun sayangnya UNCLOS hanya mengatur tentang mineral resources atau sumber daya mineral. Berbeda dengan dasar laut internasional yang berlaku prinsip common heritage of mankind, pada kolom air dan permukaan laut berlaku freedom of high sea. Jadi ada dua rezim beda yang berlaku.
Terkait genetic resources pada BBNJ, ada beberapa hal yang harus diatur, yaitu: (1) pentingnya diatur tentang pengaturan genetic resources dikarenakan hal ini terkait dengan hak kekayaan intelektual (paten) industri farmasi; (2) bagaimana pengaturan serta pembagian keuntungan dari genetic resources atas dasar prinsip common heritage of mankind tersebut; (3) prinsip freedom of high seas atas genetic resources tidak berlaku sehingga yang menemukan bukanlah pemilik eksklusif dari genetic resources.
FGD ini bertujuan untuk mendiskusikan posis Indonesia dalam kedua pertemuan penting, yaitu Pertemuan Komite Hukum dan Teknis dan Majelis ISA di Kingston, Jamaica 31 Juli-18 Agustus 2017 dan pertemuan Komite Persiapan BBNJ di Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat pada 10-21 Juli 2017. Harus dipastikan draf yang dihasilkan akan membawa manfaat terutama bagi Negara berkembang. Setelah FGD dengan semua pemangku kepentingan, dalam hal ini akademisi dari beberapa universitas di Indonesia, terutama di bidang hukum laut/maritim/internasional, pertemuan dilanjutkan dengan kementerian terkait, yaitu ESDM, Kemenko Maritim dan KKP.
Pada akhir FGD, wakil dari BINUS mencatat sedikitnya ada empat kesimpulan yang dipetik: (1) Pentingnya peran aktif Indonesia di ISA, terutama peran serta aktif sebagai Komite Hukum dan Teknis serta Komite Keuangan; (2) Indonesia harus berperan serta aktif dan berkontribusi terutama terkait pembahasan tentang pengelolaan sumber daya alam/mineral/genetic resources; (3) Indonesia perlu memperkuat pengetahuan tentang genetic resources karena ada benefit sharing dengan nilai ekonomis yang sangat tinggi di sana; dan (4) aspek perlindungan lingkungan laut dalam eksploitasi sumber daya sangat pentimg diperhatikan bagi keberlangsungan dan menjaga warisan bersama manusia.
Selain kedua topik khusus tersebut, ada beberapa hal penting yang sempat disinggung dalam FGD ini, yaitu: (1) mendesaknya merubah UU Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen yang sudah ketinggalan zaman dan harus menyesuaikan dengan ketentuan UNCLOS 1982; (2) perlunya segera diatur tentang kontrak eksploitasi dasarlaut internasional dalam hukum nasional Indonesia, di mana sejauh ini hanya disinggung dalam 1 paragrap di dalam UU Nomor tahun 32 tahun 2014 tentang Kelautan; dan (3) isu tentang adanya regulatory gap, masalah pelaksanaan/implementasi dan ketergantungan yang tinggi terhadap rezim nasional terkait pengaturan kebijakan kelautan Indonesia juga mendapat sorotan dari peserta FGD dan perlu pembahasan lebih lanjut dan mendalam. (***)