KONVERSI KEGIATAN USAHA BANK KONVENSIONAL MENJADI BANK SYARIAH MENURUT PERATURAN OJK NO. 64 TAHUN 2016
Oleh: Abdul Rasyid (Mei, 2017)
Sistem perbankan nasional yang dianut di Indonesia adalah sistem perbankan ganda (dual banking system). Sistem ini menganut paham yang membolehkan bank untuk melakukan kegiatan usaha secara konvensional maupun berdasarkan prinsip syariah. Dual banking system mulai berlaku di Indonesia semenjak diamandemennya Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menjadi Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. Salah satu isi dari amandemen undang-undang tersebut menyatakan secara tegas bank boleh beroperasi berdasarkan prinisp syariah. Undang-undang perbankan juga mengizinkan bank konvensional beroperasi berdasarkan prinsip syariah dengan membuka Islamic windows atau Unit Usaha Syria (UUS). Dalam hal ini, Indonesia mengikuti langkah Malaysia yang telah menerapkan terlebih dahulu konsep dual banking system semenjak tahun 1983 dengan diberlakukannya Akta Perbankan Islam (Islamic Banking Act).
Pasca amandemen undang-undang perbankan, pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia meningkat dengan signifikan karena bank bisa membuka Unit Usaha Syariah. Di samping itu, untuk meningkatkan pertumbuhan perbankan syariah, bank konvensional juga dibolehkan menkonversi kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dengan syarat mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (lihat Pasal 5, 6 & 7 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah). Kegiatan konversi bank konvensional menjadi bank syariah mesti didukung namun dalam pelaksanaannya tetap harus memperhatikan asas perbankan yang sehat dan prinsip kehati-hatian sehingga dapat terciptanya kondisi perbankan syariah yang kuat dan konsisten dalam menerapkan prinsip syariah.
Mekansime pelaksanaan perubahan kegiatan usaha bank konvensional menjadi bank syariah selanjutnya diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 64/POJK/03/2016 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Konvensional Menjadi Bank Syariah. Di atas telah dijelaskan bahwa perubahan kegiatan usaha bank konvensional menjadi bank syariah hanya dapat dilakukan dengan izin Otoritas Jasa Keuangan. Pemberian izin tersebut dilakukan dalam bentuk izin perubahan kegiatan usaha (Pasal 4 Peraturan OJk No. 64 Tahun 2016). Kemudian pada pasal 5 Peraturan OJK diatur ketentuan tentang kewajiban mencantumkan rencana konversi bank dalam rencana bisnisnya. Selanjutnya bank konvensional yang akan melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi bank syariah harus: menyesuaikan anggaran dasar, memenuhi persyaratan permodalan, menyesuaikan persyaratan Direksi dan Dewan Komisaris; membentuk Dewan Pengawas Syariah (DPS); dan menyajikan laporan keuangan awal sebagai sebuah bank syariah.
Dalam mengajukan permohonan izin perubahan kegiatan usaha ke OJK, bank konvensional harus menyertakan persyaratan, antara lain: a. misi dan visi perubahan kegiatan usaha menjadi bank syariah; b. rancangan perubahan anggaran dasar; c. nama dan data identitas dari calon PSP, calon anggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan calon anggota DPS; d. rencana bisnis bank syariah; e. studi kelayakan mengenai peluang pasar dan potensi ekonomi; dan f. rencana penyelesaian hak dan kewajiban nasabah (lihat: Pasal 15 Peraturan OJK No. 64 Tahun 2016). Jika telah memenuhi persyaratan, maka OJK akan memberikan izin kepada bank konvensional untuk merubah kegiatannya berdasarkan prinsip syariah atau menjadi bank syariah. Bank konvensional juga dibebankan kewajiban mencantumkan secara jelas kata ‘syariah’ pada penulisan nama dan logo iB pada formulir, warkat, produk, kantor, dan jaringan kantor bank syariah (Lihat: Pasal 16 Peraturan OJK No. 64 Tahun 2016).
Bank konvensional yang telah mendapat izin perubahan kegiatan usaha menjadi bank syariah wajib melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung setelah izin diberikan. Jika tidak melaksanakan dalam waktu yang telah ditentukan di atas maka izin yang telah diberikan bisa ditinjau kembali oleh OJK. Selanjutnya, paling lambat 10 hari sebelum melaksanakan kegiatannya berdasarkan prinsip syariah, bank konvensional wajib mengumumkan kepada masyarakat baik melalu media masa nasional maupun lokal dan melaporkan kepada OJK paling lambat 10 hari setelah pelaksanaannya (Lihat: Pasal 17 Peraturan OJK 64 Tahun 2016).
Bank konvensional yang telah mendapat izin dan telah melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah tidak boleh lagi berubah menjadi bank konvensional. Bank konvensional tersebut wajib menyelesaikan hak dan kewajiban dari kegiatan usaha secara konvensional paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal izin perubahan kegiatan usaha diberikan. Namun dalam kondisi tertentu yang tidak bisa dihindari (force majeur), maka penyelesaian hak dan kewajiban tersebut bisa diperpanjang (Lihat: Pasal 18 Peraturan OJK 64 Tahun 2016). Selain itu, juga diatur tentang sanksi bagi bank konvensional yang telah mendapat izin perubahan usaha menjadi bank syariah jika beberapa ketentuan yang telah dijelaskan di atas tidak dilakukan. Sebagai contoh, bank konvensional yang telah mendapat izin perubahan usaha menjadi bank syariah bisa dikenakan denda perhari Rp1 juta dan maksimal Rp. 30 Juta jika tidak mengumumkan kepada masyarakat paling lambat 10 (sepuluh) hari sebelum tanggal pelaksanaan (Lihat: Pasal 17 (3) Peraturan OJK No. 64 Tahun 2016).
Berbagai mekanisme yang telah dijelaskan di atas harus dijalankan oleh bank konvensional yang ingin melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi bank syariah. Upaya konversi tersebut mesti didukung selalu guna meningkatkan pertumbuhan perbankan syariah Indonesia. Besarnya minat masyarakat terhadap keberadaan perbankan syariah dan investor asing yang ingin melakukan investasi di Indonesia mesti diakomodasi dengan pertumbuhan perbankan syariah melalui peningkatan jaringan kantor perbankan syariah di setiap daerah di Indonesia. ***