PENELITIAN HUKUM DAN PERBANDINGAN PARADIGMA
Pada hari Minggu, 30 April 2017, para mahasiswa Program Magister Hukum di Universitas Gadjah Mada (UGM) menyelenggarakan lokakarya (workshop) tentang metode penelitian hukum. Ketua Jurusan Hukum Bisnis (Business Law) BINUS, Shidarta, diundang untuk menjadi salah satu pembicara/fasilitator dalam lokakarya ini. Beliau diminta untuk memaparkan paradigma penelitian dalam ilmu-ilmu sosial dan pengaruhnya pada penelitian hukum. Acara berlangsung di Kampus UGM, Bulaksumur, Yogyakarta.
Shidarta memulai penjelasannya dengan membedakan antara fakta, konsep/konstruk, proposisi, teori, dan paradigma. Ia mengingatkan bahwa tidak semua teori berkesempatan menjadi paradigma karena mungkin pada satu masa ada teori yang demikian kuat dan mapan, sehingga menjadi “the ruling theory”. Itulah sebabnya, Thomas Kuhn dalam salah definisinya tentang paradigma mengatakan, paradigma adalah “…universally recognized scientific achievements that for a time provide model problems and solutions to a community of practitioners.” Positivisme adalah salah satu contoh paradigma yang sangat berkuasa di era modern. Teori lain dalam ilmu sosial yang juga cukup berpengaruh, sehingga kerap dianggap paradigma alternatif antara lain fenomenologi dan teori kritis.
Khusus untuk para pembelajar hukum, Shidarta mengingatkan agar mereka berhati-hati menggunakan terminologi “positivisme” karena ada karakteristik dan konsekuensi berbeda antara positivisme sosiologis seperti diajarkan Auguste Comte dan positivisme hukum ala Austin, Bentham, dan “legisme” Kelsenian. Menurutnya, dalam studi hukum sangat penting bagi para pembelajar hukum untuk mempelajari aliran-aliran pokok pemikiran hukum tersebut agar fenomena hukum yang multifaset itu dapat disikapi dengan pijakan penalaran hukum yang kuat, sistematis, dan argumentatif. (***)