People Innovation Excellence

PERSAMAAN PERLAKUAN DALAM PELAYANAN PUBLIK

Oleh BATARA MULIA HASIBUAN (April 2017)

Dalam kehidupan bernegara, hukumlah instrumen utama yang mengatur hubungan antara penyelenggara negara dengan rakyat maupun antar-penyelenggara satu sama lain. Menurut pendapat Zainal Muttaqin, Hukum Administrasi Negara (HAN) adalah sebagian dari hukum yang mengatur tindakan penyelenggara negara (administrasi negara) berdasarkan kewenangan yang dimilikinya dalam hubungannya dengan rakyat atau warganya.[1]

Seiring dengan pendapat di atas, untuk memberikan pelayanan terbaik bagi warga atau rakya,  sesuai yang diatur dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, perlu memperhatikan asas umum pemerintahan negara yang baik, yaitu asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan, dan norma hukum, untuk mewujudkan penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dengan perkataan lain yang dimaksud dengan asas umum pemerintahan negara yang baik adalah prinsip yang digunakan sebagai acuan penggunaan wewenang bagi pejabat pemerintahaan yang mengeluarkan keputusan dan/atau tindakan dalam penyelenggaraan pemerintaahn, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi  Pemerintahan.

Dengan memperhatikan ketentuan di atas, salah satu asas yang harus diperhatikan oleh penyelenggara pemerintahan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, adalah persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, artinya setiap wrga negara berhak memperoleh pelayanan yang adil. Sedangkan menurut Pasal 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi  Pemerintahan, ada juga disebutkan asas ketidak berpihakan, yang maksudnya dengan asas ini mewajibkan badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan dengan mempertimbangkan kepentingan para pihak secara keseluruhan dan tidak diskriminatif.

Mengacu kepada asas-asas yang diuraikan di atas, pemerintah selaku badan yang mempunya kewenangan, memiliki fungsi-fungsi, yang dalam tulisan ini hanya mengemukakan hanya pada fungsi pengaturan (reguling). Nur Yanto menjelaskan fungsi pengaturan dikatakan sebagai fungsi primer, karena pemerintah diberikan kekuasaan yang lebih (powerful) oleh yang diperintah (powerless). Ini merupakan modal pemerintah untuk mengatur masyarakat yang memiliki kuantitas yang lebih besar. Pengaturan ini bisa berupa Undang-udang, Peraturan Pemerintah, Perda, atau pun sejenisnya.[2]

Fungsi pengaturan ini (regeling), nantinya akan diwujudkan oleh penyelenggara pemerintahan dalam bentuk keputusan-keputusan (beschikking). Bahwa pemerintah dalam membuat suatu keputusan tidak boleh asal membuat, namun dalam mengeluarkan keputusan harus memperhatikan syarat-syarat yang harus dipenuhi yang telah ditentukan peraturan perundang-undangan.[3]

Seiring dengan hal tersebut di atas,  pelaksanaan pemerintahan sehari-hari, acap kali menempuh pelbagai langkah kebijaksanaan tertentu, antara lain menciptakan  apa yang sering dinamakan peraturan kebijaksanaan (beleidsregel/policy rule), seperti peraturan, pedoman, pengumuman, surat edaran, dan mengumumkan kebijaksanaan itu. Peraturan-peraturan kebijaksanaan dimaksud pada kenyataannya telah merupakan baguan dari kegiatan pemerintah (bestuuren) dewasa ini.[4]

Mengacu pada fungsi pengaturan yang disampaikan di atas, diharapkan penyelenggaraan negara atau pelayanan publik dalam melayani atau mengatur masyarakat dengan baik, tanpa adanya pembedaan perlakuan atau tidak diskriminatif. Semoga dan seharusnya. (***)


REFERENSI:

[1] Zainal Muttain, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Administrasi Negara Dalam Hukum Pancasila dan UUD 1945, dala SF. Marbun, et., al., Dimensi-Dimensi Pemikian Hukum Adminstrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2001, hlm1. 27.

[2] Nur Yanto, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2015, hlm. 74.

[3]  Ibid, hlm. 79.

[4] Philipus M. Hadjon, et.al., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia (Introduction to the Indonesian Administrative Law),  Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1993, hlm.148.



Published at : Updated
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close