AHMAD SOFIAN, PEMAKALAH TERBAIK DI AJANG MAHUPIKI 2017
Pada tanggal 24-28 April 2017 Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI) menyelenggarakan Simposium Nasional dan Pelatihan Hukum Pidana IV yang diadakan di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Kegiatan ini dihadiri oleh lebih kurang 150 peserta dari fakultas-fakultas hukum di Indonesia, para jaksa dan utusan dari kepolisian dan dibuka secara resmi oleh Ketua Umum MAHUPIKI yaitu Prof. Dr. Romly Atmasasmita, SH, LLM. Sebelumnya Gubernur NTT menyambut seluruh peserta di rumah jabatan untuk menghadiri jamuan makan malam.Sebanyak 30 pembicara hadir dalam kegiatan serta sekitar 80 call for papers dipresentasikan dalam simposiun dan pelatihan ini.
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan keahlian dari para staff pengajar hukum pidana dan kriminologi serta aparatur penegak hukum dalam memahami teori-teori baru dalam hukum pidana dan kriminologi. Kegiatan ini juga dapat meningkatkan kerjasama antar fakultas hukum dan penegak hukum dalam membangun hukum yang beradilan dan berkepastian. Secara umum tema simposium dan pelatihan ini adalah “Rekonstruksi Hukum mengenai Kejahatan Seksual terhadap Anak dan Perempuan, Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Tindak Pidana Pencucian Uang”.
Dr. Ahmad Sofian, S.H., M.A. salah seorang dosen tetap dan menjabat sebagai salah satu Subject Contents Coordinators di Jurusan Hukum Bisnis BINUS diundang sebagai peserta dan pemakalah dalam kegiatan ini. Bahkan makalah beliau yang berjudul “Perlindungan Hukum Anak Korban Tindak Pidana Eksploitasi Seskual” terpilih sebagai salah satu pemakalah terbaik. Atas prestasinya ini beliau menerima penghargaan dan hadiah dari panitia. Dalam makalahnya beliau menyampaikan pandangan hukumnya bahwa hukum pidana Indonesia masih belum memberikan tempat yang layak bagi anak-anak yang menjadi korban tindak pidana eksploitasi seksual anak. Bahkan anak-anak yang menjadi korban ini cendrung menerima “double victimization and stigmatization” yaitu dari pelaku dan yang kedua dari sistem peradilan pidana. Oleh karena itu beliau menyarankan agar Indonesia bisa mempertimbangkan untuk menerima doktrin terbaru dalam perlindungan korban yang saat ini sudah dikembangkan dalam Optional Protocol on Sale of Children, Child Prostitution and Child Pornography dan sudah diratifikasi oleh Indonesia. (***)