TRANSAKSI BENTURAN KEPENTINGAN: SIAPA YANG BERHAK MEMUTUSKAN?
Oleh AGUS RIYANTO (April 2017)
Salah satu transaksi yang sedapat mungkin dihindari Emiten adalah Benturan Kepentingan Tertentu. Hal ini, karena transaksi yang berbeda kepentingan ekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, atau pemegang saham utama tidaklah mudah dilakukan. Salah satu syarat yang wajib dipenuhi adalah persetujuan dari pemegang saham independen. Hal itu diatur di dalam angka 3 huruf a Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-412 /BL/2009, Peraturan No. IX.E.1. tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu (“Peraturan No. IX.E.1”) menentukan bahwa transaksi yang mengandung Benturan Kepentingan wajib terlebih dahulu disetujui oleh Pemegang Saham Independen atau wakilnya mereka yang diberi wewenang untuk itu dalam RUPS. Kata wajib dalam ketentuan ini menegaskan bahwa transaksi benturan kepentingan secara imperatif harus mendapatkan persetujuan pemegang saham independen dan bukannya dari pemegang saham mayoritas. Begitu besarkah kedudukan kedudukan dari pemegang saham independen dalam transaksi Benturan kepentingan di Pasar Modal?
Siapakah pemegang saham independen itu? Pemegang saham independen adalah pemegang saham yang tidak mempunyai benturan kepentingan sehubungan dengan suatu transaksi tertentu dan/atau bukan merupakan Afiliasi dari anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris atau pemegang saham utama yang mempunyai benturan kepentingan terhadap transaksi tertentu. Untuk memperoleh gambaran kedudukan pemegang saham independen di dalam Emiten berikut ilustrasinya : PT. Sekarial Abadi, Tbk (”SA”) adalah perusahaan dengan total saham SA adalah berjumlah 3.681.231.699 atau setara dengan 100 % dan bergerak di bidang retail bahan bangunan memiliki dua pemegang saham yaitu pertama, Burwood Omnia Ltd dengan jumlah saham 1.977.480.863 atau sama dengan presentase kepemilikan saham 51 % dan kedua pemegang saham PT Sekarial Maju dengan jumlah saham 479.735.234 atau sama dengan presentase kepemilikan saham 13.03 %. Sedangkan, sisa saham 1.324.015.602 adalah pemegang saham publik atau setara dengan presentase kepemilikan saham 35.97 %. Untuk itu, yang dapat dikategorisasikan sebagai pemegang saham independen adalah saham yang 1.324.015.602 atau 35.97 % yaitu pemegang saham yang membeli sahamnya SA pertama kali penawaran umum saham kepada publik yang menentukan di dalam RUPS.
Di dalam kerangka RUPS, pemegang saham yang memiliki benturan kepentingan dianggap telah memberikan keputusan yang sama dengan keputusan yang disetujui pemegang saham independen yang tidak mempunyai benturan kepentingan dalam RUPS. Hal ini, dikarenakan pemegang saham yang tidak memiliki kepentingan pribadi dengan transaksinya benturan kepentingan menjadi dasar pertimbangan diperbolehkannya mengambil keputusan dari pada pemegang saham yang memiliki benturan kepentingan, dalam RUPS. RUPS yang terdapat benturan kepentingan harus mengikuti prosedur perhitungan suara berdasarkan Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-179 /BL/2008, Peraturan No. IX.J.1. tentang Pokok-pokok Anggaran Dasar Yang Melakukan Penawaran Umum Bersifat Ekuitas dan Perusahaan Publik (“Peraturan No. IX.J.1”) ditentukan di dalam angka 15 huruf b bahwa keputusan RUPS harus dihadiri oleh pemegang saham independen yang mewakili lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah yang dimiliki pemegang saham independen dan keputusan adalah sah jika disetujui oleh pemegang saham independen yang mewakili lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah yang dimiliki oleh pemegang saham independen. Dengan ketentuan kuorum kehadiran demikian, maka syarat kehadiran RUPS berlaku hanya untuk pemegang saham independen dengan tidak harus melibatkan pemegang saham mayoritas dalam proses perhitungan suaranya. Pada saat RUPS berlangsung keputusan transaksi benturan kepentingan harus disetujui oleh pemegang saham independen yang mewakili lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh para saham dengan hak suara yang sah yang dimiliki pemegang saham independen. Hal ini berarti, di dalam proses pengambil keputusannya harus dengan mendapatkan persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) pemegang saham independen yang hadir dalam RUPS tersebut.
Dalam hal RUPS pertama tidak kuorum tercapai, maka dalam RUPS kedua berlaku ketentuan keputusan sah apabila dihadiri oleh pemegang saham independen yang mewakili lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah yang dimiliki oleh pemegang saham independen dan disetujui oleh lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah saham yang dimiliki oleh para pemegang saham independen yang hadir dalam RUPS. Apabila RUPS kedua tidak juga berhasil korum, maka berdasarkan atas permohonan Emiten, maka kuorum kuorum kehadiran, jumlah suara untuk mengambil keputusan, pemanggilan, dan waktu penyelenggaraannya RUPS ditetapkan oleh Ketua Bapepam dan LK (Peraturan No. IX.J.1 angka 15 huruf c dan d). Dengan berlakunya ketentuan pelaksaanaan RUPS kedua dan ketiga itu telah dengan sangat jelas menujukan bahwa kedudukan pemegang saham independen sangatlah kuat dan menentukan dalam konstelasi transaksi yang mengandung benturan kepentingan. Sebab, apabila pemegang saham independen tersebut tidak kuat, maka tidak mungkin adanya RUPS kedua dan RUPS ketiga. Bukti adanya RUPS kedua dan RUPS ketiga itu juga adalah realitas yang tidaklah mungkin dapat dibantahkan lagi bahwa pemegang saham independen sangat berkuasa dan menentukan di dalam transaksi yang mengandung benturan kepentingan di Pasar Modal. Dengan perkataan lain, bahwa tanpa ada persertujuan pemegang saham independen, maka transaksi yang mengandung benturan kepentingan tidak akan dapat dilaksanakan Emiten, sehingga dengan kedudukan pemegang saham independen sangat berpotensi besar dapat menghambat aksi korporasi tersebut.
Bahkan dalam hal terjadi tidak juga memperoleh persetujuan pemegang saham independen dalam RUPS yang telah mencapai korum dalam kehadiran, maka rencana transaksi itu tetap tidak dapat diajukan kembali dalam rentang jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal keputusan penolakan tersebut terjadi. Konsekuensi kuorum keputusan tidak tercapainya sampai dengan RUPS ketiga atau ditolak rencana tersebut, maka Emiten harus menunggu 12 (dua belas) bulan terlebih dahulu dan Emiten kemudian mengajukan kembali seluruh proses rencana aksi korporasinya tersebut dari awal pertama kali proses. Untuk itu, maka akibatnya Emiten harus memulai dengan membuat laporan keuangan baru lagi, di mana karena laporan keuangan lama yang telah melewati batas waktu berlakunya. Emiten juga harus melakukan pengumuman keterbukaan informasi, mengadakan RUPS pertama dengan kemungkin dapat saja terjadi RUPS sampai dengan RUPS ketiga. Sehingga perjalanannya untuk mendapatkan persetujuan pemegang saham independen menjadi lebih panjang dan lebih lama lagi, bahkan akan sangat bertele-tele. Sebuah perjalanan yang berat dan melelahkan bagi Emiten untuk transaksi yang mengandung benturan kepentingan. Oleh karena itu, di dalam praktek banyak Emiten menghindari transaksi tersebut, karena sangat kuatnya kedudukan pemegang saham independen menentukan dan memutuskan untuk setuju atau tidak setuju terhadap transaksi benturan kepentingan dilakukan Emiten. Suatu ketentuan yang berusaha menempatkan dan memperkuat objektivitas penilaian transaksi dalam pengambilan keputusan RUPS. Penilaian independen itu diperlukan dalam rangka memberikan pendapat kelayakan (fairness opinion) kebijakan perusahaan berdasarkan kepada keadilan keputusannya. (***)
Published at :