People Innovation Excellence

ANTARA TRUMP DAN KOREA UTARA

Oleh REZA ZAKI (April 2017)

Kepemimpinan Donald Trump di Amerika Serikat sudah menjadi kontroversi sejak awal. Lontaran gagasan dan sikapnya selalu mengundang protes tidak hanya dari dalam, namun juga dari sejumlah negara di dunia. Setelah baru-baru ini ikut terlibat dalam kejadian besar di Suriah dengan meninggalnya puluhan warga akibat dari bahan kimia, kini Amerika Serikat mulai memberikan signal ancaman terhadap Korea Utara yang dianggap mengancam dunia dengan riset nuklirnya.

Hakikat Hukum Internasional selalu beredar pada dua isu utama, yakni perang dan ekonomi. Amerika Serikat tidak tanggung-tanggung menjanjika hubungan dagang yang baik kepada China jika mampu mengatasi Korea utara. Bahkan Amerika Serikat sudah mengirimkan pasukan militernya ke Semenanjung Korea.

Namun, apakah Xin Jin Ping akan ikut dalam aturan main Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump? Pasalnya, China sendiri belum mampu mengatasi konflik Laut Cina Selatan dengan beberapa negara seperti Filipina, Vietnam, Jepang, Indonesia, dan beberapa negara lainnya. Jika China tak mampu mengatasi Korea Utara, maka bisa jadi tawaran hubungan ekonomi yang baik dengan Amerika Serikat ini akan berujung perang antara Amerika Serikat dan Korea Utara. Tentu dampaknya juga akan meluas ke komunitas Internasional.

Akan tetapi jika China menyanggupi tawaran Amerika Serikat ini, maka ada dua kemungkinan, China mampu atau tidak mampu menjinakkan Korea Utara. Jika mampu menjinakkan Korea utara, maka konfilk berujung perang antara AS dan Korut dapat dicegah.

Preseden Amerika Serikat yang mampu mengontrol riset nuklir di Iran saat di bawah kepemimpinan Barrack Obama ingin ditiru oleh Donald Trump di Korea Utara. Bahkan Trump mengancam jika Korut tidak mengindahkan peringatan AS, maka AS akan melakukan ketertiban internasional di Negara Kim Jong Un tersebut.

Pengaruh yang sedang beredar di dunia ini tak lepas dari dominasi para polisi dunia yakni AS, Rusia, dan China. Mereka saling tancap kepentingan di negara-negara yang potensial digoncang urusan domestiknya.

Dalam beberapa tahun ke depan potensi Arab Spring atau kasus seperti Suriah yang menyebabkan tragedi Genosida itu dapat terjadi pula di kawasan Asia. Oleh karena itu, negara-negara di Asia harus memiliki kesolidan dalam menjaga kawasan baik secara politik maupun ekonomi. (***)


 


Published at :
Leave Your Footprint
  1. Dalam kasus Korea Utara, belakangan Trump tampak sudah kehilangan kesabaran. Ini tentu yang dikhawatirkan banyak negara, sebab jika “gila” ketemu “nekat”, perang di Semenanjung Korea tampaknya hanya tinggal menunggu waktu saja. Grup kapal penyerang, termasuk kapal induk USS Carl Vinson sudah digerakkan ke Semenanjung Korea.
    Piagam PBB pasal 51 menyebut, bahwa penyerangan terhadap suatu negara dapat dilakukan dalam rangka membela diri. Tapi apa pedulinya Korea Utara dengan PBB. Sudah beragam sanksi PBB dijatuhkan untuk negeri yang terkenal tertutup itu.

  2. – Argumentasi hukum : seperti yang saya ketahui Presiden AS Donald Trump, yang sebelumnya telah mendesak Cina agar lebih mengendalikan negara tetangganya yang miskin itu, mengatakan dalam akun Twitternya bahwa Korea Utara “mencari masalah” dan Amerika Serikat akan “memecahkan masalah” dengan atau tanpa bantuan Cina. Namun seperti artikel diatas dikatakan bahwa jika Cina tidak dapat memenuhi tuntutan AS menjinakkan korut maka kemungkinan yang dapat terjadi adalah perang antara AS dan Cina. Para pejabat AS menegaskan sanksi kuat untuk menekan Korea Utara agar meninggalkan program nuklirnya namun Washington mengatakan sejumlah pilihan sanksi, termasuk dengan kekuatan militer sudah disiapkan. Bisa dikatakan bahwa serangan AS pekan lalu ke Suriah merupakan ancaman bagi korea utara dibawah kepemimpinan Kim Jong Un. Menurut pandangan saya jika Korut berhenti melakukan riset nuklir maka pertentangan dan perselisihan dengan AS bisa mereda. – Intervensi internasional thd suatu negara : Dalam uji / riset nuklir yang dilakukan oleh korea utara ini telah menimbulkan banyak reaksi dan kecaman dr dunia internasional . Salah satu organisasi internasional NATO – Organisasi ini menyatakan bahwa uji coba tersebut “merongrong keamanan regional dan internasional, dan jelas melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB” dan menambahkan bahwa negara tidak harus memiliki senjata nuklir dan PBB (Dewan Keamanan) mengadakan sidang darurat pada tanggal 6 Januari 2016 membahas legitimasi dan konsekuensi dari uji coba nuklir. Sekretaris-Jenderal Ban Ki-moon menganggap uji coba tersebut “tidak menstabilkan keamanan regional”. Selanjutnya, Dewan mengatakan akan mengembangkan langkah-langkah baru, mungkin tambahan sanksi perdagangan dan perjalanan, terhadap Korea Utara.

  3. Kasus ini memiliki inti permasalahan dalam intervensi Amerika Serikat dimana Negara ini di bawah kekuasaan Donald Trump ikut terlibat dalam kebijakan Negara Korea Utara (Intervensi)

    Saya menyetujui untuk kebijakan Trump kali ini dikarenakan sejalan dengan perjanjian Nonprolifelasi nuklir yang telah disepakati ratusan negara terhadap Korea Utara. Artinya Korea Utara seharusnya tunduk pada aturan ini selagi masih dalam ikatan kontrak.

    Perjanjian Nonproliferasi Nuklir adalah suatu perjanjian yang ditandatangi pada 1 Juli 1968 yang membatasi kepemilikan senjata nuklir. Sebagian besar negara berdaulat mengikuti perjanjian ini, walaupun dua di antara tujuh negara yang memiliki senjata nuklir dan satu negara yang mungkin memiliki senjata nuklir belumlah meratifikasi perjanjian ini.

    Perjanjian ini diusulkan oleh Irlandia dan pertama kali ditandatangani oleh Finlandia. Pada tanggal 11 Mei 1995, di New York, lebih dari 170 negara sepakat untuk melanjutkan perjanjian ini tanpa batas waktu dan tanpa syarat.

    Perjanjian ini memiliki tiga pokok utama, yaitu nonproliferasi, perlucutan, dan hak untuk menggunakan teknologi nuklir untuk kepentingan damai.

    Perjanjian ini memiliki tiga pokok utama, yaitu nonproliferasi, perlucutan, dan hak untuk menggunakan teknologi nuklir untuk kepentingan damai.

    1. Pokok Pertama: Non-Proliferasi

    Terdapat 5 negara yang diperbolehkan oleh NPT untuk memiliki senjata nuklir:

    – Perancis (masuk tahun 1992)

    – Republik Rakyat Tiongkok (1992)

    – Uni Soviet (1968, kewajiban dan haknya diteruskan oleh Rusia)

    – Britania Raya (1968)

    – Amerika Serikat (1968)
    Hanya lima negara ini yang memiliki senjata nuklir saat perjanjian ini mulai dibuka, dan juga termasuk lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Lima negara pemilik senjata nuklir (Nuclear Weapon States / NWS) ini setuju untuk tidak mentransfer teknologi senjata nuklir maupun hulu ledak nuklir ke negara lain, dan negara-negara non-NWS setuju untuk tidak meneliti atau mengembangkan senjata nuklir.

    Kelima negara NWS telah menyetujui untuk tidak menggunakan senjata nuklir terhadap negara-negara non-NWS, kecuali untuk merespon serangan nuklir atau serangan konvensional yang bersekutu dengan negara NWS. Namun, persetujuan ini belum secara formal dimasukkan dalam perjanjian, dan kepastian-kepastian mengenainya berubah-ubah sepanjang waktu. Amerika Serikat telah mengindikasikan bahwa mereka akan dapat menggunakan senjata nuklir untuk membalas penyerangan non-konvensional yang dilakukan oleh negara-negara yang mereka anggap “berbahaya”. Mantan Menteri Pertahanan Inggris, Geoff Hoon, juga telah menyatakan secara eksplisit mengenai kemungkinan digunakannya senjata nuklir untuk membalas serangan seperti itu. Pada Januari 2006, Presiden Perancis, Jacques Chirac menerangkan bahwa sebuah serangan teroris ke Perancis, jika didalangi oleh sebuah negara, akan memicu pembalasan nuklir (dalam skala kecil) yang diarahkan ke pusat kekuatan “negara-negara berbahaya” tersebut.

    2. Pokok Kedua : Perlucutan

    Pasal VI dan Pembukaan perjanjian menerangkan bahwa negara-negara NWS berusaha mencapai rencana untuk mengurangi dan membekukan simpanan mereka. Pasal VI juga menyatakan “…Perjanjian dalam perlucutan umum dan lengkap di bawah kendali internasional yang tegas dan efektif.” Dalam Pasal I, negara-negara pemilik senjata nuklir (NWS) menyatakan untuk tidak “membujuk negara non-Nuklir manapun untuk…mendapatkan senjata nuklir.” Doktrin serangan pre-emptive dan bentuk ancaman lainnya bisa dianggap sebagai bujukan / godaan oleh negara-negara non-NWS. Pasal X menyatakan bahwa negara manapun dapat mundur dari perjanjian jika mereka merasakan adanya “hal-hal aneh”, contohnya ancaman, yang memaksa mereka keluar.

    3. Pokok Ketiga : Hak untuk menggunakan teknologi nuklir untuk kepentingan damai.

    Karena sangat sedikit dari negara-negara NWS dan negara-negara pengguna energi nuklir yang mau benar-benar membuang kepemilikan bahan bakar nuklir, pokok ketiga dari perjanjian ini memberikan negara-negara lainnya kemungkinan untuk melakukan hal yang sama, namun dalam kondisi-kondisi tertentu yang membuatnya tidak mungkin mengembangkan senjata nuklir.

    Bagi beberapa negara, pokok ketiga perjanjian ini, yang memperbolehkan penambangan uranium dengan alasan bahan bakar, merupakan sebuah keuntungan. Namun perjanjian ini juga memberikan hak pada setiap negara untuk menggunakan tenaga nuklir untuk kepentingan damai, dan karena populernya pembangkit tenaga nuklir yang menggunakan bahan bakar uranium, maka perjanjian ini juga menyatakan bahwa pengembangan uranium maupun perdagangannya di pasar internasional diperbolehkan. Pengembangan uranium secara damai dapat dianggap sebagai awal pengembangan hulu ledak nuklir, dan ini dapat dilakukan dengan cara keluar dari NPT. Tidak ada negara yang diketahui telah berhasil mengembangkan senjata nuklir secara rahasia, jika dalam pengawasan NPT.

    Negara-negara yang telah menandatangani perjanjian ini sebagai negara non-senjata nuklir dan mempertahankan status tersebut memiliki catatan baik untuk tidak mengembangkan senjata nuklir. Di beberapa wilayah, fakta bahwa negara-negara tetangga bebas dari senjata nuklir mengurangi tekanan bagi negara tersebut untuk mengembangkan senjata nuklir sendiri, biarpun negara tetangga tersebut diketahui memiliki program tenaga nuklir damai yang bisa memicu kecurigaan. Dalam hal ini, perjanjian Non-Proliferasi bekerja sebagaimana mestinya.

    Sumber analisa: Wikepedia Indonesia

  4. Seharusnya china bertindak kepada korut karena dilihat dari sejarahnya china sudah menjalin hubungan baik dengan korut dan juga seharusnya negara” yang lain mendukung negara swiss yang sudah menawarkan mediasi terhadap persoalan tersebut

  5. Ada baiknya jika Amerika Serikat tidak melangsungkan perang ke pihak korea utara. Meskipun begitu Donald Trump dalam akun resmi twitternya mengatakan bahwa jika China tidak bisa mengatasi Korut, Maka AS sendiri yang akan mengatasi masalah Korea Utara. Namun lain halnya dengan negara suriah yang belum lama juga diserang oleh Trump. Ada kemungkinan-kemungkinan jika Trump tidak jadi menyerang bisa disebabkan karena Korut Korea Utara yang terlibat perang dengan Korea selatan dan berakhir dengan gencatan senjata, dimana dlm perjanjian tsb melibatkan pihak Amerika. Kemudian Korea Utara memiliki Senjata Nuklir, walaupun pernah gagal dalam mencoba senjata-senjata mereka sebelumnya. Namun para ahli militer percaya bahwa, dari kegagalan itu mereka (korut) dapat belajar dan memperbaiki Senjata mereka.
    Selain itu China diduga akan bersekutu dengan Korea Utara. Pada 1961 dua negara menandatangani kerja sama persahabatan Sino-North Korean Mutual Aid and Cooperation Friendship Treaty dan perjanjian tersebut telah Diperpanjang hingga 2021. Jika perang terbuka antara Korut dan Amerika Serikat sampai pecah, China menjadi salah satu pihak yang paling khawatir. Sebab, kalau rezim Kim — yang kini diwakili Kim Jong-un — sampai runtuh, mereka khawatir perbatasan akan dipenuhi pengungsi dari Korut.Dari sudut pandang geopolitik, Beijing melihat Korut sebagai buffer zone atau zona penyangga dari potensi perambahan kekuasaan sekutu-sekutu AS — termasuk Jepang dan Korea Selatan. Bukan hanya negara cina yang menjadi khawatir jika perang terjadi, bahkan negara seperti jepang dan Korea Selatan menentang gagasan trump dan lebih memilih opsi non-militer. Ibukota Korea Selatan (Seoul) hanya berjarak sekitr 40 km dari perbatasan Negara Korut-Korsel. Akan terjadi intensitas yg lebih tinggi jika perang antara Amerika Serikat dan Korea Utara terjadi bahkan lebih dari perang korea.

  6. Menurut dari artikel yang saya baca semua ini ada kaitannya dengan hukum internasional pasalnya jika china ikut campur dalam urusan ini maka tergantung dari china apakah ia sanggup atau tidak,dilihat dari 2 hal tersebut maka china bisa menjadi tempat mediator atau memisahkan kedua belah pihak dari konflik.

  7. Saran saya sebaiknya untuk masalah AS dan Korea Utara diselesaikan secara bijaksana dan kenegaraan,tidak perlu ada terjadinya perang dingin atau pun ancaman yang dilontarkan,karena apabila tidak diselesaikan secara kenegaraan sudah dapat dipastikan akan terjadinya perang yang nantinya akan memecah struktur kenegaraan dari kedua belah pihak tersebut , alangkah baiknya jika masalah antara As – Korut diselesaikan dengan pertemuan para petinggi dari kedua negara tersebut agar bisa diselesaikan secara bijaksana dan kepala dingin

  8. menurut saya kepemimpinan Trump ini bisa mengancam berbagainegara, dengan kekuasaannya ini dan kekuatan dari AS membuat Trump semakin memperkuatnnya. Serangan terhadap Suriah pun harusnya tidak di perbolehkan karena itu mengancam keselamatan orang. dan Trump mulai merencanakan mengancam Korea Utara yang menurutnya, Korea Utara dapat mengancam AS.

  9. Sekalipun China tidak mampu menjinakkan Korea utara, maka konfilk berujung perang tidak akan pernah terjadi antara AS dan Korut, pasalnya menurut saya ada beberapa sebab yang membuat AS tidak akan berperang dengan korut, diantaranya adalah :
    1. Adanya Penjanjian Perdamaian Internasional mengenai Pertempuran Korut-Korsel yang di dihentikan pada 27 Juli 1953, dengan gencatan senjata yang juga melibatkan pihak Washington DC dan Beijing. kemudian, perjanjian ini ditandatangani oleh dua orang yakni Letnan Jenderal William Harrison, Jr dari US Army mewakili United Nations Command (UNC) dan Jenderal Korut Nam Il mewakili tentara Pyongyang dan pasukan relawan China.
    Oleh karena adanya perjanjian ini maka, jika Amerika Serikat memulai serangan, maka itu akan membatalkan perjanjian yang disahkan oleh PBB tersebut.
    2. Korea Utara memiliki senjata Nuklir yang menjadi power yang luar biasa dalam perang.
    3. Secara otomatis akan terjadi peperangan antar para sekutu AS dan Korut yang kemudian akan berimbas pada stabilitas Internasional. Dalam hal ini tentu China akan membela Korut, Pasalnya mereka adalah sekutu yang terikat dalam kerjasama persahabatan Sino-North Korean Mutual Aid and Cooperation Friendship Treaty.
    Termuat dalam kerja sama itu, kedua belah pihak wajib menawarkan banyuan militer atau lainnya jika salah satu dari mereka menghadapi serangan pihak luar.
    Perjanjian tersebut diperpanjang dua kali dan berlaku hingga 2021.
    Saya kira sebab-sebeb ini cukup kuat untuk menghentikan isu akan adanya peperangan antara AS dan Korut. Untuk menjaga ketentraman Internasional tentu sebaiknya China menerima tawaran AS untuk menjinakkan Korut agar konflik berujung perang antara AS dan Korut dapat dicegah. Dalam hal tawaran ini Amerika Serikat tidak tanggung-tanggung menjanjikan hubungan dagang yang baik kepada China jika mampu mengatasi Korea utara. Secara garis besar dapat diambil kesimpulan bahwa Apabila hubungan AS dengan China baik maka Hubungan Korut dengan AS ikut membaik. Amerika Serikat melalui Trump mengancam jika Korut tidak mengindahkan peringatan AS, maka AS akan melakukan ketertiban internasional di Negara Kim Jong Un tersebut.
    Tentu kita setuju bahwa, Konflik ini sebaiknya diselsesaikan melalui jalur non-militer demi kepentingan Internasional. Baik Korea Selatan maupun Jepang lebih condong penyelesaian konflik ini ke opsi non-militer.
    Riset Nuklir ini tentu mengundang respon dari berbagai negara dan organisasi internasional, pasalnya mengenai riset nuklir ini mengancam dunia.

    Jepang – Perdana Menteri Jepang Shinzō Abe menggambarkan uji coba tersebut sebagai “pembangkangan upaya internasional menuju nonproliferasi nuklir” dan menyatakan bahwa Jepang akan membuat “respon tegas” terhadap uji coba tersebut. Beberapa analis percaya bahwa Tokyo akan mempertimbangkan sanksi lebih lanjut (embargo perdagangan yang ketat) sebagai pembalasan. Jepang berada dalam jangkauan rudal dari Korea Utara dan prihatin tentang kemungkinan perangkat nuklir miniatur yang dapat diluncurkan dengan cara itu, sebuah konsep yang “menakutkan” dan “ancaman terbesar” di Jepang, menurut seorang pejabat.

     Rusia – Pemerintah Rusia mengutuk uji coba bom nuklir, dan menyebutnya sebagai “ancaman bagi keamanan nasional” dan “pelanggaran yang jelas dari hukum internasional “.Presiden Vladimir Putin telah memberikan petunjuk untuk benar-benar mempelajari data semua stasiun pemantauan, termasuk seismik, dan menganalisis situasi dalam kasus informasi tentang uji coba yang telah dikonfirmasi.

    Spanyol – Spanyol sangat mengutuk uji coba ini melalui sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri, menggambarkannya sebagai “ancaman serius terhadap perdamaian internasional dan keamanan dan stabilitas di Semenanjung Korea” dan menyerukan kepada pemerintah Korea Utara untuk “sepenuhnya mematuhi resolusi PBB dan dengan komitmen sendiri, mengakhiri uji coba ini dan membongkar persenjataan nuklirnya secara ireversibel yang dapat dibuktikan”. Pernyataan resmi juga menyatakan bahwa Spanyol “melatih kepresidenan Komite Dewan Keamanan pada Republik Demokratik Rakyat Korea” dan menyatakan “tekad untuk berkolaborasi dengan komunitas internasional untuk memberikan respon yang tegas untuk pelanggaran tidak dapat diterima ini dari resolusi yang tertera di atas”.

    Komisi Persiapan untuk Organisasi Kesepakatan Pelarangan Uji Coba Nuklir yang Komprehensif menggambarkan uji coba ini sebagai panggilan untuk negara-negara yang belum menandatangani perjanjian (India dan Pakistan) untuk melakukannya dan untuk anggota lain (Amerika Serikat, Iran , Israel, Mesir dan Tiongkok) untuk menyetujui ratifikasi.

     Uni Eropa – Komisi Eropa menyatakan bahwa uji coba tersebut sebagai sebuah “pelanggaran berat” dari resolusi PBB.

    PBB – Dewan Keamanan mengadakan sidang darurat pada tanggal 6 Januari 2016 membahas legitimasi dan konsekuensi dari uji coba nuklir. Sekretaris-Jenderal Ban Ki-moon menganggap uji coba tersebut “tidak menstabilkan keamanan regional”.Selanjutnya, Dewan mengatakan akan mengembangkan langkah-langkah baru, mungkin tambahan sanksi perdagangan dan perjalanan, terhadap Korea Utara.

    Demikian argumen saya menanggapi Konflik antara Trump dan Korea Utara.

Periksa Browser Anda

Check Your Browser

Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

We're Moving Forward.

This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

  1. Google Chrome
  2. Mozilla Firefox
  3. Opera
  4. Internet Explorer 9
Close