MENINGKATKAN DAYA SAING DI SEKTOR PELABUHAN
Oleh NIRMALA (Maret 2017)
Beragamnya fungsi dan layanan yang disediakan pelabuhan membuat pelabuhan sering dianalogikan sebagai sebuah sistem. Sistem pelabuhan mendapat dukungan paling tidak dari tiga sub-sistem pendukung utama, yaitu: 1) penyelenggaraan atau port administration/port authority, yakni pemerintah/kementerian perhubungan dan 16 institusi pemerintah lainnya; 2) pengusahaan atau port business, yakni PT. Pelindo dan pengguna jasa pelabuhan atau port users, yaitu sektor swasta, seperti eksportir, importir, dan 3) perusahaan angkutan khusus pelabuhan (Indrayanto, 2005; Wijoyo, 2012). Dengan demikian, bisa tidaknya pelabuhan menjalankan fungsi dan menyediakan beragam layanan akan sangat bergantung pada sinergi dan interaksi dari ketiga subsistem seperti tersebut di atas.
Keharusan mengintegrasikan tiga subsistem tersebut, yaitu: penyelenggaraan, pengusahaan, dan penggunaan membuat upaya untuk meningkatkan kinerja pelabuhan cenderung kompleks. Upaya tersebut perlu melibatkan peran lintas institusi sektoral dan membutuhkan konsep, perencanaan, program, dan strategi implementasi yang komprehensif dan matang. Selain itu, konsistensi, transparansi, dan kesamaan persepsi di antara stakeholders (pemangku kepentingan) merupakan kunci penting bagi proses integrasi ketiga subsistem. Oleh karena itu, menyusun kerangka regulasi yang mampu mengatur mekanisme dan hubungan kerja di antara stakeholders dari setiap subsistem menjadi penting untuk memfasilitasi proses integrasi tersebut.
Terlepas dari permasalahan di atas, agar dapat berfungsi dan mampu memberikan layanan dengan efisien, pelabuhan harus kompetitif dan memenuhi beberapa persyaratan. Pertama, hubungan yang mudah antara transportasi air dan darat, seperti jalan raya dengan kereta api sehingga distribusi barang dan penumpang dapat dilakukan dengan cepat. Kedua, kedalaman dan lebar alur yang cukup. Ketiga, berada pada wilayah yang memiliki daerah belakang yang subur atau memiliki populasi tinggi. Keempat, tersedia tempat untuk membuang sauh selama kapal menunggu untuk merapat ke dermaga atau mengisi bahan bakar. Kelima, dilengkapi dengan tempat untuk reparasi kapal. Keenam, tersedianya fasilitas bongkar muat barang/penumpang serta fasilitas pendukungnya (Wijoyo, 2012). Namun, penting untuk dikemukakan bahwa kompetitif atau tidaknya suatu pelabuhan tidak hanya dipengaruhi oleh persyaratan-persyaratan tersebut, tetapi juga oleh konektivitasnya dalam suatu mata rantai pasokan (supply chain) (Carbone & De Martino, 2003; Kent, 2012).
Ini berarti bahwa risiko suatu pelabuhan kehilangan daya saing dan penggunanya tidak hanya disebabkan oleh kekurangan infrastruktur pendukung, tetapi juga sistem logistik dan mata rantai pasokan (De Langen & Chouly, 2004). Karena itu, integrasi pengelolaan pelabuhan dengan sistem logistik dan mata rantai pasokan menjadi penting untuk mempertahankan daya saing pelabuhan (De Langen, 2004; Van Der Lugt & De Langen, 2005; Ducruet, 2006; Ducruet & van der Horst, 2009).
Agar bisa terintegrasi dengan sistem logistik dan mata rantai pasokan, pelabuhan membutuhkan reformasi dalam hal regulasi dan pengelolaan (Van Niekerk, 2009). Reformasi regulasi dan pengelolaan ini, paling tidak memiliki tiga tujuan strategis (Farrell, 2011). Pertama, mengurangi atau menghilangkan sama sekali aturan dan regulasi yang menghambat persaingan pembangunan dan pengelolaan pelabuhan. Kedua, menciptakan aturan-aturan yang bisa mendorong iklim yang kondusif untuk persaingan. Ketiga, memfasilitasi transisi yang mengarah ke iklim bersaing yang sehat.
Sejalan dengan hal di atas, pemerintah perlu mereposisi perannya dalam pengelolaan dan pembangunan pelabuhan. Pemerintah harus fokus pada pembuatan kebijakan dan peraturan yang mendukung mekanisme pasar dan persaingan yang sehat. Pemerintah harus menghindari intervensi langsung, menjadi regulator, dan wasit yang adil. Jika mungkin, pemerintah harus melakukan deregulasi, menghapus monopoli terselubung, dan menentukan secara jelas batas, fungsi, dan kewenangan entitas pelabuhan sehingga meningkatkan kepastian usaha dan mendorong peran serta swasta dalam investasi (Kent, 2012). (***)
Published at :