ANTI-TESIS PEMIKIRAN JOHN AUSTIN DALAM KAJIAN HUKUM INTERNASIONAL
Oleh REZA ZAKI (Maret 2017)
Dilahirkan pada tahun 1790, di Sufflok, dari keluarga kaum pedagang. Austin pernah berdinas di tentara, dan ditugaskan di Sisilia dan Malta. Namun ia juga mempelajari hukum. Pada tahun 1818, ia bekerja sebagai advokat. Tapi ia tidak menjalaninya secara serius. Ia belakangan meninggalkan pekerjaan itu, pindah menjadi seorang ilmuwan hukum. Pada tahun 1826 hingga 1832, ia bekerja sebagai guru besar bidang jurisprudence di London University. Sesaat setelah mengundurkan diri sebagai profesor, ia banyak menjabat jabatan-jabatan penting di lembaga-lembaga kerajaan. Misalnya ia pernah bekerja di Criminal Law Commission dan Royal Commisioner untuk Malta (Arinto, 2010).
Walaupun ia seorang jurist Inggris, kuliah-kuliahnya di Bonn Jerman, telah memberikan bukti yang penting tentang pengaruh pemikiran politik dan hukum Eropa Kontinental dalam diri Austin. Kumpulan kuliah ini yang kemudian diterbitkan sebagai buku, berjudul The Province of Jurisprudence Determined (1832). Karyanya yanglain adalah Lectures on Jurisprudence, diterbitkan atas upaya keras dari istrinya, Sarah, pasca Austin tutup usia pada 1859 (Antonius Cahyadi dan E Fernando M. Malullang, 2007: 65).
John Austin secara umum diakui sebagai ahli hukum pertama yang memperkenalkan positivisme hukum sebagai sistem. Pemikiran pokoknya tentang hukum dituangkan terutama dalam karyanya berjudul The Province of Jurisprudence Determined (1832). Menurutnya, filsafat hukum memiliki dua tugas penting. Kegagalan membedakan keduanya, demikian keyakinan Austin sebagaimana dikutip oleh Murphy & Coleman, akan menimbulkan kekaburan baik intelektual maupun moral. Kedua tugas ini berkaitan dengan dua dimensi dari hukum yakni yurisprudensi analitis dan yurisprudensi normatif (Murphy & Coleman, 1990: 19-21; Ronald Dworkin, 1977:18-19).
Dalam kajian Hukum Internasional, masyarakat internasional yang diatur oleh hukum internasional adalah suatu tertib hukum koordinasi dari sejumlah negara-negara yang masing-masing merdeka dan berdaulat. Dalam hukum internasional, hubungan yang ada bersifat koordinasi (kerjasama), mengingat negara-negara di dunia sama derajatnya, bukan bersifat subordinasi layaknya hukum nasional.
Menurut ahli seperti John Austin, Spinoza, dan lainnya, hukum internasional bukanlah hukum, dengan alasan:
- Hukum internasional tidak memiliki kekuasaan eksekutif yang kuat.
- Hukum internasional bersifat koordinasi, tidak subordinasi.
- Hukum internasional tidak memiliki lembaga legislatif, yudikatif, dan polisional.
- Hukum internasional tidak bisa memaksakan kehendak masyarakat internasional.
Teori John Austin tersebut tentu saja sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan global saat ini. Perkembangan konflik internasional hingga perdagangan internasional telah menuntut lahirnya Badan-badan Internasional dari mulai Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Mahkamah Internasional, World Bank, IMF, WTO, ICRC, dan lain-lain yang memankan peran baik sebagai eksekutif, legislatif, maupun yudikatif dalam skala Internasional.
Sebagai contoh apabila kita membandingkan WTO dengan APEC. WTO adalah organisasi perdagangan internasional yang legally binding (mengikat secara hukum) sementara APEC tidak. WTO juga memiliki prinsip dalam pengambilan keputusan yaitu single undertaking yakni atas dasar mufakat atau konsensus.
Berdasarkan kedua contoh peran WTO tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa di dalam WTO sebagai salah satu Badan Internasional berlaku sifat koordinatif yakni dimana sesama anggota WTO memiliki kedudukan yang sejajar baik Negara maju maupun Negara berkembang, dan sifat sub ordinatif dimana semua perjanjian WTO mengikat bagi anggotanya dan wajib dilaksanakan. Apabila ada anggota Negara WTO yang lalai dan melanggar perjanjian serta prinsip WTO, maka akan berpotensi digugat oleh Negara Anggota WTO lainnya di Dispute Settlement Body (DSB) WTO.
Dari contoh ini, maka saya berpendapat bahwa pemikiran John Austin tentang Hukum Internasional sudah tidak lagi relevan dan harus muncul pemikiran Neo-John Austin yang merupakan kritik atau anti-tesis atas pendapat ini. (***)
Published at :