SEMINAR NASIONAL PERSAINGAN USAHA DALAM PERSPEKTIF ETIKA BISNIS
Kampus BINUS Alam Sutera, Tangerang, 5 April 2017
Perjalanan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat telah memasuki tahun ke-18. Ada banyak kemajuan yang telah dicapai dalam penegakan peraturan perundang-undangan di bidang hukum persaingan usaha ini, khususnya sebagaimana telah ditangani oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa keberhasilan penegakan hukum persaingan usaha membutuhkan sinergitas dari berbagai komponen pendukung, seperti kelengkapan dan ketersediaan substansi hukum positif, kesiapan aparatur, keandalan sarana dan prasarana, serta budaya hukum masyarakat. Substansi hukum juga ternyata tidak cukup mengandalkan peraturan perundang-undangan, melainkan juga norma-norma lain di luar hukum positif; salah satunya kode etik (code of ethics) dan kode perilaku (code of conduct).
Dalam dunia usaha (bisnis) juga dikenal berlaku tata nilai kepatutan dan kepantasan, yang kerap disebut etika bisnis (business ethics). Dalam sejarah hukum, misalnya, dikenal kasus Lindenbaum vs Cohen (1919) yang memperluas makna perbuatan melawan hukum dalam konteks perdata (onrechtmatige daad), tidak lagi sebatas melanggar undang-undang (onwetmatige daad), melainkan melanggar kepatutan dan kepantasan dalam dunia bisnis. Secara kebetulan, yurisprudensi klasik Lindenbaum vs Cohen yang disinggung di atas terjadi dalam lingkup persaingan usaha. Dalam area persaingan usaha, penegakan etika bisnis dengan demikian menjadi cikal bakal yang membuka perluasan makna “hukum” hingga sampai pada dimensi etis (metayuridis), tidak sekadar norma positif (yuridis).
Dari sisi dunia usaha, terjadi fenomena yang menarik, yakni perusahaan transnasional (transnational corporations) dan perusahaan multinasional (multinational corporations) ternyata telah mampu berkembang dengan sangat pesat, sehingga dari segi aset, bahkan kekayaan mereka dapat melampaui cadangan devisa suatu negara. Sebagai contoh, aset General Motor (AS) dan Exxon Mobil (AS) melebihi negara Swiss dan Arab Saudi. British Petroleum (Inggris) menghasilkan GDP yang jauh lebih besar daripada Bulgaria dan Finlandia (Ifdal Kasim, 2016). Kekuasaan entitas ekonomi seperti ini sangat berpotensi untuk mempengaruhi pengambilan kebijakan politik, yang pada akhirnya membuka peluang terjadi pelanggaran hak warga masyarakat, termasuk terhadap kelestarian lingkungan dan hak asasi manusia (mulai dari hak sipil, politik, ekonomi, sampai budaya). Kondisi ini telah disadari oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, dengan antara lain dengan menerbitkan UN Guiding Principles on Business and Human Rights.
Apabila fenomena ini ditarik ke dalam lingkup persaingan usaha, maka penghormatan terhadap kelestarian lingkungan dan hak asasi manusia ini juga relevan untuk dikaitkan. Prinsip efisiensi yang berlaku di dalam dunia bisnis akan membuka celah bagi munculnya praktik persaingan usaha tidak sehat. Andrei Shleifer (2004) menyebut sedikitnya lima contoh keterkaitan itu, yakni praktik: (1) child labor, (2) corruption, (3) high executive pay, (4) earnings manipulation, dan (5) commercialization of education. Dapatkah praktik-praktik seperti ini dilakukan dalam rangka memaksimalkan pendapatan dan memenangi persaingan usaha? Jawabannya akan mudah diberikan apabila perangkat hukum positif memang tersedia, pemaknaannya jelas, dan konsistensi penegakannya terlihat jelas. Masalahnya akan kompleks apabila aturannya sendiri sejak semula sudah berada di wilayah abu-abu atau multitafsir. Di sinilah etika bisnis dapat berperan sebagai instrumen yang melengkapi hukum positif.
Seminar tentang persaingan usaha dilihat dari perspektif etika bisnis kian menarik apabila contoh-contoh instrumen dan kasus-kasus di luar Indonesia juga ikut dihadirkan, seperti pengalaman Jerman, yang masih menjadi yang dalam derajat tertentu instrumen hukum dan etikanya juga dipengaruhi oleh Uni Eropa. Kondisi di luar Indonesia ini dapat menjadi referensi bagi pemerhati persaingan usaha di Tanah Air untuk memastikan peran etika bisnis dalam mengopimalkan keberlakuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999.
Bentuk dan Tujuan Kegiatan Untuk menjawab beberapa permasalahan hukum/ekonomi seputar persaingan usaha dan etika bisnis, maka dipertimbangkan perlu diadakan seminar nasional dengan topik: “Persaingan Usaha dalam Perspektif Etika Bisnis”.
Seminar ini bertujuan untuk memaparkan dan mendiskusikan beberapa pertanyaan mendasar seperti: |
- Bagaimana menempatkan etika bisnis di dalam upaya mengoptimalkan penegakan hukum persaingan usaha di Indonesia?
- Apa instrumen etika bisnis yang saat ini tersedia dan yang masih perlu disiapkan untuk kepentingan opotimalisasi penegakan hukum persaingan usaha di Indonesia?
- Apa pengalaman dari negara lain yang dapat dijadikan “lesson learned” bagi pemberian peran lebih terhadap etika bisnis dalam rangka mengoptimalkan penegakan hukum persaingan usaha di Indonesia?
Waktu dan Tempat
Kegiatan dilangsungkan di Auditorium (lantai 3), Kampus Alam Sutera, Universitas Bina Nusantara (BINUS University) Tangerang, pada tanggal 5 April 2017, pukul 08:00-13:30 WIB.
Pembicara
- Dr. Iur. Stefan Koos, seorang guru besar hukum persaingan usaha dari Universitas Bundeswher, Munchen, Jerman; saat ini adalah visiting professor di Universitas Bina Nusantara, Jakarta.
- Drs. Chandra Setiawan, M.M., Ph.D., komisioner dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Peserta
Para peserta seminar adalah undangan berupa akademisi (dosen fakultas hukum dan fakultas ekonomi) berbagai perguruan tinggi di Indonesia, khususnya pengajar Hukum Persaingan Usaha dan Etika Bisnis. Di samping itu, juga diundang sejumlah praktisi hukum dan bisnis yang pekerjaannya kerap bersentuhan langsung dengan persoalan yang dibahas.
Keikutsertaan dalam seminar ini tidak dipungut biaya. Para peserta akan mendapat seminar kits, sertifikat, dan konsumsi selama acara berlangsung. Panitia tidak menyediakan pergantian biaya transportasi kepada peserta/undangan yang hadir.
Panitia Penyelenggara
Seminar ini diadakan atas kerjasama Jurusan Hukum Bisnis (Business Law) Universitas Bina Nusantara dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Konfirmasi terhadap keikutsertaan dalam seminar dapat menghubungi:
Sdr. Besar/Faisal:
- Phone: 087871374027 atau 0895344246068
- Email: besar@binus.edu atau afaisal@binus.edu
Susunan Acara:
08:00-09:00 | Registrasi dan coffee break |
09:00-09:30 | Pembukaan Seminar dan Sambutan
Ketua KPPU dan Dekan Fakultas Humaniora Univ. Bina Nusantara |
09:30-12:30 | Seminar
|
12:30-13:30 | Ishoma |
13:30-14:30 | Rapat pembentukan forum* |
14:30-15:00 | Deklarasi forum |
*) Catatan: Forum Akademisi Persaingan Usaha (FAPU) adalah wadah ilmiah yang independen dan terbuka bagi para akademisi Indonesia (dosen dan peneliti) di bidang persaingan usaha. Forum ini digagas oleh para akademisi untuk memfasilitasi berbagai kegiatan yang berkontribusi positif bagi pengembangan kajian ilmiah terkait persaingan usaha.
Leave Your Footprint
-
selmi dedi mohon informasi jika ada kegiatan seminar lainnya, bermaksud untuk ikut pada kegiatan selanjutnya. terima kasih
-
business-law Terima kasih atas kesediaannya. Pada tanggal 5 April 2017 lalu telah dibentuk Forum Dosen Persaingan Usaha. Salah satu kegiatan forum ini adalah penyelenggaraan seminar rutin. Pada bulan Juli 2017, misalnya, forum akan mengadakan mengadakan seminar di Yogyakarta, dengan tuan rumah UGM/UII bersama dengan KPPU.
-